Brilio.net - Lazimnya, pentas wayang kulit diambil dari epos Ramayana atau Mahabharata. Tetapi jalan berbeda dilakukan oleh seorang dalang bernama Lutfianto. Nama bekennya dalam pentas wayang adalah Ki Lutfi Caritagama. Lelaki 43 tahun ini merupakan salah seorang dalang kontemporer yang mengenalkan Wayang Kekayon Khalifah. Misi dari Ki Lutfi adalah mengenalkan superhero muslim melalui medium wayang kulit.

Pentas Wayang Kekayon Khalifah ini beda dari wayang kulit. Satu hal yang mencolok adalah wayang yang digunakan. Semua wayang tampak serupa berbentuk gunungan dengan pola tulisan kaligrafi Arab. Tak ada sinden dalam pentas wayang ini. Iringan musiknya adalah geguritan yang dilantunkannya dengan diiringi keprakan dan dhodhogan.

 Ia menampilkan sebuah pertunjukan wayang baru dengan jalan cerita yang berasal dari khazanah dan tokoh kebudayaan Islam. Pagelaran wayang ini menceritakan kisah perjalanan hidup para sahabat nabi maupun tokoh superhero muslim di masa awal penyebaran Islam. 

"Saya mau mendialogkan Islam dalam budaya Jawa. Tokohnya tidak lagi Nakula Sadewa. Tapi saya ambil dari Sirah Nabawiyah, sejarah para sahabat Nabi," tutur dalang Jurusan Sastra Jawa UGM saat ditemui brilio.net, kemarin. 

Kendati memiliki bentuk serupa gunungan, namun paraga Wayang Kekayon Khalifah memiliki simbol berbeda dalam berbagai warna. Simbol-simbol tersebut merupakan gambaran sifat maupun kepribadian tokoh dalam sebuah gunungan wayang.

guru sma hobi blusukan ki lutfianto © 2023 brilio.net

foto: Brilio.net/Ferra Listianti

"Abu Dzar al-Ghifari misalnya, dia tokoh yang dalam tanda kutip preman, berani, kemudian memberikan kritik pada penguasa dengan simbol cabenya itu," ujar sang dalang, sambil menunjukkan paraga wayang dengan gambar motif cabe mengelilingi mushaf Alquran di tengahnya.

Ceritakan Superhero Islam

Tokoh Abu Dzar al-Ghifari, hanyalah satu dari puluhan superhero muslim yang jadi tokoh wayang yang biasa Ki Lutfi mainkan dalam setiap pementasan. Saat ini sudah ada lebih dari 80 tokoh yang dibuatnya. Baik itu tokoh sahabat Nabi yang laki laki maupun perempuan, termasuk juga sahabat setelah khulafaurasyidin.

"Ini yang terakhir Rib'i bin Amir. Itu kaligrafinya dari orang Jawa Timur. Itu digunungannya ada tulisan Aksara Jawa, mengajak merdeka pada sesungguhnya. Gunungannya bentuk sangkar burung. Ini terinspirasi dari perang Qadisiah waktu itu. Di perang itu Rib'i bin Amir ini utusan dari Sa'ad bin Abi Waqqash, berhadapan dengan tentara Persia," ujarnya mengisahkan tokoh pewayangan yang ia mainkan.

Namun, sejauh ini Ki Lutfi hanya membuat tokoh muslim yang memiliki sifat baik. Sementara, yang memiliki sifat jahat tak ia peragakan dalam gunungan. Seperti Abu Jahal, salah satu musuh Nabi Muhammad SAW yang paling jahat.

Biasanya pentas Wayang Kekayon Khalifah terbagi dalam dua sesi. Satu sesi selama 1 jam untuk edukasi, menjelaskan dulu ke masyarakat lakon-lakon yang sudah ada. "Filosofinya kenapa punya inspirasi itu. Pertunjukannya nggak lama, satu lakon nggak lama 15-20 menit," ucapnya.

Uniknya dalam setiap pergelaran, setiap penonton juga akan mendapat lembaran teks untuk menyimak. Di dalam teks tersebut terdapat narasi serta tembang macapat yang berisi alur cerita sejarah lakon yang sedang dimainkan.

