Brilio.net - Rizki Rahma Nurwahyuni, seorang wanita berasal dari Bantul, Yogyakarta. Rahma berusia 24 tahun, lulusan jurusan Pendidikan Kimia UNY (Universitas Negeri Yogyakarta). Saat ini ia sibuk sebagai pengajar privat kimia dan presenter di Indosiar. Sekilas, tak ada yang berbeda dari dara cantik yang satu ini. Namun setelah ditelisik, sosok wanita yang akrab disapa Rahma ini sangatlah menarik.
Rahma ternyata bukanlah gadis biasa. Dia tak hanya sibuk mengajar, tapi ia juga adalah orang yang piawai memainkan wayang, alias dalang. Padahal profesi dalang selama ini banyak ditekuni para pria, profesi yang jarang dilakukan oleh seorang wanita di Indonesia. Rahma pun mengaku tak ingin kalah saing.
Pesonanya semakin terpancar saat kedua tangannya memegang tokoh wayang. Sesekali ia memainkan wayang, dengan sabetan yang lincah, pengucapan suara yang khas dan berbeda satu sama lain. Terbukti, sudah lebih dari 50 kali ia tampil sebagai dalang wanita. Dan sekitar tujuh kali ia pentas sendirian.
Rahma mengaku sangat mencintai dunia seni. Sejak masih duduk di bangku kelas 3 SD, ia mulai belajar mendalang bersama kakaknya. Sosok yang telah menginspirasinya selama ini tak lain adalah ayahnya sendiri yang juga berprofesi sebagai dalang, Ki Sigit Manggala Seputra. Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, sudah jalannya darah seni mengalir dari sang ayah.
foto: Brilio.net/Ivanovich Aldino
Rahma pertama kali tampil di depan khalayak ramai ketika kelas 3 SD. Setiap kali tampil bersama sang ayah, Rahma diminta sebagai pra acara dengan waktu sekitar tiga puluh menit. Tak sendirian, kakak perempuannya juga turut jadi dalang bergantian tampil dengan Rahma.
"Total mungkin satu setengah jam berdua. Soalnya kalau lama-lama nanti juga bakalan lebih lama lagi bapak mulainya (pertunjukan inti)," ujar Rizki Rahma Nurwahyuni saat ditemui brilio.net di kediamannya beberapa waktu lalu.
Rahma sempat berbagi pengalaman awal mula menjadi dalang. Dia pertama kali belajar mulai dari kecrek, menghafal teks, suluk (nembang), hingga cara memegang wayang yang benar.
"Terus digabungin dari awal. Harus pembukaannya gimana, nanti wayangnya yang masuk siapa dulu. Terus setelah wayang ditata di kelir atau layar, nanti ada suluk dulu sebelum ada percakapan, terus ada adegan peran, gitu-gitu," jelasnya.
Wayang selayaknya manusia. Punya banyak tokoh dan karakter masing-masing, membuat suara setiap tokoh berbeda satu sama lain. Dalam mengucapkan setiap tokohnya, dirinya harus memutar otak supaya suara satu tokoh dan lain terdengar beda.
"Saya kebetulan cewek. Kalau cewek suaranya kayak gitu-gitu aja. Jadi kalau ada (perbedaan) tokoh antara (suara) gede sama kecil. Kalau nggak agak dicemprengin. Apa nanti dibuat bulat," katanya.
foto: Brilio.net/Syamsu Dhuha
Ada lebih dari ratusan tokoh wayang yang ada. Tapi hingga saat ini Rahma baru menguasai sekitar tiga 'lakon' (alur atau jalan cerita). Ketiga lakon itu berdurasi maksimal dua jam. Lakon yang sering ia pentaskan adalah Anoman Duta dan Wahyu Cakraningrat, yang di dalam cerita tersebut terdapat tokoh terkenal Pandawa dan Kurawa.
Anoman Duta sendiri merupakan salah satu episode dari cerita Ramayana. Di mana menceritakan tokoh Anoman yang diminta Prabu Rama untuk memastikan keberadaan Dewi Sinta. Anoman pun diutus untuk menyelamatkan Dewi Sinta yang tengah diculik Rahwana di Kerajaan Alengka.
Sedangkan Prabu Cakraningrat menceritakan tentang tokoh Abimanyu mencari wahyu. Dalam pencariannya mencari wahyu, Abimanyu menemui banyak rintangan. Terjadi konflik perebutan wahyu dengan tokoh Sarjokusumo misalnya. Hingga pada akhir cerita, Abimanyu lah yang menang dan berhasil mendapatkan wahyu.
