Brilio.net - Olimpiade Tokyo punya banyak cerita unik dan sisi lain di dalamnya. Sebelumnya terungkap sosok Wahyana, pria asal Yogyakarta yang menjadi wasit badminton dalam ajang olahraga bertaraf Internasional tersebut.

Kini juga ada seorang guru sekolah dasar (SD) dari Surabaya yang juga berkesempatan menjadi wasit di bidang yang sama. Wanita bernama Qomarul Lailah itu merupakan wasit perempuan di ajang Olimpiade Tokyo 2020 pada 23 Juli hingga 8 Agustus 2021.

Menariknya, wanita yang akrab disapa Lia itu pada awalnya tidak tertarik menjadi wasit, sebab tidak memahami olahraga badminton. Akan tetapi, ia pun mencoba mempelajari, mengikuti pelatihan hingga menjalani ujian tingkat provinsi.

Guru SD Surabaya jadi wasit Olimpiade    Istimewa

foto: Instagram/@nadiemmakarim

Rupanya, usaha Lia tak mengkhianati hasil. Ia dinyatakan lulus dalam tahap tersebut. Akan tetapi, pencapaian Lia belum sepenuhnya didapatkan. Bahkan dalam proses itu ia sempat diremehkan beberapa pihak.

"Sampai para pemain berteriak, 'Kok begitu wasitnya?'. Ada yang bilang, 'Ini wasit lulusan mana? Harus sekolah wasit lagi'. Lalu dengan tetap optimistis, saya terus belajar hingga saya terus membaca buku berjudul Law of Badminton. Buku itu memuat segala aturan dan instruksi dalam Bahasa Inggris," ujarnya.

Seakan tak mau fokus terhadap penilaian miring orang lain, Lia mengikuti berbagai ujian nasional di berbagai ajang. Dalam perjalanannya, ibu dua anak itu semakin melejit dalam dunia perwasitan.

Kendati demikian, ia tak melupakan kewajibannya menjadi pendidik SD. Ya, Lia merupakan guru SD Negeri Sawunggaling 1 Surabaya untuk mata pelajaran Bahasa Inggris.

Guru SD Surabaya jadi wasit Olimpiade    Istimewa

foto: Instagram/@nadiemmakarim

Keberhasilan Lia dalam menjadi seorang wasit juga ia terapkan di dalam kelasnya. Sebab baginya, disiplin, percaya diri, dan pantang menyerah merupakan beberapa elemen dari kunci kesuksesan. Sehingga ia pun menekankan tiga poin penting itu kepada murid-muridnya.

"Kalau kamu ingin berhasil nak, disiplin nomor satu. Saya ajarkan mereka jadi the real bonek, jadi bonek sejati itu bukan kalau kalah main itu sakit hati terus berantem. Tetapi keberanian yang kita butuhkan. Nah, bahasa asing itu butuh keberanian karena bahasa itu kebiasaan. Saya ajarkan ke mereka itu 'wani' (berani) berbicara Inggris," ujar Lia.