Brilio.net - Hastu Wijayasri, ia memperkenalkan namanya dengan ejaan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO). Tak lama kemudian, dua tangannya terkepal di kedua sisi kepala sambil digerakkan melengkung meniru 2 kunciran rambut, itulah nama Hastu dalam bahasa isyarat.
Hastu merupakan seorang aktivis tuli yang gencar menyuarakan hak-hak Tuli di laman sosial medianya sejak tahun 2019. Konten yang dibuat oleh Hastu berupa konten video pendek seputar edukasi tentang Tuli, pengetahuan bahasa isyarat, dan juga aktivitas sehari-hari Hastu sebagai seorang tuli.
Hastu mengakui bahwa yang menggerakkan dirinya untuk mulai membuat konten tentang dunia tuli adalah diskriminasi yang masih dialami oleh dirinya sendiri dan teman-teman tulinya.
foto: dok.pribadi Hastu Wijaya
"Aku berpikir, aku melihat teman-teman tuliku masih banyak yang mengalami diskriminasi atau bahkan dari pengalaman aku sendiri, itulah yang menyebabkan aku membuat konten" jelasnya.
Terkadang inspirasi konten pun Ia dapatkan ketika bertemu dengan teman-teman tulinya, "Jadi nggak hanya pengalaman aku aja, kalau aku ketemu teman-teman tuli terus mereka cerita pengalaman mereka, itu aku tulis lalu aku buat kontennya." jelasnya.
Menurutnya, salah satu bentuk diskriminasi yang paling sering terjadi terhadap Tuli adalah pemaksaan penggunaan ABD (Alat Bantu Dengar). Padahal yang teman-teman tuli butuhkan sebenarnya adalah akses komunikasi seperti bahasa isyarat bukan ABD.
Selain dari lingkungan masyarakat, diskriminasi ini juga dapat terjadi di dalam lingkup keluarga. Sebagai Tuli yang terlahir di tengah-tengah keluarga dengar, anak ketiga dari empat bersaudara ini mengaku tidak mempunyai akses bahasa isyarat dalam lingkup keluarganya. "Keluargaku itu semuanya oral tidak ada yang bisa isyarat, ketika aku minta isyarat mereka tidak bisa." tambahnya.
Ketika diwawancarai brilio.net pada Kamis 23/3, Hastu mengungkapkan bahwa sasaran utama kontennya adalah teman-teman dengar dan masyarakat pada umumnya. Tujuannya agar masyarakat dengar bisa mendapat informasi bahwa ada orang lain yang memiliki kondisi Tuli. Selain itu, Hastu juga ingin membuka akses seluas-luasnya bagi siapapun yang ingin belajar bahasa isyarat dengan mengikuti Instagramnya.
foto: dok.pribadi Hastu Wijaya
Gadis asal Jogja ini sengaja memilih Instagram dan TikTok sebagai media utama untuk membagikan konten-kontennya ke masyarakat luas. Menurutnya, masyarakat itu banyak yang melakukan aktivitas di Instagram dan algoritma Instagram dalam penyebaran konten pun sangat mudah. "Seringkali kita melihat video muncul-muncul di beranda padahal belum pernah memfollow kreatornya" timpalnya.
Untuk saat ini, Instagram Hastu dengan nama @hastuwijaya telah memiliki follower berjumlah 14 ribu yang diraihnya dengan cara 100% organik. Hastu memproduksi kontennya dengan upayanya pribadi, membuat ide konten sendiri, merekam dan mengedit pun ia lakukan sendiri tanpa ada tim yang membantu.
View this post on Instagram
Meskipun demikian, konten-konten yang dibuatnya pun tidak selalu disambut baik oleh netizen, Hastu beberapa kali juga sempat mendapatkan komentar yang tidak mengenakkan. Mulai dari yang berkomentar kasar, menganggap sebutan "Tuli" itu bukan sebutan yang halus, bahkan sampai mempertanyakan mengapa sebagai seorang tuli ia tidak menggunakan ABD (alat bantu dengar). Namun hal ini tidak menyurutkan semangatnya untuk terus memberi edukasi.
Saat ditanya apa motivasinya untuk terus bertahan meskipun tidak menerima bayaran dari siapapun, jawabannya cukup sederhana, teman-teman tulinya lah yang membuatnya bertahan sampai sekarang. Ia berharap masyarakat itu tersentil dengan konten-kontennya yang Ia buat dan mulai menumbuhkan kesadaran untuk belajar bahasa isyarat agar membuka akses komunikasi dengan teman-teman Tuli.
