Brilio.net - Main hakim sendiri terjadi lagi di Cikupa, Tangerang pada Minggu (12/11). Sepasang kekasih berinisial R dan M, diarak dan dianiaya warga setelah keduanya digerebek di sebuah rumah kontrakan karena diduga berbuat mesum. Tak hanya itu, R dan M dipaksa untuk melepaskan bajunya.
Lokasi penggrebekan/foto: Merdeka.com
Setelah dilakukan penyelidikan oleh kepolisian, pasangan R dan M ternyata tidak berbuat mesum. "Ketua RT berinisial G menggedor pintu ini, kebetulan pintu ini tidak tertutup rapat dan langsung dipaksa mengaku berbuat mesum," kata Kapolres Kota Tangerang AKBP Sabilul Alif dikutip dari Merdeka.com, Rabu (15/11). Sejauh ini, polisi sudah menetapkan 6 tersangka terkait kasus ini, termasuk dua perangkat desa.
Aksi main hakim sendiri ini bukan kali pertama. Pada 2016 lalu, seorang remaja putri berusia 15 tahun berinisial RS diarak dalam kondisi bugil karena dituduh telah mencuri sandal dan pakaian bekas di rumah tetangganya.
foto: Merdeka.com
"Adik saya, dan keluarga tak bisa berbuat apa-apa melihat kejadian tersebut, kami takut. Tak lama kemudian adik saya yang telanjang dan berkalungkan sandal serta pakaian curian kemudian dipaksa berjalan keliling kampung," jelas kakak kandung RS Paryono dikutip dari Merdeka.com.
Menanggapi aksi main hakim sendiri yang marak terjadi ini, dosen Sosiologi UNS Solo, Dr Drajat Tri Kartono menjelaskan, sikap masyarakat ini disebut sebagai kontrol sosial. "Masyarakat melakukan kontrol sosial untuk menjaga ketertiban," ujarnya saat dihubungi brilio.net, Rabu (15/11).
Kontrol sosial ini didasarkan oleh adat dan aturan dari suatu masyarakat. Masyarakat memiliki solidaritas mekanik yang berasal dari ikatan emosional.
Solidaritas mekanik ini bisa berakhir pada aksi kekerasan atau fisik seperti umpatan, kemarahan, dan dipermalukan di depan umum. "Hal ini sebenarnya ditujukan untuk memberi efek jera untuk pelaku. Tapi hal ini tidak bagus untuk masyarakat," ujar pria kelahiran tahun 1966 ini.
foto: Pixabay
Pria lulusan S3 Sosiologi UI ini juga menyayangkan terjadinya insiden main hakim sendiri oleh masyarakat di Tangerang. "Semestinya kejadian seperti itu (kasus di Tangerang) diselesaikan dengan pertemuan adat," ujarnya.
Menurutnya kasus kriminal atau asusila sebaiknya diserahkan ke pihak berwajib seperti polisi atau kelurahan setempat. Dialog harus lebih dikedepankan dalam insiden seperti ini.
Drajat berpesan kepada generasi milenial untuk tidak melupakan norma sosial masyarakat. Ketika memasuki dunia dewasa, anak muda harus bisa beradaptasi dan mengerti peraturan masyarakat. "Anak-anak muda harus paham dengan norma sosial masyarakat, tidak boleh seenaknya," ujarnya.
Sebaliknya, dia juga berpesan kepada masyarakat untuk tidak main hakim sendiri. "Masyarakat harus punya kontrol sosial yang lebih baik," tutupnya.