Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) baru-baru ini mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa Presiden Suriah yang telah digulingkan, Bashar al-Assad, adalah pemimpin paling korup di dunia. Dalam daftar tersebut, Presiden Indonesia ke-7, Joko Widodo atau Jokowi, juga masuk sebagai finalis.
Bagaimana bisa Jokowi masuk dalam daftar ini? OCCRP menjelaskan bahwa nominasi didasarkan pada usulan masyarakat global dan diputuskan oleh tim juri yang terdiri dari anggota civil society, akademisi, dan jurnalis yang berpengalaman dalam investigasi korupsi.
OCCRP menegaskan bahwa mereka tidak memiliki kontrol atas siapa saja yang diusulkan. Mereka menerima lebih dari 55 ribu usulan dan memilih finalis berdasarkan dukungan online terbanyak. Namun, terkait dengan nama Jokowi, OCCRP mengakui bahwa mereka tidak memiliki bukti kuat yang menunjukkan keterlibatan Jokowi dalam korupsi selama masa kepresidenannya.
"OCCRP memasukkan para ‘finalis’ yang mendapat dukungan onliner terbanyak dan memiliki beberapa dasar untuk dimasukkan dalam nominasi final,” katanya.
OCCRP menyatakan bahwa masuknya Jokowi dalam daftar tersebut lebih didorong oleh opini publik di dunia maya, yang mereka anggap memiliki dasar yang cukup untuk dipertimbangkan. Meskipun tidak ada bukti konkret, kritik terhadap pemerintahan Jokowi yang dianggap melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi salah satu alasan mengapa ia dinyatakan sebagai finalis.
"OCCRP tidak memiliki bukti yang menunjukkan bahwa Jokowi terlibat dalam korupsi untuk keuntungan pribadi selama masa kepresidenannya. Namun, kelompok masyarakat sipil dan para ahli berpendapat bahwa pemerintahan Jokowi telah melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indonesia,” seperti dilansir dari laman OCCRP.
Publisher OCCRP, Drew Sullivan, menyatakan bahwa meskipun ada banyak nominasi dari masyarakat, tidak semua memiliki bukti yang cukup kuat untuk mendukung klaim korupsi. Dia menekankan bahwa publik harus memperhatikan tindakan para pemimpin dan bahwa OCCRP akan terus memantau mereka.
"Para juri sangat menghargai nominasi dari masyarakat. Namun, dalam beberapa kasus, tidak ada bukti yang cukup kuat mengenai adanya korupsi besar atau pola penyalahgunaan yang sudah berlangsung lama," ujar Publisher OCCRP Drew Sullivan.
Ketika ditanya tentang nominasi ini, Jokowi menanggapi dengan skeptis. Ia meminta pihak yang menuduhnya untuk membuktikan klaim tersebut, mengatakan bahwa saat ini banyak fitnah dan tuduhan tanpa bukti yang diarahkan kepadanya. Jokowi juga menunjukkan bahwa ada kemungkinan muatan politis di balik nominasi tersebut, tetapi ia memilih untuk tidak terlalu memikirkan hal itu.