Brilio.net - Jarum jam belum lama bergulir melewati tengah malam saat denyut kehidupan mulai berpacu di Pasar Ir Soekarno, Sukoharjo, Jawa Tengah. Pendar lampu penerangan jalan memandu aktivitas para pedagang menggelindingkan roda perekonomian di tengah situasi pandemi Covid-19.
Mereka adalah pedagang oprokan yang buka pukul 01.00-07.00 WIB -karena itu disebut pasar pagi- dengan pembelinya yang kebanyakan adalah bakul sayur keliling. Ada 178 pedagang yang terdata di pengelola pasar, angka yang cukup besar untuk menciptakan suatu kerumunan massa.
Pada masa pandemi ini keramaian pasar menjadi simalakama; jika dibiarkan bisa menjadi klaster penyebaran virus, kalau ditutup membuat banyak dapur sulit ngebul. Dinas Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disdagkop UKM) Sukoharjo kemudian membuat kebijakan dengan mengatur jarak lapak jualan.
Aktivitas jual-beli yang tadinya berjubel di sekeliling pasar utama, sejak era new normal dipindahkan ke tengah Jalan Jenderal Sudirman, depan gedung utama pasar. Pengelola menyiapkan lapak berukuran 2x2 meter dan 2x3 meter dengan jarak antar lapak sekitar 2 meter. Sekitar 500 meter Jalan Jenderal Sudirman, tepatnya dari simpang tiga Pegadaian hingga depan Bank Jateng Sukoharjo, kini tiap hari berubah jadi pasar tradisional.
Adapun arus lalu lintas dialihkan ke jalur lain. Dari arah utara, kendaraan berat dialihkan ke timur di persimpangan RS Nirmala Suri - Jalan Pramuka - Jalan Abdul Latif - Jalan Solo-Wonogiri di Terminal Sukoharjo. Untuk sepeda motor dan kendaran kecil, bisa berbelok di simpang empat Jombor - Jalan Tentara Pelajar - Jalan Abdul Latif - Jalan Solo-Wonogiri di Terminal Sukoharjo. Dari arah selatan, dialihkan ke Jalan Rajawali - Jalan Jaksa Agung R Suprapto - Jalan Solo-Wonogiri di lampu merah Kejaksaan Negeri Sukoharjo.
Lapak pedagang oprokan Pasar Ir Soekarno dibuat berjarak di Jalan Jenderal Sudirman untuk mencegah penularan Covid-19. (foto: brilio.net/fefy dwi haryanto)
Pedagang sayur, Sukinah, warga RT 4 RW 1 Polokarto, Sukoharjo duduk beralas terpal dikelilingi aneka sayuran jualannya, seperti terung, kacang panjang, cabai, tomat, kangkung, bayam, dan lainnya. Area jualannya ditandai garis kuning sebagai batas yang telah ditetapkan pengelola pasar.
Dengan diantarkan anaknya, saban hari tubuh rentanya menembus dingin malam untuk menjemput rezeki. "Jam 01.30 WIB di sini sudah ramai," cerita nenek 60-an tahun itu dalam bahasa Jawa saat ditemui akhir pekan lalu.
Sesekali dia menurunkan maskernya ke dagu, menampakkan keriput di wajahnya. "Di sini wajib pakai masker," lanjutnya masih dalam bahasa Jawa.
Sukinah dengan sabar dan ramah melayani pembeli yang sebagian harus tawar menawar dulu sebelum memutuskan belanja. Lapak yang kecil memudahkannya mengawasi dan menjangkau dagangan yang dipilih pembeli. Tangan kurusnya masih cukup cekatan mengambil dagangan. Baginya, pandemi virus corona tidak berdampak pada penjualannya.
Di pasar itu, banyak pedagang wanita seumuran Sukinah, usia yang dikategorikan rentan terhadap serangan berbagai penyakit, termasuk terpapar Covid-19. Untungnya, sejauh ini mayoritas pedagang telah memiliki kesadaran untuk mematuhi protokol kesehatan, seperti mengenakan masker.
"Alhamdulillah wonten mriki aman (Alhamdulillah di sini aman)," ucap syukur Kinem, pedagang sayur asal Wotgaleh RT 3 RW 9, Sukoharjo.
Kinem sendiri mulai berjualan pukul 01.00 WIB dan pulang 07.30 WIB. Setiap harinya petugas pasar selalu mengingatkan para pedagang dan pengunjung untuk mengenakan masker. "Diingatkan dari kantor pasar lewat pengeras suara," terangnya dalam bahasa Jawa.
Lurah Pasar Ir Soekarno, Widadi Nugroho mengatakan, selain mengatur lapak pedagang, pihaknya juga menyediakan tempat mencuci tangan di beberapa titik, seperti depan, belakang, sisi utara, dan selatan pasar. Seluruh pedagang diwajibkan memakai masker. "Kami selalu mengumumkan melalui pengeras suara dan ada petugas yang keliling," kata Widadi.