Berawal dari kebiasaan mendongeng

Mulanya, ide membuat wayang kekayon berawal dari kebiasannya mendongengkan sahabat Nabi kepada putri keduanya. Saat itu, Ki Lutfi hanya menggunakan kertas yang sudah diprint tulisan kaligrafi. Untuk membuat cerita lebih menarik, ia menambahkan tusuk sate di kertas tersebut mirip seperti penggambaran tokoh wayang.

"Awalnya mulai anak saya lahir, kelahiran tahun 2011 akhir. Tahun 2013 umur 2 tahun itu saya punya keinginan nggak mau membelikan mainan. Cuma tak buatkan print kaligrafi 10 sahabat Nabi," terangnya.

guru sma hobi blusukan ki lutfianto © 2023 brilio.net

foto: Brilio.net/Ferra Listianti

 

 

Keinginannya semakin membara ketika diajak mengikuti kongres wayang. Setelah melakukan riset dan studi literatur, Ki Lutfi mulai mewujudkan ide-idenya dengan mengonsep dan memvisualisasikan sejumlah tokoh sahabat Nabi dalam bentuk wayang.

"2013 itu ada kongres wayang, terus saya ikut aja sih di ajak dosen saja. Tiga hari itu di PKKH UGM dan Hotel Garuda," ungkap dalang lulusan S2 Program Studi Interdisiplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di UIN Sunan Kalijaga.

Tak hanya tokoh wayang, Lutfi juga mengonsep dan membuat sendiri lakon atau jalan cerita Wayang Kekayon Khalifah. Agar tak melanggar fikih Islam, ia menggambarkan setiap tokoh bukan dalam bentuk sosok wujud menyerupai manusia sebagaimana wayang purwa pada umumnya. Melainkan lewat seni kaligrafi dengan perwujudan berbagai warna.

guru sma hobi blusukan ki lutfianto © 2023 brilio.net

foto: Brilio.net/Ferra Listianti

Sementara dalam pembuatan wayang ia tak sendiri. Dibantu desainer dan kaligrafer dari ISI, penatah, hingga penyungging wayang profesional, ia membuat tokoh khilafah dengan memanfaatkan bahan kulit sapi asli. Tak tanggung-tanggung, untuk membuat satu tokoh wayang ia mengeluarkan biaya antara Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta per unit tergantung kerumitannya.

Blusukan dari kampung ke kampung

Lutfi mengenalkan wayang Kekayon Khalifah kreasinya dari kampung ke kampung. Terhitung, ia sudah menjelajahi berbagai masjid di Yogyakarta dalam mendakwahkan Islam dengan pagelaran wayang. Sebelumnya, ia menggelar sendiri di masjid dekat rumahnya. Kala itu, ia masih menggunakan kertas.

"Tahun 2017 awal bulan Februari itu tak gelar tak iklankan ke masyarakat sini. Masih kertas waktu itu. Biar ada respon dari masyarakat, ada masukan, nanti saya tambahin," ujar Lutfi yang saat ini menempuh program doktoral S3 yang mengambil Konsentrasi Kependidikan Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

guru sma hobi blusukan ki lutfianto © 2023 brilio.net

foto: Brilio.net/Ferra Listianti

Bukan hanya ke berbagai daerah di masjid-masjid kampung, guru bahasa Jawa di SMA Negeri 1 Pajangan Bantul ini juga telah pentas di sekolah-sekolah, kampus, komunitas, dan di beberapa pameran wayang/kaligrafi.

Selama kurang lebih 10 tahun mengenalkan superhero muslim lewat wayang kreasinya, Ki Lutfi mengaku merasakan banyak suka duka menjadi seorang dalang wayang Kekayon Khalifah. Baik itu mendapat respons positif dengan diundang di berbagai forum nasional maupun internasional, hingga bertemu sejumlah pakar mulai dari pakar kaligrafi dan sastrawan Jawa.

Seperti pada tahun 2019 lalu, Ki Lutfi mendapatkan undangan dari Konferensi Internasional Pengurus Cabang Internasional Nahdlatul Ulama (PCINU) di Belanda kampus Radboud University, Nijmegen. Namun, karena persoalan biaya, ia tak bisa berangkat ke Belanda. Ia pun hanya mengirimkan makalah mengenai kreasi wayangnya saja.