Brilio.net - Semua anak di mana pun mereka berada layak mendapatkan fasilitas pendidikan yang memadai. Namun faktanya, di sejumlah daerah, khususnya di pelosok yang jauh dari perkotaan, seperti di kaki Gunung Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, banyak anak usia sekolah kesulitan untuk mengakses buku-buku bacaan yang sebenarnya sangat mereka butuhkan. Hal ini misalnya dirasakan anak-anak yang berada di Desa Pledokan Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang yang selama bertahun-tahun sulit memegang apalagi leluasa membaca buku.
Mereka mungkin sudah merasa ini adalah takdir yang harus diterima. Apalagi rumah mereka berada di kaki gunung yang sulit diakses kendaraan umum. Akibatnya, habis sekolah mereka hanya tinggal di rumah, bermain dan sesekali membantu orang tua bekerja. Hal ini membuat daya saing "anak gunung" sulit bersaing dengan anak daerah lain. Beruntung mereka bertetangga dengan Waljiono yang tinggal di Dusun Resowinangun, RT 01 RW 04 Desa Pledokan. Kang Wiji, begitu dia biasa disapa, melihat anak-anak di sekitar rumahnya memerlukan tempat baca selain di sekolah.
Suasana anak-anak belajar bersama di Rumah Uplik/foto: gandasaritemplate.blogspot.co.id
Kang Wiji sebenarnya orang yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi. Sebelumnya dia bekerja sebagai satpam di Kota Semarang. Namun melihat kondisi anak-anak sekitar yang menurut rentan dipengaruhi budaya asing yang negatif, dia berinsiatif untuk menyediakan buku-buku bacaan yang bisa mereka pelajari sendiri.
Tekad yang bulat itu, maka mulai 22 Septerber 2012 dia berkeliling desa sambil membawa buku bacaan. Lambat laun anak-anak yang tahu jika Kang Wiji punya banyak buku, mereka pun datang ke rumah Kang Wiji. Makin lama jumlah anak yang datang makin banyak.
Minat baca yang tinggi ini disambut gembira oleh Kang Wiji. Namun di sisi lain dia juga berpikir bahwa fasilitas yang dimiliki tidak cukup untuk menampung minat baca anak. Dia kemudian menjual motornya untuk biaya membeli rak buku dan mulai membangun Rumah Uplik. Koleksi Rumah Uplik pun bertambah hingga sekitar seribu buku.
Rumah Upkil kemudian tidak hanya berkembang menjadi rumah baca, namun juga menjadi sanggar budaya dan pusat kreativitas anak. Dia dibantu teman-temannya untuk menambah pelayanan bagi anak-anak. Untuk membiayai Rumah Uplik, Kang Wiji menyisihkan uang dari jualan susu kedelainya serta sumbangan beberapa donatur komunitas yang datang berkunjung ke Rumah Uplik.
Fasilitas Rumah Uplik yang sederhana tapi berikan banyak manfaat/foto: gandasaritemplate.blogspot.co.id
Saat ini Rumah Uplik mulai dilengkapi dengan beberapa alat kesenian. Anak-anak pun diperkenalkan dengan berbagai kegiatan seni. Sejumlah acara diikui oleh anak-anak Rumah Uplik mulai dari belajar seni peran, memainkan alat kesenian, dan berbagai kegiatan lainnya yang mampu menggugah keberanian dan kepercayaan diri mereka.
Melihat semaraknya kegiatan Rumah Uplik, banyak pihak yang menjadikannya sebagai tempat studi banding. Sejumlah komunitas dan lembaga pendidikan rela menempuh jalan berliku di lereng pegunungan untuk sampai ke Rumah Uplik. Mereka umumnya melihat banyak sisi positif yang dikembangkan di Rumah Uplik. Testimoni misalnya disampaikan oleh Dewi Rieka Kustiantari, seorang ibu yang mengajak anaknya ke Rumah Uplik. "Subhanallah, Pak Wal (Kang Wiji, Red) dan anak-anak Pledokan hebat ya. Nggak menyangka, di dusun yang lumayan jauh letaknya dari kota, anak-anaknya bersemangat untuk maju," ujar Dewi dalam blognya www.dewirieka.com.
Kegiatan seni anak-anak Rumah Uplik/foto: dewirieka.com
Kang Wiji tanpa banyak bicara dan tanpa terekspos media telah menjadi pelita yang menerangi harapan anak-anak lereng gunung Ungaran. Semangatnya yang keras, khas semangat bangsa ini telah #BikinKerenIndonesia. Kisah-kisah inspiratif lain bisa kamu dapatkan di telkomsel.com/bikinkerenindonesia.
Recommended By Editor
- Dari kampung ini lahir desainer-desainer logo kelas internasional
- Mahasiswa ini tampan, pintar & berpenghasilan Rp 100 juta/bulan
- 12 Foto Lifia & Niala, YouTuber cilik berpenghasilan Rp 50 juta/bulan
- Demi sang anak, ibu ini pompa ASI sambil lari maraton
- Bocah 8 tahun ini buka toko kue demi bisa belikan rumah buat ibunya