Petugas keamanan pasar bertanggung jawab untuk mengawasi pedagang dan pengunjung, bilamana ada yang tidak mengenakan masker, maka akan diberikan teguran. Sejak diberlakukan pertengahan Juni 2020 mayoritas pedagang sekarang sudah bisa mengikuti peraturan pasar dalam upaya pencegahan Covid-19.
Pemberlakuan jaga jarak antar lapak pedagang oprokan ini diatur dalam Surat Edaran yang diterbitkan Kepala Disdagkop UKM Sukoharjo, Sutarmo. "Dengan demikian, secara otomatis ada gugus tugas Covid-19 di bawah lurah pasar dan pengelola pasar," tegas Sutarmo.
Saat ini tidak hanya Pasar Ir Soekarno yang memberlakukan jaga jarak bagi pedagang. Tapi juga terjadi di Pasar Gawok dan Pasar Bekonang yang pedagangnya sangat padat. Prosedur standar yang diterapkan adalah pemasangan spanduk informasi pencegahan Covid-19, mewajibkan pemakaian masker bagi pedagang, menyediakan tempat cuci tangan. "Thermo gun juga sudah kita siapkan," sebutnya.
Pihaknya juga telah melakukan rapid tes bagi pedagang di sejumlah pasar secara random, misalnya di Pasar Ir Soekarno, Pasar Nguter, Pasar Gawok. "Di Pasar Bekonang bahkan kita lakukan swab karena ada kasus di keluarga salah satu pedagang," imbuh Sutarmo.
Juru bicara Satgas Covid-19 Sukoharjo yang juga Kepala Dinas Kesehatan setempat, Yunia Wahdiyati, menekankan pentingnya kesadaran tiap warga, apalagi yang berada di tempat publik seperti pasar, untuk patuh terhadap protokol kesehatan.
"Tidak hanya menjaga jarak, tapi perilaku pedagang dan pengunjung untuk memakai masker, mencuci tangan pakai sabun penting untuk ditingkatkan. Kesadaran yang belum optimal dalam mematuhi protokol kesehatan ini perlu dilakukan penegakan disiplin," jelasnya.
Pihaknya pernah melakukan rapid tes secara massal menyasar tempat-tempat publik, di antaranya pasar. Setelah dievaluasi, hasilnya dinilai kurang efektif. Sehingga, strategi diubah menjadi rapid tes yang menyasar orang-orang dengan riwayat punya kontak erat dengan penderita Covid-19. "Ibarat menembak, lebih kena targetnya," kata Yunia.
Di Kabupaten Sukoharjo sendiri, data kasus Covid-19 per 5 November 2020 menunjukkan 1.133 orang terkonfirmasi positif, 444 di antaranya dengan gejala dan 689 tanpa gejala. Rinciannya, 921 orang sembuh dan selesai isolasi mandiri, 95 orang isolasi mandiri, 54 orang rawat inap, dan 63 orang meninggal dunia.
Sedangkan jumlah suspek sebanyak 834 orang, terdiri dari 11 orang isolasi mandiri, 35 orang menjalani rawat inap, 775 selesai pemantauan (373 swab negatif), dan 13 meninggal dunia.
Kasus Covid-19 tersebar di 12 kecamatan, yakni Kecamatan Grogol (246 terkonfirmasi positif), Kartasura (203), Sukoharjo (114), Mojolaban (110), Baki (79), Tawangsari (63), Nguter (59), Bendosari (58), Polokarto (58), Bulu (48), Weru (48), dan Gatak (47).
Tingginya angka kasus tanpa gejala ini, menurut Yunia, kemungkinan karena warga yang tadinya menjalani isolasi mandiri, dalam prakteknya tidak melakukannya dengan benar. Sehingga, tanpa disadari menularkan ke orang di sekitarnya. "Sekarang ini yang menonjol klaster keluarga," sebut Yunia.
Karena itu, dihaknya terus mendorong isolasi mandiri dilakukan secara benar. Petugas kesehatan dari Puskesmas juga dikerahkan untuk memantau kondisi klinis warga. "Kita juga mengajak Jogo Tonggo untuk saling mengingatkan, memberi dukungan bagi warga yang sedang isolasi mandiri agar tidak khawatir mengalami diskriminasi, tidak khawatir soal logistiknya," tandas Yunia.
Omzet pedagang naik
Aktivitas pedagang oprokan pasar pagi Sukoharjo berlangsung pukul 01.00-07.00 WIB.(foto: brilio.net/fefy dwi haryanto)
Keputusan Disdagkop UKM Sukoharjo memberlakukan physical distancing bagi pedagang oprokan ini tidak saja berdampak pada pencegahan penularan virus corona, tapi menjadi berkah tersendiri bagi banyak pedagang. Dengan berjualan di sepanjang Jalan Jenderal Soedirman, area jualan menjadi lebih strategis. Pengunjung tidak perlu repot masuk ke area pasar maupun menyusuri gang-gang sempit yang dulunya dipakai berjualan.
Beberapa pedagang yang ditemui brilio.net mengaku mengalami peningkatan omzet. Bahkan, mereka berharap lokasi baru ini bisa terus berlanjut, meskipun pandemi berakhir.
