Sukses masuk UGM dengan UKT Rp 0 setelah gap year.
foto: dokumen Yubita Hida Aprilia
Berbuah manis, perjuangan Yubita tidak sia-sia. Kini Yubita dapat berkuliah di UGM setelah lolos dari seleksi nasional berbasis tes untuk masuk perguruan tinggi negeri (SNBT).
Tidak hanya itu saja lolos saja, Yubita juga bisa menempuh perkuliahan dengan gratis karena mendapatkan UKT Rp 0. Dengan pendapatan ibunya, Juwariyah, sebagai buruh paruh waktu di pemotongan ayam di pasar Godong Grobogan dan harus sendirian menanggung hidup keluarga, UKT Rp 0 yang diperoleh Yubita ini tentu sangat membantu.
“Kurang tahu bagaimana bisa mendapatkan UKT Rp 0, tapi itu kan tergantung gaji orang tua, ya jadi saya hanya mengisi kelengkapan berkas dengan jujur,” cerita Yubita.
Selalu remedial jadi motivasi Yubita kuliah Bahasa dan Sastra Indonesia.
Yubita memilih jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia bukan tanpa alasan. Bukan karena hanya memilih jurusan yang tidak banyak kuliah lapangan mengingat keterbatasan fisiknya, namun ternyata ada alasan menarik lainnya.
Yubita mengaku bahwa dirinya tertarik untuk mempelajari Bahasa dan Sastra Indonesia lebih dalam karena semasa sekolah dirinya merasa kurang paham dan sering remedial pada mata pelajaran tersebut.
“Saya tertarik mempelajari lebih dalam soalnya saat sekolah ada tugas Bahasa Indonesia sering remedial karena kurang paham dengan materinya,” kata Yubita.
Meskipun mengaku kerap remedial dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, Yubita sendiri sebenarnya merupakan sosok yang pandai. Hal ini terbukti dari nilai-nilai Yubita di kelas XII sesungguhnya tidak terlalu jelek dengan rata-rata nilai Ujian Sekolah mencapai 85,46.
Saat ini, Yubita pun sudah mulai aktivitas sehari-harinya sebagai seorang mahasiswi. Beruntungnya, Yubita dengan mudah mampu beradaptasi dengan lingkungan maupun teman-teman kuliahnya. Yubita merasa teman-temannya menerima baik dirinya.
foto: dokumen Yubita Hida Aprilia
“Tidak terlalu sulit beradaptasi karena disini lingkungannya baik, teman-teman juga baik dan welcome sama penyandang disabilitas,” ungkap Yubita.
Meski dapat beradaptasi dengan mudah, namun Yubita mengaku masa kuliah dan sekolah tentu sangat berbeda. Awal-awal Yubita merasa capek dengan masa transisi dari seorang pelajar menjadi mahasiswi.
“Kuliah dan sekolah sangat berbeda, jadi menjalaninya di awal terasa capek,” terang Yubita.
Selain itu, Yubita juga merasa kesulitan di awal pengalaman merantaunya. Jauh dari orang tua dan keluarga membuat dirinya merasa sulit, terlebih saar sakit.
“Jauh dari orang tua dan keluarga ternyata sulit dan capek, apalagi kalau sakit. Walaupun sakitnya cuma demam, tapi kalau di perantauan itu rasanya seperti menunggu malaikat maut,” kata Yubita.
Kesulitan masa-masa awal kuliah ini tidak lantas menyurutkan semangat Yubita dalam menuntut ilmu. Selain fokus kuliah, kini Yubita juga aktif mengikuti kegiatan-kegiatan lainnya untuk mengisi hari-harinya sebagai seorang mahasiswi.
Recommended By Editor
- Punya konsep unik dan pekerjakan lansia, suasana kafe ini berasa di rumah nenek
- Kisah Sarwidi dulu pemburu kini dedikasikan hidup demi kelestarian penyu Pantai Pelangi Bantul
- Momen kakek naik angkot tapi bayar pakai tutup botol ini banjir sorotan, tanggapan sopir bikin haru
- Puji Lestari, Guru Besar pertama Ilmu Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta
- Kisah pria sabar hadapi ibu yang 'kumat' saat marah-marah, kondisi rumah amburadul banyak barang rusak