Brilio.net - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia kembali disorot perkara gelar doktornya yang didapat dari Universitas Indonesia (UI). Bahlil yang menjalani sidang terbuka ujian doktoral di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI Oktober lalu, kini berhadapan dengan penangguhan gelar. Hal ini tak lain lantaran audit yang dilakukan oleh pihak universitas terkait disertasi yang dibuat oleh sang menteri. Universitas Indonesia memutuskan untuk menangguhkan kelulusan ini karena berbagai evaluasi terkait proses akademik yang ia ikuti.
Meski begitu, Bahlil justru punya pandangan yang berbeda soal penangguhan gelar doktornya tersebut. Ia mengartikan moratorium tersebut sebagai sebuah kesempatan untuk memperbaiki disertasinya sembari menunggu yudisium dari Unversitas Indonesia.
"Kalau rekomendasinya mungkin sudah dapat, di situ yang saya pahami bukan ditangguhkan tapi memang wisuda saya itu harusnya di Desember," ujar Bahlil.
Ia juga mengarahkan untuk bertanya lebih lanjut kepada pihak UI mengenai keputusannya. Meski mencoba meluruskan persoalan, hal ini menimbulkan diskusi publik yang tak kunjung reda, terutama soal transparansi dan standar kelulusan akademik di institusi ternama seperti UI.
foto: liputan6.com
Kontroversi Gelar Doktor Bahlil Lahadalia.
Dalam perjalanannya, kelulusan doktoral Bahlil juga diwarnai dengan tudingan tak sedap. Publik mempertanyakan bagaimana bisa proses perolehan gelarnya berlangsung instan, mengingat masa studi yang relatif cepat, hanya 1,5 tahun saja. Media sosial juga dipenuhi isu soal plagiasi disertasi Bahlil yang diduga mencatut hasil skripsi mahasiswa UIN Jakarta.
Tak hanya itu, dugaan penggunaan 'joki' dalam penyusunan disertasinya menjadi salah satu topik panas. Tuduhan ini tentu saja mencoreng citra akademik dan menimbulkan spekulasi tentang integritas proses pembimbingan dan ujian yang ia jalani. Meskipun belum ada bukti kuat yang menguatkan tuduhan ini, bola liar yang bergulir di media sosial tersebut memperkuat keingintahuan publik dan mendorong UI untuk melakukan audit terhadap proses akademik di SKSG.
Mencatut Instansi Tanpa Izin
Disertasi yang berjudul "Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia" itu mendapatkan perhatian luas, tak hanya karena isi materinya, tetapi juga karena adanya tuduhan bahwa nama sebuah instansi, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), dicantumkan tanpa izin.
Menurut Koordinator Nasional JATAM, Melky Nahar, organisasi mereka sama sekali tidak memberikan izin untuk dicantumkan sebagai informan utama dalam disertasi Bahlil. Dalam surat resmi yang ditujukan kepada Rektor UI, Ketua Senat Akademik UI, dan beberapa pejabat lainnya pada 6 November 2024, Melky menjelaskan bahwa pihaknya hanya setuju untuk diwawancarai oleh Ismi Azkya, yang memperkenalkan diri sebagai peneliti dari Lembaga Demografi UI.
Mereka tidak diberi tahu bahwa wawancara tersebut merupakan bagian dari penelitian untuk disertasi Bahlil. JATAM baru mengetahui bahwa nama mereka telah tercantum setelah menerima salinan disertasi pada 16 Oktober 2024, dan mereka merasa keberatan atas penggunaan nama mereka tanpa persetujuan eksplisit.
“JATAM tidak pernah memberikan persetujuan, baik secara tertulis maupun lisan, untuk menjadi informan utama bagi disertasi tersebut,” kata Melky dalam suratnya.
Respons Universitas Indonesia
Sebagai respons, Universitas Indonesia bergerak cepat untuk memastikan bahwa proses pendidikan di SKSG tetap berjalan dengan prinsip integritas. Dalam sebuah Nota Dinas bernomor ND-539/UN2.MWA/OTL.01.03/2024, UI meminta maaf kepada masyarakat dan mengumumkan evaluasi mendalam terhadap tata kelola program doktoral. Audit investigatif telah dilaksanakan oleh Tim Investigasi Pengawasan Pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang terdiri dari unsur Senat Akademik dan Dewan Guru Besar. Penyelidikan ini mencakup aspek penerimaan mahasiswa, proses pembimbingan, publikasi, hingga syarat kelulusan dan pelaksanaan ujian.
