Brilio.net - Aktivitas Gunung Anak Krakatau atau Anak Krakatau menjadi salah satu pemicu tsunami yang melanda pantai sekitar Selat Sunda pada Sabtu (22/12) lalu. Hal tersebut dibenarkan pihak Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang mengatakan bahwa sejak Juni lalu memang Anak Krakatau sudah cukup aktif.
Hingga kini erupsi gunung Anak Krakatau terus terjadi. Dari empat level yang menjadi patokan tingkat bahaya letusan gunung, gunung yang berada di Selat Sunda ini kini sudah masuk level 3, yaitu Siaga. Zona berbahaya juga telah diperluas dari 2 kilometer menjadi 5 kilometer dari puncak kawah.
Dilansir brilio.net dari BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) pada Kamis (27/12), Pemantauan Anak Krakatau dilakukan menggunakan 3 data satelit radar Sentinel-1A orbit menurun (descending) dalam model 1W-TOPSAR. Pada 29 November, 11 Desember, dan 23 Desember 2018 pukul 05.33 WIB. Menggunakan perangkat lunak SNAP, memilah data IW3 dan burst 1-7 serta fungsi subset untuk kompleks krakatau.
BACA JUGA: 10 Potret udara daerah yang terkena tsunami Selat Sunda
Sebelum terjadi bencana tsunami Sabtu lalu, Anak Krakatau ternyata juga sudah mengalami erupsi hingga longsor. BPPT sudah merilis keadaaan Anak Krakatau usai longsor yang memicu gelombang tsunami datang.
Masyarakat terus diimbau agar tak melakukan aktivitas di sekitar pantai pada jarak 500 meter hingga 1 kilometer dari pantai di Selat Sunda. Kendati demikian, masyarakat juga diimbau untuk tetap tenang dan meningkatkan kewaspadaannya. Masyarakat diminta untuk selalu memantau informasi yang diberikan dari PVMBG untuk peringatan dini gunung api dan BMKG untuk peringatan dini tsunami, selaku institusi resmi.
Berikut potret kondisi Anak Krakatau terkini usai longsor terjadi yang memicu tsunami datang, dan perbedaan kondisi sebelum dan sesudah longsor, seperti dilansir brilio.net dari BPPT dan LAPAN pada Kamis (27/12).
1. Peta citra satelit perubahan morfologi dari Anak Krakatau.
foto: Lapan
Berdasarkan pengamatan dari tanggal 1 Agustus hingga 23 Desember 2018, diketahui terjadi perubahan yang signifikan pada daerah kawah dan sekitarnya akibat erupsi tanggal 22 Desember 2018. Kawah terlihat bertambah lebar secara signifikan pada 23 Desember 2018. Dapat diketahui bahwa erupsi pada tanggal 22 Desember 2018 lebih besar daripada erupsi pada periode 31 Juli hingga 10 Desember 2018.
2. Perbandingan citra secara keseluruhan.
foto: BPPT
Terlihat foto keberadaan Anak Krakatau bersama Pulau Sertung, Pulau Panjang, dan Pulau Rakata. Gambar ini dipantau dari citra satelit radar sentinel-1 A pada 11 Desember dan 23 Desember 2018 pukul 05.33 WIB.
3. Perbandingan citra berpusat pada gunung Anak Krakatau 11 Desember dan 23 Desember 2018.
foto: BPPT
Dari foto tersebut terlihat bahwa Anak Krakatau mengalami perubahan permukaan seluas sekitar 357 m dan 1.800 m. Tampak pada foto citra Anak Krakatau pada bagian kiri bawah pada gambar sudah hilang. Menjadi bukti bahwa Anak Krakatau sudah mengalami kelongsoran.
Berikut video yang berkaitan dengan tsunami di Selat Sunda:
Recommended By Editor
- Ini alasan wanita yang lakukan selfie di lokasi tsunami Banten
- 10 Tsunami dengan korban jiwa terbanyak dunia, dua di Indonesia
- Video letusan Anak Krakatau 1927, gunung masih di bawah laut
- 5 Fakta misteri suara dentuman misterius di Jawa Barat & Sumsel
- 14 Tahun tsunami Aceh, 15 foto kenangan ini bikin termangu