Brilio.net - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) memiliki pekerjaan rumah yang beragam, terutama terkait masalah-masalah pendidikan yang menjadi perhatian masyarakat satu dekade ke belakang. Kemendikdasmen di bawah komando Abdul Mu’ti bakal mengevaluasi besar-besaran sistem hingga regulasi pendidikan di Indonesia. Apalagi, banyak isu-isu kemunduran kualitas pendidikan, terutama di tingkat pendidikan dasar yang kerap diekspos di media sosial. Perbaikan atas kondisi keseluruhan pendidikan dasar menjadi proyek besar dalam tugas Mendikdasmen lima tahun ke depan.
Salah satu diskursus yang sudah dilempar ke publik adalah perkara Ujian Nasional. Wacana mengembalikan ujian akhir ini telah menjadi diskusi di ruang-ruang komentar. Meskipun, Mendikdasmen sendiri mengaku tak akan buru-buru memutuskan soal iya-tidaknya ujian ini bakal diberlakukan.
"Kami masih akan mengadakan lagi acara seperti ini, mengundang para ahli, para pelaku, dan juga para pengamat, termasuk mungkin nanti wartawan juga bisa kita undang untuk ikut memberikan evaluasi tentang Ujian Nasional,” katanya dalam Rakor Evaluasi Kebijakan Pendidikan, Senin lalu.
Mendikdasmen bakal mengikuti imbauan Presiden Prabowo untuk ojo kesusu alias jangan terburu-buru dalam menentukan arah kebijakan pendidikan.
Di sisi lain, wacana soal UN ini menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Ada yang setuju jika kembali diberlakukan sebagai pemantik minat belajar, ada juga yang tak setuju jika nantinya UN ini dijadikan sebagai syarat kelulusan. Jika diberlakukan sebagai alat ukur kelulusan se-Indonesia, hal ini bisa memicu dejavu terkait rasa cemas siswa jika proses belajar hanya ditentukan dalam ujian satu hari.
foto: kemendikbud.go.id
Wacana ini menjadi perbincangan menarik bagi Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK). Dalam sesi bincang-bincang dengan Itje Chodijah, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) dipaparkan polemik, urgensi, hingga pokok permasalahan Ujian Nasional. Itje melihat langsung betapa ketimpangan pendidikan di Indonesia itu nyata adanya. Perbedaan latar belakang ekonomi, fasilitas pendidikan dan lain sebagainya menurut ia perlu dipertimbangkan dalam menyusun alat ukur kelulusan.
Karenanya, ia dan beberapa tokoh lainnya mendorong penghentian UN sebagai alat ukur kelulusan bagi siswa di Indonesia.
“Kalau kami-kami (baca: ia dan tokoh-tokoh lainnya) sudah jelas menyadari, orang sekolahnya nggak sama kok diujinya sama. Itu jelas menyakiti anak-anak (baca: siswa). Dan yang kedua, (UN) hanyalah beberapa mata pelajaran. Hanya beberapa mata pelajaran membuat anak-anak mati-matian berjibaku untuk lulus,” ungkapnya seperti dikutip brilio.net.
Selain itu bagi Itje, Ujian Nasional jika diberlakukan sebagai syarat kelulusan bisa memicu tindakan curang karena adanya tuntutan untuk memenangkan ujian tersebut.
“Pendidikan ini menjadi seperti racing gitu, dan racing di sini itu hanya mata pelajaran tertentu, yang mana ketika menjelang Ujian Nasional mata pelajaran-mata pelajaran yang dianggap tidak penting seperti olahraga (dll) harus dikorbankan untuk persiapan Ujian Nasional,” papar Itje.
foto: YouTube/Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan
“Dan ketika hanya fokus pada mata pelajaran-mata pelajaran yang diujikan, pada akhirnya berkutatnya hanya pada knowledge, pembenahan sikap, pembenahan skill jadi tidak relevan,” tambahnya.
Kekhawatiran Itje ini memang beralasan. Pasalnya, lebih dari satu dekade lalu, siswa di Indonesia dihantui oleh UN sebagai syarat kelulusan. Senada dengan Itje, pengamat pendidikan Prof. Cecep Darmawan dari Universitas Pendidikan Indonesia juga menyarankan agar UN tidak lagi dijadikan sebagai syarat kelulusan siswa.
“UN sebaiknya tidak dikaitkan dengan kelulusan siswa. UN dapat berperan sebagai evaluasi ketercapaian kinerja pendidikan di tingkat nasional,” ungkapnya.
Ia juga memiliki kekhawatiran yang sama dengan Itje yakni bila UN jadi syarat kelulusan, nantinya akan membuat mata pelajaran lain cenderung dikesampingkan.
Sementara itu, Komisi X DPR RI justru terbuka dengan wacana UN bakal diberlakukan kembali. Setujukah kamu jika UN kembali diberlakukan?
Recommended By Editor
- Bandingkan dengan Australia, ini alasan anggota DPR dukung program belajar 13 tahun
- Usulan Gibran coding jadi mata pelajaran SD dan SMP disepakati anggota DPR, guru dituntut serba bisa
- Ketika pemerintah bikin program sekolah khusus korban kekerasan, jangan sampai anak merasa diasingkan
- Indonesia kekurangan 1 juta pengajar, Mendikdasmen akan terus melakukan rekrutmen guru ASN
- Pemerhati sebut wajar jika kurikulum pendidikan terus berubah-ubah, begini pertimbangannya