Brilio.net - Baru-baru ini, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah (RM) dan dua orang lainnya terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Daerah Bengkulu. Penangkapan Rohidin bersama beberapa pejabat lainnya, termasuk Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu dan ajudannya ini terkait dugaan pengumpulan dana untuk Pilkada. Ia ditangkap beberapa hari jelang Pilkada Serentak 2024 dilaksanakan.
KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, yang juga mencalonkan diri sebagai petahana dalam Pilkada Bengkulu. Penangkapan dilakukan di Bengkulu dan melibatkan tujuh orang lainnya, termasuk Sekretaris Daerah (Sekda) Bengkulu, Isnan Fajri, serta ajudan gubernur, Evriansyah alias Anca pada Sabtu, 23 November 2024. Dalam operasi tersebut, KPK menyita sejumlah uang tunai yang diduga merupakan hasil pungutan untuk mendukung kampanye Pilkada.
"Hingga saat ini, KPK telah mengamankan delapan orang dari jajaran Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu," ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, kepada media.
foto: liputan6.com
Gubernur Bengkulu tersebut diduga berlaku curang dengan memanfaatkan para bawahannya untuk mengumpulkan uang demi ambisinya maju Pilkada. Modus ancamannya pun beragam.
“Selanjutnya sampai dengan Oktober 2024 saudara IF mengumpulkan seluruh ketua OPD dan Kepala Biro di lingkup Provinsi Bengkulu dengan arahan untuk mendukung program saudara RM yang mencalonkan diri kembali sebagai Gubernur Bengkulu,” ungkap Wakil Ketua KPK Alex Marwata dalam konferensi pers di Gedung KPK, Minggu (24/11) malam.
Salah satu modus yang digunakan oleh RM adalah ancaman terkait pekerjaan kepada bawahannya. Hal ini terlihat dari RM yang memerintahkan bawahannya berinisial TS untuk mengumpulkan sejumlah uang dengan ancaman apabila RM tidak terpilih lagi menjadi Gubernur Bengkulu, maka posisi TS di Pemda akan diganti. Terkait hal ini, TS pun mengumpulkan uang sejumlah setengah miliar rupiah untuk RM.
“Saudara TS mengumpulkan uang sejumlah Rp 500 juta yang berasal dari potongan anggaran ATK (Alat Tulis Kantor), potongan SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas) dan potongan tunjangan pegawai,” ungkap Alex lagi.
foto: liputan6.com
Selain itu, modus lain yang terungkap adalah permintaan RM kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu, berinisial SD, untuk mengumpulkan dana sebesar Rp2,9 miliar. Dana tersebut diperoleh dari potongan honor pegawai dan guru tidak tetap.
“Saudara SD mengumpulkan uang sejumlah Rp 2,9 miliar. Saudara SD juga diminta saudara RM untuk mencairkan honor PTT (pegawai tidak tetap) dan GTT (guru tidak tetap) se-Provinsi Bengkulu sebelum tanggal 27 November 2024. Jumlah honor (yang dipotong) per orang Rp 1 juta,” tutur Alex Marwata.
Dalam hal ini, artinya gaji guru tidak tetap atau guru honorer dipangkas dengan nominal hingga Rp 1 juta per orang demi memenuhi syahwat politik calon petahana tersebut. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, gaji guru honorer yang terkadang masih banyak yang tidak layak atau bahkan di bawah standar, masih dikorupsi oleh pejabat yang haus kekuasaan.
Guru honorer adalah tulang punggung pendidikan nasional yang sering kali terabaikan. Kesejahteraan mereka yang harusnya menjadi prioritas, malah harus dihadapkan pada kepentingan penguasa.
foto: Instagram/@riekediahp
Kabar pemangkasan gaji guru honorer ini pun sampai ke telinga selebriti sekaligus anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka. Wanita yang akrab disapa Oneng ini pun prihatin dengan kasus RM tersebut. Apalagi dana tersebut berasal dari hak guru honorer yang selama ini kerap diabaikan.
"Masyaallah untuk pemenangan Pilkada 2024 tega-teganya nih infonya gaji guru honorer dipakai politik uang. Gaji guru honorer. Saya sih enggak ikhlas, enggak ridho. Ikhlas gak teman-teman semua? Pasti enggak lah," ungkap Rieke.
Ia pun mendesak KPK untuk mengusut tuntas perkara yang mencederai hak-hak para pendidik bangsa. Menurutnya pelaku bisa dijerat dengan pasal berlapis karena tindakan tersebut telah merugikan banyak pihak.
"Usut tuntas KPK dan seluruh penegak hukum, gunakan pasal berlapis jangan tanggung-tanggung, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), kemudian kalau ada Undang-undang pencucian uang dipakai, lalu kemudian Undang-undang Pemilu-nya juga dipakai," tegas Rieke.
Recommended By Editor
- Boro-boro dikasih surat, Peter Carey belum menerima respons apapun dari UGM usai kasus plagiat
- Restorative Justice untuk guru bukan cuma wacana, jangan sampai ada pengajar yang takut bekerja
- Ratusan ribu guru belum berpendidikan D4 atau S1, tak penuhi kualifikasi jadi sulit dapat sertifikasi?
- Gibran Rakabuming usul sistem zonasi dihapus, Ketua Komisi X DPR sebut pemerintah siapkan alternatif
- Dari usulan hapus zonasi hingga percepatan renovasi, ini gebrakan Wapres Gibran dalam dunia pendidikan