Brilio.net - Gempa bumi yang mengguncang Lombok pada Minggu (5/8/2018) lalu menimbulkan kerusakan massif. Berdasarkan data BNPB, Jumat (10/8) siang, setidaknya 67.857 bangunan rumah, 458 gedung sekolah, 65 masjid dan musala, serta puluhan bangunan lainnya rusak.
Musibah ini mengakibatkan 321 nyawa melayang, 1.033 orang luka, dan 270.168 jiwa mengungsi. Jumlah tersebut diperkirakan masih akan terus bertambah karena proses pendataan masih terus dilakukan.
Sejak gempa pertama pukul 18.46, Minggu (5/8/2018), hingga pukul 08.00 WIB Jumat (10/8) telah terjadi 451 gempa susulan. Gempa susulan terkuat terjadi pada Kamis (9/8) dengan kekuatan 6,2 SR dan menyebabkan 3 korban tewas, 24 luka, dan banyak bangunan rusak.
Dampak gempa 6 SR yang mengguncang Lombok 9/8/2018 pukul 12.25 WIB : 2 orang tewas (Zulhadi, Sarafudin), 24 orang luka, dan banyak bangunan rusak. Toko Alfamart di Karang Bedil Mataram roboh diguncang gempa. Bangunan ini sebelumnya sudah rusak saat gempa 7 SR (5/8/2018). pic.twitter.com/3U8l0DIkhu
— Sutopo Purwo Nugroho (@Sutopo_PN) August 9, 2018
Banyaknya gempa susulan juga membuat warga Lombok semakin trauma. Sejauh ini trauma healing bagi anak-anak korban gempa masih terus dilakukan.
Kerugian dan kerusakan akibat gempa ini diperkirakan lebih dari Rp 2 triliun. Meliputi sektor permukiman, infrastruktur, ekonomi produktif, sosial budaya, dan lintas sektor. "BNPB masih melakukan hitung cepat untuk menghitung kerugian ekonomi," kata Kapusdatin BNPB Sutopo Purwo Nugroho, Jumat (10/8),
Massifnya dampak gempa ini membuat sejumlah pakar menganalisis gempa tersebut. Keterangan dari Tim Tanggap Darurat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Kementerian ESDM seperti dikutip dari magma.vsi.esdm.go.id, Jumat (10/8) menyebutkan, terjadi fenomena likuifaksi dalam gempa di Lombok. Selain faktor goncangan gempa dan retakan tanah, fenomena ini juga memicu banyaknya bangunan roboh hingga mengakibatkan banyak korban jiwa.
Soil liquefaction atau likuifaksi/pelulukan tanah terjadi akibat gempa bumi Lombok pada 5 Agustus 2018 dengan magnitudo M7.0. Silahkan dibaca keterangan Tim Tanggap Darurat dari PVMBG mengenai fenomena likuifaksi ini --> https://t.co/I3VQRF6A1k pic.twitter.com/rzR7BTrhbA
— MAGMA Indonesia (@id_magma) August 10, 2018
Fenomena likuifaksi atau pelulukan tanah (soil liquefaction) adalah suatu proses yang membuat tanah kehilangan kekuatannya dengan cepat dikarenakan getaran gempa bumi kuat. Fenomena ini terjadi pada kondisi tanah berbutir halus dan jenuh air, dan adanya zona lemah.
Bentuk yang tampak di permukaan biasanya berupa lumpur pasir yang berbutir halus keluar dari retakan tanah. Bahkan, kadang-kadang sumur air hilang dan berganti pasir.
Menurut Kapusdatin BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam cuitannya, likuifikasi menjadi salah satu pemicu bangunan roboh. "Liquifaksi banyak menyebabkan bangunan roboh karena bangunan berdiri diatas tanah gembur dan pondasi patah," tulisnya.
Liquifaksi (luquefaction) yaitu tanah yang kaku berubah menjadi gembur dan muncul lumpur akibat tekanan gempa 7 SR terjadi di Desa Selengen Kecamatan Kayangan Lombok Utara. Liquifaksi banyak menyebabkan bangunan roboh karena bangunan berdiri diatas tanah gembur dan pondasi patah. pic.twitter.com/Wfu1NhSkJW
— Sutopo Purwo Nugroho (@Sutopo_PN) August 9, 2018
Recommended By Editor
- Ini 4 dampak gempa susulan 6,2 SR di Lombok, jumlah korban bertambah
- Masih proses evakuasi, Lombok kembali diguncang gempa 6,2 SR
- Penampakan kondisi Pulau Gili usai dikosongkan dari warga dan turis
- Bayi mungil lahir di pengungsian korban gempa Lombok, namanya unik
- Gempa guncang Lombok, 9 potret evakuasi 1.000 turis di Gili Trawangan