Hingga saat memasuki 5 tahun bekerja, rupanya ia harus nekat resign dari pekerjaannya karena kondisi kesehatannya yang kian memburuk.
"Saya lulus 2015, langsung merantau ke Jakarta. Tahun 2015-2020 itu kerja di salah satu pabrik pembuatan komponen otomotif," katanya.
"Karena dulu terlalu semangat nyari uang, nggak memperhatikan kesehatan, makannya tidak teratur, tidur juga tidak teratur, di tahun kelima jatuh sakit. Karena sehari kerja 12 jam, Sabtu-Minggu juga masuk," lanjutnya.
Nanang mengungkapkan jika awalnya ia hanya menderita asam lambung, namun semenjak dirawat selama kurang lebih seminggu, penyakitnya tak kunjung sembuh. Karena tuntutan pekerjaan, penyakitnya justru bertambah parah, hingga merembet ke beberapa penyakit lain.
"Awalnya cuma asam lambung, terus jadi tipes, DB, liver, dan batu empedu. Opname selama seminggu, terus nekat resign pulang ke kampung bingung mau ngapain. Akhirnya mengembangkan lidah buaya ini," kata Nanang.
"Saya juga pengen memotivasi pemuda lain, agar bisa berpenghasilan tanpa harus merantau. Karena di sini kebanyakan pemudanya pada merantau di luar kota. Jadi rumahnya pada kosong," ungkapnya.
Sampai akhirnya ia memulai berinovasi dengan mengolah lidah buaya menjadi berbagai produk siap saji hingga tembus omzet sampai Rp20 juta per bulan. Ia bersama sang ibu memproduksi berbagai produk olahan yang tak hanya memiliki rasa yang enak tetapi juga memiliki banyak manfaat. Keputusannya ini juga muncul berkat dirinya yang rajin mengonsumsi lidah buaya setiap hari hingga sembuh dari berbagai penyakit yang dideritanya.
foto: brilio.net/Anindya Kurnia
"Sembuh juga karena minum lidah buaya, diblender atau dijadikan Nata de'aloevera," celetuknya.
Awal usaha, Nanang hanya hanya membuat produk Nata De'aloevera. Setelah mulai dikenal oleh masyarakat, di tahun 2021 ia mulai membuat produk Wedang Lidah Buaya Instan. Selanjutnya muncul produk baru, seperti Permen Jelly Lidah Buaya, hingga mulai tahun 2023, produk olahan lidah buaya dengan branding 'Marvera' milik Nanang sudah semakin dikenal masyarakat. Pemasaran produknya tak hanya di sekitar Gunungkidul dan Yogyakarta, tapi mulai merambah berbagai pulau di Indonesia, hingga ke Malaysia.
"Dulu saya bikin produk hanya otodidak belajar dari Internet, bikin resep sendiri. Bahkan masih riset sampe sekarang. Rencana tahun depan juga mau merambah ke kosmetik," kata Nanang.
"Permen jelly lidah buaya ini yang menjadi produk andalan. Di sisi rasanya juga enak, luarnya crunchy, di dalamnya lembut. Tapi tetap memiliki manfaat untuk pencernaan, dan meredakan asam lambung. Anak-anak sampai dewasa juga pasti suka." lanjutnya.
foto: brilio.net/Anindya Kurnia
Nanang juga menjelaskan bahwa ia menggunakan strategi marketing dengan memanfaatkan teknologi media sosial untuk memasarkan produknya. Ia bahkan rajin mengikuti berbagai event dan pameran, baik lokal maupun nasional. Tak hanya itu, legalitas usaha produksi olahan lidah buaya juga sudah terbaca hukum, hingga melahirkan PT Marvera Aloevera Industry dengan izin produk Dinkes P-IRT, Halal, dan juga HKI Merek. Sehingga menjadikan kepercayaan masyarakat dalam menggunakan produk Marvera semakin meningkat.
Kisah Nanang dalam mencapai kesuksesan bisa menjadi sebuah inspirasi bagi para pemuda. Pasalnya, ia tak lagi gengsi untuk menjadi petani lidah buaya, di tengah pekerjaan mentereng yang banyak menjadi impian generasi milenial saat ini. Petani muda yang paham tentang teknologi, inovasi, kreativitas, dan manajemen pertanian, justru akan melahirkan generasi yang lebih kritis, mandiri, dan bermanfaat untuk orang lain.
Berkat inovasinya ini lah Nanang banyak mendapatkan berbagai penghargaan dari pemerintah, hingga mengantarkannya menjadi pembicara di acara-acara seminar. Mulai dari kampus-kampus, sekolah-sekolah, dan acara formal lainnya.
foto: brilio.net/Anindya Kurnia
"Dulu mindset saya itu ingin jadi karyawan tetap, sekarang nggak kepikiran lagi. Dari sekarang saya belajar, gimana sih membuat sistem yang bisa memberikan lapangan pekerjaan bagi orang lain dan saya sampai tua pun masih tetap berpenghasilan. Usaha kami itu tidak hanya gimana caranya dapat profit, tetapi gimana caranya kita memberikan manfaat," pungkasnya.
Recommended By Editor
- Jadi miliarder di usia 31 tahun, begini kisah inspiratif Umam Bento bangun 80 kedai kopi
- Kisah pesantren tunarungu, mendidik santri menjadi penghapal Alquran dengan bahasa isyarat
- Mengenal aktor di balik popularitas Hutan Pinus Mangunan, bermula dari pertemuan dengan Sri Sultan
- Tanpa dialasi daun pisang, ini trik bakar ikan di teflon agar matang merata dan tak lengket
- Bukan minyak goreng, ini cara usir hama semut dan kutu putih di tanaman tomat pakai 2 bahan dapur
- Tanpa treatment laser, ini cara menghilangkan flek hitam di wajah pakai masker dari 1 jenis buah