UI juga memutuskan untuk menunda sementara penerimaan mahasiswa baru di program doktoral SKSG hingga hasil audit komprehensif selesai. Langkah ini menunjukkan komitmen institusi dalam menjaga kualitas dan kredibilitas akademik, meskipun berdampak pada kasus Bahlil yang tengah menjadi pusat perhatian.
Respons UI terhadap isu yang bergulir panas di masyarakat ini mendapat apresiasi dari tokoh publik Rocky Gerung. Sejak awal, filsuf lulusan UI ini juga menyoroti gelar doktor Bahlil Lahadalia dan juga sistem pendidikan tinggi di UI yang menurutnya kacau. Karena itu, audit dan moratorium ini merupakan langkah yang bijaksana dalam mempertahankan kredibilitas UI sebagai lembaga pendidikan nomor wahid di Indonesia.
“Ya, saya kira ini langkah yang bijaksana yang diambil oleh UI,” ungkapnya dalam sesi wawancara daring, Kamis (14/11).
Namun, meski itu adalah langkah yang bijaksana, Rocky juga menggarisbawahi beberapa persoalan yang patut menjadi evaluasi dari pihak universitas.
“Tapi ada hal yang harus dikejar terus yaitu pembatalan atau penundaan itu basa-basi aja. Sejak awal seharusnya dipastikan bahwa prosedur yang memungkinkan lolosnya saudara Bahlil itu adalah manipulatif,” ungkapnya lantang.
Artinya, Rocky Gerung juga menyoroti bagaimana sistem pendidikan di UI, termasuk sistem penerimaan dan penyusunan disertasi maupun kriteria kelulusan patut dibenahi lagi pasca insiden Bahlil Lahadalia.
foto: merdeka.com
Bahlil dan Pandangannya Mengenai Moratorium
Meski dihadapkan pada sorotan dan kritik bertubi-tubi, Bahlil tetap berupaya bersikap tenang. Ia menekankan bahwa fokusnya adalah menyelesaikan perbaikan disertasi dan mengikuti proses sesuai ketentuan UI.
"Saya menyertakan lulus itu kan setelah yudisium, dan yudisium saya Desember. Kalau kemarin, disertasi saya itu setelah disertasi ada perbaikan disertasi. Jadi setelah perbaikan disertasi baru dinyatakan selesai," ujar Bahlil.
Sementara itu, polemik ini menjadi pengingat bagi masyarakat akan pentingnya menjaga transparansi dan kejujuran dalam dunia pendidikan. Apalagi, ketika melibatkan sosok publik seperti pejabat negara, pengawasan ketat menjadi keharusan agar integritas lembaga pendidikan tetap terjaga.
Chusnul Mariah, Ph.D, Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia juga mengingatkan bahwa perkara ‘manipulasi’ dalam dunia pendidikan ini bisa terjadi di mana saja, tak hanya UI, melainkan universitas-universitas lain juga. Karena itu, pembenahan sejak dari sistem menjadi urgensi yang tak bisa dikesampingkan.
“Artinya itu ada masalah (re: terkait keluluasan disertasi), dan itu tidak hanya terjadi di UI,” ujarnya dalam wawancara bersama Abraham Samad, seperti dikutip brilio.net.
Ia pun mengamini bahwa ada kerusakan sistemik yang memang terjadi dalam ranah pendidikan, terutama pendidikan tinggi di Indonesia. Bahkan, dengan lantang ia mengatakan bahwa rusaknya pendidikan tinggi ini ditengarai oleh pejabat publik yang berlomba meraih gelar namun tak mau belajar.
“Yang merusak dunia pendidikan, adalah pejabat yang menginginkan gelar-gelar tapi nggak mau belajar,” pungkasnya lantang.
Recommended By Editor
- Banyak kasus guru dan murid berakhir di bui, bagaimana respons Mendikdasmen dan Polri?
- UI minta maaf atas pemberian gelar doktor Bahlil Lahadalia, akui ada kekurangan
- Mendikdasmen gandeng Polri, wacanakan Pramuka Bhayangkara kembali dihidupkan, apa urgensinya?
- Ujian Nasional meningkatkan minat belajar tapi bukan alat ukur kelulusan yang adil, mengapa?
- Bandingkan dengan Australia, ini alasan anggota DPR dukung program belajar 13 tahun
- Usulan Gibran coding jadi mata pelajaran SD dan SMP disepakati anggota DPR, guru dituntut serba bisa