Mbah Harni (66), misalnya. Pedagang yang sudah 14 tahun berjualan oprokan itu mengaku penataan pasar yang baru membuat dagangannya lebih laris. Dia dulu sampai harus berpindah dua kali untuk mendapatkan lokasi yang ramai pembeli. "Di sini malah lebih ramai," ujar pedagang sayur asal Karnosari, Sukoharjo.
Dahulu Mbah Harni hanya berjualan dua jam, pukul 00.00-02.00 WIB karena tidak banyak pembeli. Sekarang, dia berjualan hingga pasar pagi tutup. "Dulu hanya jualan sayuran, sekarang tambah bawa cabai, tomat," katanya bersemangat.
Ramainya pengunjung bahkan menjadi magnet bagi pedagang luar Sukoharjo. Meski tidak setiap hari datang, tapi sejumlah pedagang ikut mencoba peruntungannya di sana. Salah satunya, Ranti, asal Juwiring, Klaten. Wanita paruh baya itu memboyong petai dari daerahnya untuk dipasarkan di Sukoharjo.
Lantaran pedagang pendatang, dia tidak memiliki lapak di sana. Ranti mencari tempat yang kosong untuk menggelar dagangannya, dengan tetap mengikuti protokol kesehatan. "Tidak setiap hari ke sini," tukasnya.
Menurut Lurah Pasar, para pedagang juga telah menyampaikan perihal peningkatan penjualannya setelah kebijakan baru ini diterapkan. "Alhamdulillah mereka enjoy. Bahkan minta selamanya (diterapkan)," tutur Widadi.
Kenyamanan pedagang tercipta karena Pemkab Sukoharjo tidak sekadar memindahkan pedagang, tapi juga mengatasi keluhan-keluhan yang muncul saat awal-awal diberlakukan. Misalnya, soal penerangan yang semula dianggap terlalu gelap karena hanya mengandalkan lampu penerangan jalan. Kini telah ditambah dengan pemasangan lampu. Ranting-ranting pohon yang menghalangi pancaran lampu juga dibersihkan oleh dinas terkait.
Meski demikian, ada juga pedagang yang mengaku omzetnya menurun terimbas pandemi. Seperti yang dialami Paijo (49), pedagang bakso keliling. Pandemi membuat omzetnya turun dari biasanya per hari sekitar Rp 500.000 menjadi Rp 300.000.
Penataan pedagang oprokan membuatnya harus berpindah lokasi mangkal dan berkurangnya durasi berjualan. "Dulu bisa jualan sampai siang, sekarang jam 07.00 harus tutup," ungkap Paijo yang tiap harinya mulai berjualan pukul 03.00 WIB. Namun dia tak patah semangat. "Tipis-tipis (keuntungannya), daripada tidak berangkat."
Kesabaran dan ketegasan jadi kunci
Kesadaran pedagang dan pengunjung untuk menerapkan protokol kesehatan masih perlu dioptimalkan. (foto: brilio.net/fefy dwi haryanto)
Mengubah kebiasan pedagang oprokan menjadi seperti sekarang diakui Sutarmo, Kepala Disdagkop UKM Sukoharjo, bukan hal mudah. Pada awalnya banyak pedagang yang belum menaati protokol kesehatan, seperti pemakaian masker.
Pihaknya pun bekerja sama dengan sejumlah instansi lain untuk menyukseskan kebijakan baru. Misalnya, Satpol PP secara rutin melakukan operasi menertibkan pedagang yang enggan memakai masker. "Dulu kalau ada yang tidak pakai, kita beri. Kalau sekarang kita suruh keluar," tegasnya.
Para pengelola pasar dan HPP (Himpunan Pedagang Pasar) juga diperintahkan untuk terus mensosialisasikan 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak) untuk pencegahan penularan virus corona. "Kuncinya harus sabar. Kesadaran para pedagang membuat (kebijakan) ini bisa berjalan," tandas Sutarmo.
Sementara itu Lurah Pasar Ir Soekarno, Widadi, menceritakan, ada dua cara yang ditempuh untuk mensosialisasikan 3M, yakni menggandeng paguyuban pedagang dan menjelaskan langsung ke pedagang. "Butuh ketegasan untuk bisa konsisten berjalan," tuturnya.
Pelibatan paguyuban pedagang ini juga saat pembagian lapak, sehingga tidak terjadi masalah di antara pedagang. Menurut Widadi, setiap pedagang dikenakan retribusi lapak sesuai Perda yakni Rp 450/m persegi dan uang sampah Rp 50.
Recommended By Editor
- Ini syarat dan biaya ikut rapid test Covid-19, mudah dan cepat
- Persiapan sebelum perjalanan luar kota naik kereta api/bus saat ini
- Ini persiapan sebelum perjalanan luar kota naik pesawat saat ini
- Ini persiapan sebelum perjalanan luar kota naik mobil pribadi saat ini
- 9 Momen unik pernikahan dengan konsep drive thru
- 6 Tips untuk orang tua hadapi new normal anak di sekolah