Developer Tuli pertama di Indonesia
foto: dok.pribadi Hastu Wijaya
Disebut sebagai developer Tuli pertama di Indonesia, ketika diwawancarai brilio.net, Hastu memberikan klarifikasi bahwa sebenarnya ada teman Tuli lainnya yang juga seorang developer. Namun teman Tuli tersebut lebih berfokus pada pengembangan website, berbeda dengan dirinya yang berfokus pada aplikasi software. "Jadi nggak cuma saya sendiri sebenarnya, ada juga yang lain." ungkap Hastu.
Hastu dan timnya sempat diundang oleh Google pada tahun 2018 lalu di acara Google IO (Input Output) bertempat di California, Amerika Serikat. Perempuan kelahiran 1998 ini turut mempresentasikan hasil karyanya bersama timnya, berupa aplikasi SUKA CARE yang dibuat untuk membantu teman-teman netra membaca buku. Ia juga dapat kesempatan untuk bertemu langsung dengan bos Google dan dengan developer dari seluruh dunia.
Sebagai seorang penyuka tantangan, awal mula Hastu memilih untuk berkuliah di jurusan Teknik Informatika UIN Sunan Kalijaga adalah karena sedikitnya jumlah Tuli yang mengambil jurusan ini. Hastu pun benar-benar memulai dari nol saat menduduki bangku perkuliahan, Ia sama sekali tidak mempunyai basic di dunia coding atau komputer. Ia juga berpendapat bahwa jurusan ini memiliki peluang yang besar, untuk itu Hastu juga sering memotivasi teman-teman difabel lain untuk mengambil jurusan ini.
Sebagai seorang Tuli, tidak mudah bagi perempuan yang bercita-cita menjadi pengusaha ini untuk duduk di bangku perkuliahan. Akses komunikasi lagi-lagi menjadi salah satu hambatan terbesarnya dalam belajar. Meskipun terdapat fasilitas notetaker yang disediakan oleh Pusat Layanan Difabel (PLD) di kampusnya, terkadang tetap tidak cukup untuk memahami apa yang disampaikan dosen. Ada kalanya ketika Ia tidak mengerti kemudian meminta dosen untuk mengulangi materi, dosen tidak bisa mampu melakukannya karena tidak punya pengetahuan bahasa isyarat.
Meskipun dihadapkan dengan hambatan, gadis berkacamata ini tetap memiliki semangat yang tinggi untuk berkuliah. Ia pun berhasil lulus dan resmi menyandang gelar S.Kom pada akhir 2021 lalu.
Menjadi pembicara Tuli di seminar Nasional
foto: dok.pribadi Hastu Wijaya
Belum lama ini Hastu Wijayasri turut diundang menjadi pembicara di Seminar bertajuk "Perempuan di Bidang STEM" yang diselenggarakan oleh Bank Permata pada 7 Maret 2023. Acara ini diadakan dalam rangka Hari Perempuan Internasional tahun 2023. Kebanyakan yang menjadi narasumber adalah perempuan-perempuan inspiratif dari seluruh Indonesia.
Di acara itu Ia membagikan suka-dukanya sebagai perempuan dengan disabilitas yang berkecimpung di bidang STEM (Science, Technology, Engineering, and Math). Ia menceritakan perjuangannya belajar di jurusan Teknik Informatika dan juga pengalamannya diundang oleh Google.
Melalui akun Instagramnya, Ia juga membagikan pengalamannya selama diundang ke acara tersebut. Ia mengungkapkan bahwa ingin menunjukkan ke semua orang bahwa tuli itu bisa dan mampu mencapai yang mereka inginkan.
Saat ini, Hastu adalah seorang karyawan di salah satu perusahaan BUMN di ibukota. Ia ditempatkan di posisi administrasi data atau IDM. Hastu juga masih akan terus membuat konten-konten edukasi di sosial medianya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan kebutuhan tuli sekaligus mempromosikan bahasa isyarat.
Liputan:Millenia Rizki Ramadita
Recommended By Editor
- Tampan & hidup mewah, 9 potret Sheikh Khalifa bin Hamad pangeran Qatar
- Sang anak umumkan hamil anak pertama, Bill Gates siap jadi kakek
- 11 Potret keseharian Sheikh Khalifa anak Presiden Qatar, hobi mancing
- Cara Susi Pudjiastuti timang bayi tuai kritik, disebut tak sesuai usia
- 9 Potret kenangan Tjahjo Kumolo dan Erni Guntarti, penuh momen manis