Brilio.net - Keluh kesah publik soal pelayanan rumah sakit (RS) masih kerap dijumpai di berbagai daerah. Misalnya menyangkut pelayanan yang dianggap berbeda antara pasien kaya dan miskin. Belum lagi dengan komplain mengenai tindakan tim medis yang dinilai merugikan pasien, salah satunya yang terjadi di salah satu rumah sakit di Surabaya dimana seorang pasien dilecehkan perawat.
Sebenarnya dalam memberikan pelayanan kepada publik, RS terikat dengan sejumlah aturan di dalam UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Sayangnya, aturan ini belum banyak dipahami publik, sehingga publik kerap 'diam' tanpa berani bersuara ketika menghadapi pelayanan yang tidak semestinya.
Salah satu aturan penting adalah menyangkut fasilitas pelayanan pasien. Di UU tersebut, aturan ini berada di bagian kedua yang berisi lima pasal (31-35). Dari lima pasal itu, tidak semuanya berkaitan langsung dengan pasien.
Di antara pasal yang bersentuhan langsung dengan pasien adalah Pasal 32. Pasal ini mencakup dua ayat yang mengatur tentang pelayanan pasien dalam keadaan darurat. "Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu," demikian bunyi ayat 1 Pasal 32.
Ayat ini diperkuat lagi dengan ayat 2 yang berbunyi, "Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka."
Aturan mengenai kewajiban memberikan pelayanan bagi pasien gawat darurat ini juga kembali ditegaskan di Pasal 85 Bagian Kesembilan Kesehatan Olahraga. Pada ayat 1 disebutkan, "Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan pada bencana bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan."
Sedangkan bunyi ayat 2, "Fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka terlebih dahulu."
Dalam undang-undang itu telah diatur pula sanksi bagi rumah sakit yang melanggar kedua pasal tadi. Aturan ini terdiri dari dua ayat di Pasal 190 dalam Bab XX tentang Ketentuan Pidana.
Pada pasal 1 disebutkan bahwa, pihak yang melanggar ketentuan dalam Pasal 32 ayat 2 atau Pasal 85 ayat 2, dikenai pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta. "Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)."
Sanksi berbeda jika tindakan itu mengakibatkan kecacatan atau kematian. "Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)," bunyi ayat 2.
Nah, jadi kamu bisa mengadukan pihak RS jika menemukan adanya pelanggaran dalam menangani pasien gawat darurat.