Brilio.net - Wanita selalu digambarkan dengan sosok yang lemah lembut dan penuh kasih sayang. Perjuangan seorang wanita menjadi ibu juga patut kita hargai, karena dia rela mempertaruhkan nyawanya demi merawat hingga melahirkan anaknya. Tak sedikit dari mereka yang melakukan pekerjaan yang ringan hingga berat. Hal ini yang menjadikan wanita sebagai manusia hebat.
Dulu memang wanita hanya boleh melakukan pekerjaan yang ringan, tapi emansipasi wanita saat ini membuat derajat wanita sama seperti laki-laki. Bukan untuk menandingi seorang laki-laki, tapi untuk melengkapi. Apalagi jika seorang wanita harus bekerja untuk mencukupi kondisi ekonomi keluarga. Mereka tetap mandiri, meski telah ditinggal suami, karena telah terlatih untuk bekerja.
Hal ini tampaknya juga dirasakan oleh Mbok Payem. Nenek kelahiran Wonosari tahun 1965 ini masih semangat untuk bekerja.
Mbok Payem yang tinggal di Kadipaten Barat, Yogyakarta, ini masih rela berjualan wedang ronde menggunakan gerobak yang sudah cukup usang di pinggir jalan demi mencukupi kebutuhan hidupnya dan juga anak-anaknya yang berjumlah sembilan orang. Apalagi dengan jumlah anak yang banyak, Mbok Payem masih sering dimintai uang oleh mereka. Mengingat pekerjaan anaknya yang masih serabutan dan tidak menentu dalam mendapatkan uang. Jadi, Mbok Payem yang bernama lengkap Karsowiyono inilah yang akhirnya mencari uang.
Dalam membuat adonan ronde, Mbok Payem selalu dibantu oleh anaknya, Waryani (39) sejak pagi. Saat hendak berjualan, Mbok Payem sering dibantu oleh putranya, Paryanto (60) untuk mendorong gerobaknya ke tempat berjualan dan mendirikan terpal sederhana. Akan tetapi saat berjualan, Mbok Payem hanyalah sendirian.
Sebelum berjualan wedang ronde, dulunya Mbok Payem pernah berjualan gulai pada tahun 1951 di Pasar Beringharjo. Tapi kondisi perekonomian yang tidak menentu pada saat itu dan lokasinya yang jauh untuk berjualan membuat Mbok Payem harus berhenti jualan.
"Aku ki nek dodol opo-opo wae mesti laris, tapi pas jaman PKI kuwi angel, terus awakku kerep masuk angin (Saya itu kalau jualan apa-apa pasti laris, tapi waktu zaman PKI susah, lalu badan saya sering masuk angin)," kata Mbok Payem ketika ditemui brilio.net, beberapa waktu lalu.
Kamu pasti terkejut saat tahu harga semangkuk wedang rondenya. Cukup membayar Rp 3.500 saja, kamu sudah bisa menikmati wedang ronde yang diproduksi sendiri oleh Mbok Payem. Wah, cukup murah ya, sekaligus aman karena dibuat langsung dari dapur dan bebas bahan pengawet.
Setiap bulannya, Mbok Payem yang akrab disapa dengan Mbok Min oleh warga sekitar, bisa mengantongi uang sekitar Rp 200.000 dari berjualan wedang ronde. Akan tetapi besar kecilnya uang yang didapatkan tetap tergantung dari banyaknya pembeli yang datang. Tak jarang banyak pembeli yang sudah menjadi langganan Mbok Payem dan sering memberinya uang lebih.
Meski sudah tua, nenek berusia 83 tahun ini memiliki pendengaran yang masih baik. Jadi kamu nggak perlu teriak-teriak buat memesan semangkuk wedang ronde. Oh iya, sebaiknya memang kamu menggunakan Bahasa Jawa halus agar mudah dimengerti olehnya. Jangan pakai bahasa gaul apalagi bahasa alay ya! Akan tetapi jika kamu tidak bisa menggunakan bahasa Jawa, cukup gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mbok Payem akan senang hati bercerita dan meracik wedang ronde untukmu.
Anyway, kalau kamu mau membeli wedang ronde di sini, kamu sebaiknya menunggu Mbok Payem selesai meracik adonan wedang ronde di dekat gerobak lalu membawanya sendiri. Kenapa? Ya, mengingat nenek ini yang sudah sepuh dan jalannya yang pelan banget.
Tak hanya para tetangga di sekitar tempat Mbok Payem yang sering membeli wedang ronde, saat musim liburan, gerobak Mbok Payem cukup ramai oleh pembeli.
"Mbok Min itu sosok pekerja keras, berjualan dengan ikhlas, kadang ada pembeli yang bisa membayar seadanya juga tetap dilayani dengan ramah. Salut," ujar salah satu karyawan Optik Naufal, Aon (32), yang sangat berdekatan dengan lapak wedang ronde Mbok Payem.
Nah, buat kamu yang merasa wanita, jangan mau dianggap malas-malasan dalam bekerja atau melakukan pekerjaan apapun. Apapun kehidupan yang harus kamu jalani sudah sepatutnya untuk selalu disyukuri, bukan dari besarnya pendapatan yang akan kamu terima. Tapi dari kebahagiaan yang akan kamu dapatkan dan nikmat yang akan Tuhan berikan.
Recommended By Editor
- Mbah Sadiman, sosok pahlawan bagi warga Gunung Gendol
- Parino, veteran PETA, usia 16 tahun sudah berjuang memanggul senjata
- Kisah haru nenek Tispen, tinggal di tepi jalan mencari keluarganya
- Kisah kejujuran anak SD kembalikan iPhone yang hilang
- Bukti bahwa toleransi beragama itu ada dan indah!
- Mbah Rubiyem, 40 tahun bekerja sebagai buruh gendong di Beringharjo
- VIDEO: Meski idap Anemia langka, gadis 6 tahun ini lincah menari Zumba
- 15 Tahun sudah angkringan ini melayani penumpang kereta, legend!
- Kisah Mulyanto, kecelakaan membuatnya kehilangan rasa lapar & haus
- Di tempat ini bayar parkir sekaligus sedekah, luar biasa!