Brilio.net - Penelusuran tragedi Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur hingga kini masih berlanjut. Sebelumnya, Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendapatkan informasi soal gas air mata yang ditembakkan saat tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang, sudah kedaluwarsa. Hal ini disampaikan Komisoner Komnas HAM, Choirul Anam, kepada wartawan pada Senin (10/10).

"Iya jadi soal yang apa (gas) kedaluwarsa itu informasinya memang kita dapatkan. Tapi memang perlu pendalaman," kata Anam, seperti dilansir brilio.net dari Liputan6 pada Selasa (11/10).

Kini Polri pun akhirnya mengakui sejumlah gas air mata yang digunakan aparat dalam insiden di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur pada Sabtu (1/10) malam lalu telah kedaluwarsa atau melewati batas masa guna. Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan gas air mata itu disebut telah kedaluwarsa pada tahun 2021.

Namun, Dedi mengatakan pihaknya belum dapat memastikan berapa jumlah gas air mata yang telah kedaluwarsa tersebut. Hal itu sampai saat ini masih didalami tim Laboratorium Forensik Polri.

"Ada beberapa yang diketemukan. Yang tahun 2021 ada beberapa, saya masih belum tahu jumlahnya. Tapi itu yang masih didalami, tapi ada beberapa," tutur Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan.

Menurut Dedi, berdasarkan keterangan dokter disebutkan bahwa tidak ada kandungan zat kimia berbahaya yang dapat mematikan seseorang dalam gas air mata, baik itu dalam kondisi baik ataupun kedaluwarsa.

"Kembali lagi saya mengutip apa yang disampaikan oleh dokter Masayu Evita. Di dalam gas air mata memang ada kedaluwarsa atau expired-nya. Sedangkan harus mampu membedakan ini kimia, beda dengan makanan. Kalau makanan ketika dia kedaluwarsa, maka di situ ada jamur, ada bakteri, yang bisa mengganggu kesehatan," jelasnya.

"Kebalikannya dengan zat kimia, atau gas air mata ini, ketika dia expired, justru kadar kimianya itu berkurang. Sama dengan efektifitasnya gas air mata ini. Ketika ditembakkan, dia tidak bisa lebih efektif lagi," sambung Dedi.

Dedi mengatakan gas air mata yang telah kedaluwarsa justru mengalami penurunan dari segi fungsi. Kondisi tersebut membuat efeknya berkurang, bukan malah mematikan.

"Ditembakkan, jadi ledakan di atas, ketika tidak diledakkan di atas maka akan timbul partikel-partikel yang lebih kecil lagi daripada yang dihirup, kena mata mengakibatkan perih. Ya jadi kalau misalnya sudah expired, justru kadarnya dia berkurang secara kimia, kemudian kemampuannya gas air mata ini akan menurun. Gitu," tandasnya.

Gas air mata bukan penyebab kematian.

Dedi juga menyampaikan bahwa berdasarkan keterangan dokter RS Saiful Anwar, Malang, tidak ada yang menyebut gas air mata menjadi penyebab kematian dalam tragedi Stadion Kanjuruhan. Penyebab kematian para korban justru diduga karena kekurangan oksigen akibat berdesak-desakan.

"Dari penjelasan para ahli, spesialis yang menangani korban yang meninggal dunia maupun korban-korban yang luka, dari dokter spesialis penyakit dalam, penyakit paru, penyakit hati dan juga spesialis penyakit mata menyebutkan tidak satupun yang menyebutkan penyebab kematian adalah gas air mata," tuturnya.

"Tapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen. Terjadi berdesak-desakan, kemudian terinjak-injak, bertumpuk-tumpukan yang mengakibatkan kekurangan oksigen pada Pintu 13, 11, 14, 3," jelas Dedi.