Brilio.net - Jatuh cinta dengan kain tradisional sejak kecil membuat seorang fashion creator, Lila Imeldasari (43) tumbuh menjadi perempuan yang detail dan kreatif. Dengan passion akan dunia fashion, tak mengherankan jika ia senantiasa memberikan sentuhan bergaya etnik pada setiap pakaian yang dibuatnya.

Memadukan kain tradisional Indonesia dengan desain kasual menjadi andalan Lila untuk bergelut di dunia fashion. Lemari Lila, produk pakaian bergaya etnik jadi tangan Lila untuk berkarya yang dimulai sejak tahun 2009. Wanita asal Palembang ini ingin mengangkat kebaya dan kain tradisional agar menjadi identitas perempuan Indonesia.

Produk dari Lemari Lila berupa kebaya, baju kasual, celana etnik, dan kain lilit dengan bahan perpaduan dari kain tradisional dan kain polos cocok untuk digunakan ke berbagai acara. Lila juga berusaha untuk selalu membuat produk dengan desain simpel dan nggak ribet. Segmen pasar Lemari Lila juga tak hanya menjaring ibu-ibu muda tapi juga anak muda. Tak heran kalau pakaian bergaya etnik hasil kreasi Lila makin banyak diminati semua kalangan.

Wanita lulusan Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Jakarta ini mengaku pada mulanya terjun ke dunia fashion karena berawal dari keisengannya mengubah baju yang ia beli sesuai dengan seleranya. "Beli baju baru atau bekas, terus aku modifikasi sendiri jadi gaya vintage atau etnic. Eh, nggak nyangka temen-temen banyak yang naksir terus minta dibuatin baju serupa," kata Lila.

Lila Imeldasari  2016 brilio.net

Lila Imeldasari  2016 brilio.net

Lila pun menitipkan baju buatannya ke toko baju milik temannya di Jakarta sembari mengoptimalkan media sosial sebagai tempat promosi. Barulah pada Juni 2015, Lila membuat toko offline di Jalan DI Panjaitan No 45, Mantrijeron Yogyakarta. Namun Lila tetap promosi dan mempertahankan konsumen dari media sosial. Sebut saja Facebook yang jadi media sosial pertama tempatnya memasarkan produk Lemari Lila, sekaligus bertemu dengan para pelanggan setia. Jadi tak dipungkiri jika media sosial lah yang ikut 'melambungkan' nama Lemari Lila.

"Konsumen Lemari Lila kebanyakan berasal dari Facebook tapi sejak aturan untuk berjualan sangat ketat, akhirnya aku buat website khusus untuk memudahkan para konsumen melihat seluruh koleksi dan melakukan jual beli. Sementara media sosial seperti Instagram lebih untuk memajang foto konsumen yang memakai produk Lemari Lila," cerita Lila saat ditemui brilio.net beberapa waktu lalu.

Berkat media sosial pula, Lemari Lila sempat jadi pusat perhatian para netizen. Tepatnya saat pemain Ada Apa dengan Cinta (AADC) 2 seperti Dian Sastrowardoyo dan Adini Wirasti memakai koleksi Lemari Lila dan mengunggah fotonya ke Instagram. Alhasil pembeli di toko yang kebanyakan para fans Genk Cinta jadi membludak.

"Aku pernah bekerja di sebuah rumah produksi film Indonesia, tepatnya di Miles Film. Jadi kenal dengan para pemain AADC. Apalagi Mbak Mira Lesmana tahu aku ada di Jogja. Nah, pas para fans tahu ada pemain AADC yang syuting di Jogja dan memakai koleksi Lemari Lila langsung deh, pada heboh main ke toko. Bahkan sampai ada yang rela nunggu di depan toko buat mencari tahu informasi mengenai para pemain AADC," kenang ibu dari Aksan Rana Bumi ini.

Lila Imeldasari  2016 brilio.net

Lila Imeldasari  2016 brilio.net

Tak disangka produk Lemari Lila kini makin dikenal dan dinanti oleh semua orang yang mencintai pakaian etnik, baik wanita, pria bahkan anak-anak. Adanya toko yang dimiliki Lila tak disangka juga memberikan efek yang lebih besar untuk Lemari Lila.

"Konsumen yang sedang maen ke Jogja bisa mampir ke toko dan lebih puas memilih sendiri produk yang diinginkan. Tapi yang lebih penting itu saya jadi bisa berinteraksi sama para pelanggan dan mereka jadi lebih percaya dengan produk Lemari Lila," ungkap istri dari Abu Juniarenta ini.

Bagi Lila, ada sebuah kebahagiaan yang tak bisa terlukiskan saat melihat banyak masyarakat makin mengenal kain-kain Indonesia. Terlebih saat mereka mengenakan pakaian hasil rancangannya dan ikut bangga dengan produk asli Indonesia. Lila juga terus berupaya untuk mengedukasi pelanggannya agar lebih menghargai kain tradisional.

"Dengan tidak menawar karya mereka itu udah membantu kok," imbuhnya.