Brilio.net - Pada 5 Januari 2025 mendatang, Pemerintah akan menerapkan skema baru opsen untuk pajak kendaraan bermotor (PKB) dan opsen bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
Sebelum memahami hitungan pajak terbarunya, sebaiknya kamu perlu mengerti dulu apa itu opsen dan untuk apa sih skema ini diberlakukan. Mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), opsen adalah tambahan pajak menurut persentase tertentu. Biasanya pajak ini berlaku untuk kepentingan kas pemerintah daerah.
Nah, ada tiga jenis pajak daerah yang dikenakan opsen yakni opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), dan opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).
Kali ini fokus bahasan perhitungan opsen pada PKB dan BBNKB, kedua objek pajak inilah yang paling berpengaruh langsung pada masyarakat. Apakah ada pajak tambahan yang dibayarkan ke daerah atau dikurangi. Untuk aturan terbaru terkait opsen PKB dan BBNKB ini dimuat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Pada aturan tersebut dijelaskan bagaimana mekanisme perhitungan opsen. Di mana opsen Pajak Daerah ini menggantikan mekanisme bagi hasil pajak provinsi untuk PKB dan BBNKB kepada kabupaten/kota. Tujuannya ketika masyarakat melakukan pembayaran wajib pajak kendaraannya kepada pemerintah provinsi, maka bagian kabupaten/kota atas pajak provinsi tersebut bisa diterima langsung oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
Lantas bagaimana perhitungan opsen pajak daerah ini? Supaya lebih memahaminya, yuk simak ulasan lengkapnya, brilio.net rangkum dari berbagai sumber pada Kamis (12/12).
foto: freepik.com/freepik
1. Metode pembayaran.
Melalui pemberlakuan opsen pajak tersebut maka metode pembayaran atas pajak melalui mekanisme setoran yang dipisahkan (split payment) secara otomatis ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) provinsi untuk PKB dan BBNKB serta RKUD kabupaten/kota untuk Opsen PKB dan Opsen BBNKB-nya.
Penerapan skema opsen pajak daerah tidak hanya mempercepat penerimaan bagi kabupaten/kota, tetapi juga berpotensi memperkuat sinergi antara Pemda provinsi dan kabupaten/kota dalam hal pemungutan dan pengawasan pajak.
Skema ini diharapkan mampu memperbaiki struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota, yang selama ini bergantung pada pendapatan transfer berupa bagi hasil pajak provinsi. Melalui skema ini, pendapatan tersebut akan beralih menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD), memberikan ruang fiskal yang lebih besar bagi kabupaten/kota untuk mandiri secara finansial.
foto: freepik.com/xb100
2. Tarif perhitungan opsen pajak daerah.
Untuk mendukung penerapan tarif opsen pajak daerah, tarif maksimal dari pajak induknya mengalami penyesuaian. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2022, tarif pajak kendaraan bermotor (PKB) untuk kepemilikan pertama ditetapkan paling tinggi 1,2 persen, sementara tarif pajak progresif maksimal mencapai 6 persen. Selain itu, tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) ditetapkan maksimal sebesar 12 persen.
Penyesuaian ini diiringi dengan arahan bagi pemerintah daerah untuk menetapkan tarif pajak induk dengan mempertimbangkan beban yang ditanggung oleh wajib pajak, sebagaimana tertuang dalam Modul Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD): Opsen Pajak Daerah. Sebagai perbandingan, pada Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, tarif PKB untuk kepemilikan pertama ditetapkan minimal 1 persen dan maksimal 2 persen. Dengan aturan baru, tarif tersebut mengalami penurunan menjadi maksimal 1,2 persen.
Sebagai contoh, jika sebelumnya sebuah provinsi menetapkan tarif PKB sebesar 2 persen, maka sesuai aturan baru, tarif tersebut harus diturunkan menjadi paling tinggi 1,2 persen. Hal ini bertujuan agar penerapan opsen pajak tidak memberikan beban berlebih kepada pemilik kendaraan.
Meski tarif PKB mengalami penurunan, opsen pajak daerah menimbulkan pertanyaan: apakah ada peningkatan total biaya pajak kendaraan? Untuk menjawabnya, simak simulasi perhitungan menggunakan rumus:
Tarif PKB X (Nilai Jual Kendaraan Bermotor(NJKB) X bobot).
Contoh:
Jika sebuah mobil memiliki NJKB Rp 100.000.000 dengan bobot 1,0. Berapa nilai PKB-nya:
-Perhitungan pajak mengacu aturan lama dengan tarif PKB 2%
PKB = 2% X (Rp 100.000.000 X 1,0) = Rp 2.000.000. Semuanya masuk ke rekening pemerintah provinsi yang kemudian nantinya dibagihasilkan ke pemerintah kota/kabupaten.
-Perhitungan pajak mengacu aturan baru tarif PKB 1,2% dan opsen 66%
PKB = 1,2% X (Rp 100.000.000 x 1,0) = Rp 1.200.000
Opsen = 66% X Rp 1.200.000 = Rp 792.000.
Total PKB + Opsen = Rp 1.200.000 + Rp 792.000 = Rp 1.992.000
PKB sebesar Rp 1.200.000 masuk ke rekening pemerintah provinsi. Sedangkan Opsen PKB sebesar Rp 792.000 langsung ditransfer ke rekening pemerintah kota/kabupaten.
Berdasarkan perhitungan tersebut, bisa dibilang wajib pajak tetap dikenakan biaya wajib pajaknya hampir sama. Hanya saja, metode penyerahan secara otomatis dibagi dua yakni pada Pemerintah Provinsi dan ke Kabupaten/Kota. Meski demikian, penerapan tarif PKB tetap disesuaikan dengan kebijakan pemerintah daerah masing-masing untuk menetapkan tarif maksimal atau di bawahnya.
Recommended By Editor
- Mendikdasmen ubah sistem guru tak perlu mengajar 24 jam dalam seminggu, begini ketentuan terbarunya
- Barcode MyPertamina jangan ditempel di kaca mobil, ini 7 cara jaga keamanan agar tak salah digunakan
- Iuran BPJS kesehatan kelas 1, 2, dan 3 alami perubahan pada Desember 2024, ini daftar tarif terbarunya
- PPN 12% hanya berlaku untuk barang mewah, ini daftar yang berpotensi kena pajak
- Presiden Prabowo targetkan IKN aktif jadi ibu kota pada 2029, pembangunan infrastruktur dikebut
- Pengguna BBM subsidi bakal diperketat, ini kriteria yang berhak
- Pemerintah putuskan PPN 12% mulai Januari 2025, barang-barang ini bakal jadi sasaran kenaikan pajak
- Juru bicara presiden dihujat gegara kata 'rakyat jelata', pentingnya diksi demi suksesnya komunikasi