Brilio.net - Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional yang coba dilestarikan dari waktu ke waktu. Bentuk pelestariannya ialah melalui pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah atau melalui festival dan kajian bahasa. Tepat di Bulan Oktober yakni bulan bahasa, mari sejenak kita tengok perjalanan bahasa Indonesia khsusunya dalam nafas pendidikan.
Bahasa Indonesia menjadi pelajaran wajib yang harus dilampaui dalam Ujian Nasional (UN). Karena setiap hari menggunakan Bahasa Indonesia, anggapannya semua siswa mampu melewati UN mata pelajaran ini dengan gampang. Namun kenyataanya justru berbanding terbalik.
Dilansir dari web kemendikbud.go.id, nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2016 ke tahun 2017 dari rata-rata nilai 70,75 menjadi 64,32. Hal ini tidak lebih parah dari kejadian 5 tahun silam. Dahulu dari 7.579 siswa yang tidak lulus UN 2012, sebagian besar gagal pada
mata pelajaran matematika dan bahasa Indonesia sebagaimana dilansir di laman pasca.unesa.ac.id.
Sebuah hasil tentu didapatkan dari sebuah proses. Jika dalam konteks akademik, maka proses yang dimaksud ialah kegiatan belajar-mengajar di kelas. Maka jika nilai UN bahasa Indonesia mengalami performa buruk, proses belajar-mengajar di kelas patut dicurigai sebagai sebabnya.
Dalam buku "Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif", akademisi Trianto (2011) menjelaskan sebagian besar pola pembelajaran masih bersifat transmisif. Guru memberikan konsep-konsep yang terdapat dalam buku pelajaran secara langsung pada peserta didik dan siswa secara pasif menyerap pengetahuan tersebut. Padahal yang kita tahu pada kurikulum 2013 dianjurkan pusat belajar ialah siswa itu sendiri bukan dikte dari guru. Alhasil siswa hanya menyerap teori pelajaran Bahasa Indonesia tanpa memahami implementasi yang benar.
Seorang akademisi dari Universitas Sriwijaya, Nurhayati (2008) dalam jurnal "Berbagai Strategi Pembelajaran Bahasa dapat Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Siswa" menyatakan kemungkinan lain yang menjadi penyebab anjloknya nilai bahasa Indonesia ialah orientasi pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah pada tata bahasa, bukan bagaimana menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan baik dan benar. Jika sudah demikian Bahasa Indonesia menjadi hafalan. Padahal dengan digunakannya Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional, asumsinya kemampuan penguasaan jauh lebih baik dengan lengkapnya teori serta praktik.
Nurhayati memberikan solusi pembelajaran bahasa Indonesia yang tepat. Caranya ialah:
1. Fokus pada pemahaman 4 bagian penting Bahasa Indonesia yakni mendengarkan, membaca, menulis dan berbicara.
Kemampuan mendengarkan dapat diolah dengan menyimak wawancara, pidato, telepon, cerita dan demonstrasi. Hal ini penting demi meningkatkan kepekaan. Selanjutnya perlu ditambah kemampuan membaca dengan cara yang menurut Wycoff (dalam Nurhayati,2008) mengembangkan pemetaan pikiran sebagai salah satu keterampilan yang paling efektif dalam proses berpikir kreatif. Pemetaan pikiran ini berimplikasi pada pemahaman siswa tentang makna inti dari sebuah wacana.
2. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia ialah mengasah kemampuan menulis.
Menulis sudah menjadi bagian dari kegiatan sehari-hari. Maka pengasahan kemampuan ini bisa dengan metode sederhana seperti menulis diary, menulis kartu ucapan, pesan kepada teman dan lain sebagainya yang semuanya bebasis pada penggunaan Bahasa Indonesia yang benar.
3. Mengasah kemampuan berbicara.
Di dalam otak sudah terpetakan wacana-wacana. Yang menjadi masalah ialah bagaimana penyampaian wacana tersebut agar diterima dan mendapat presepsi sama dari penerima pesan. Dengan melatih kemampuan berbicara, siswa diajarkan menyusun wacana dalam kata-kata yang diucapkan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Jika metode pembelajaran yang melatih kemampuan praktis juga ditunjaung teori, maka tingkat keberhasilan penanaman pengetahuan Bahasa Indonesia punya harapan tinggi. Bahasa Indonesia tidak menjadi pelajaran sekedar formalitas, namun juga dipahami dalam kehidupan sehari-hari. Jika semua ini sudah dilakukan secara tepat, maka nilai Bahasa Indonesia yang tinggi adalah bonus.
Recommended By Editor
- Masih relevankah polemik pribumi dan nonpribumi di Indonesia kini?
- Nih 3 fakta latar belakang pendidikan pendiri startup sukses Indonesia
- Pendidikan tinggi bukan alasan mendapatkan gaji besar, kenapa ya?
- Produk halal berebut pasar kelas menengah muslim Indonesia
- Menggaet pasar milenial dari bisnis menonton