Selain mendalang, Rahma juga mahir bermain gamelan seperti saron. Dia juga hobi menari tradisional Jawa, mulai dari Golek Ayun-ayun, Golek Sulung Dayung, Sekar Pudyastuti, hingga tari kreasi. Kendati banyak yang bisa ia lakukan, saat disinggung apakah ia bisa menyinden atau tidak, Rahma cuma tertawa.
"Nyinden tidak bisa," tutur Rahma sambil terkekeh.
foto: Brilio.net/Ivanovich Aldino
Sejak kecil sudah banyak prestasi dalang kecil telah ia raih. Pertama kali ikut lomba, ia berhasil mendapatkan juara harapan dua pada 2007, lanjut ke juara tiga, juara dua pun pernah ia sabet. Dengan kepiawaian dalam melestarikan budaya, Rahma juga sempat mendapatkan prestasi tersendiri.
"Ada prestasi tersendiri ketika ikut paskibraka. Saya paskibraka kota tahun 2011, itu juga ada nilai pertimbangan juga kalau bisa berkesenian. Selain itu juga pernah pertukaran pelajar ke Makasar, itu juga salah satunya karena ada bakat seni. Diutus dari sekolah," paparnya
Nggak berhenti di situ saja, memiliki bakat di bidang seni pedalangan inilah yang mengantarkan Rahma mendapatkan gelar sebagai Diajeng Berbakat Jogja 2018. Bahkan ia juga pernah dinobatkan sebagai juara dua Putri Indonesia Berbakat DIY tahun 2019.
Seperti diketahui sebelumnya, bukan dari sarjana seni melainkan gelar kimia. Seakan otak kanan dan otak kiri berjalan bersama. Dengan menguasai disiplin ilmu lain, membuatnya bisa memperkaya wawasan. Penuh prestasi dan piawai, Rahma tetaplah hanya manusia biasa. Perasaan grogi sempat menghinggapinya, terutama pada awal-awal tampil dulu. Rasa takut jika tidak hafal teks pun juga pernah ia alami.
Sampai saat ini, Rahma tidak tergabung dalam komunitas dalang. Baginya dalang adalah sarana untuk tetap bisa melestarikan budaya Indonesia. Arus globalisasi dan masuknya budaya luar ke negeri ini membuat budaya mulai tergerus di tanah sendiri.
foto: Brilio.net/Syamsu Dhuha
"Saya mikirnya generasi sekarang itu, di era milenal ada arus globalisasi yang memengaruhi. Kayak banyak K-Pop atau budaya-budaya luar yang masuk ke Indonesia. Jadi saya mikirnya, kalau misalnya bukan saya sendiri yang melestarikan budaya, nanti siapa lagi?" kata dia.
Rahma juga merasa miris karena justru kini banyak orang luar negeri ikut mempelajari bahkan menguasai seni budaya asli Indonesia, sedangkan tak jarang anak muda zaman sekarang sudah terkesan 'alergi' dengan budaya bangsa sendiri. Mungkin dianggap kuno atau tidak gereget.
"Jangan sampai budaya kita sendiri itu malah dipelajari oleh orang luar, turis gitu. Nanti kita malah susah, mau belajar budaya sendiri aja harus sama orang luar. Terus mau jadi apa gitu lho?" ujar Rahma serius.
Rahma pun juga mengamini jika sebagai dalang perempuan itu jarang di Jogja, apalagi di Indonesia. Dia merasa profesi dalang adalah suatu hal yang unik. Untuk ke depannya, Rahma ingin mengulik lebih dalam tentang dunia perwayangan.
"Ada geregetnya. Bapak mendukung, temen-temen mendukung. Karena, 'Wah, ini jarang-jarang nih, ada punya temen dalang perempuan lagi'," tutup Rahma seraya tersenyum.
Recommended By Editor
- Cakwe Pak Ahmad, cakwe viral yang jualan 3 jam langsung ludes
- Geblek Pari, 'harta karun' wisata Jogja yang menakjubkan
- Cerita Eross Candra mau isi 1 lagu milik ROKET band baru Jogja
- Kisah Kampung Pitu Nglanggeran, kampung yang wajib dihuni 7 KK
- Mengenal sosok Anton, fotografer 'Anton Photo' legendaris Jogja