Brilio.net - Sawung Jabo (65) adalah musisi kondang dengan lagu-lagu balada yang hits banget. Karyanya selalu bertolak dari kehidupan rakyat kecil. Pria asal Surabaya ini dalam dunia musik tidak bisa dipisahkan dengan grup musik yang didirikannya, Sirkus Barock.
Sosok rendah hati yang bernama asli Mochamad Djohansyah ini tak hanya dikenal di dunia musik. Karena ia juga jago di dunia teater, seni rupa, sampai tari. Jabo mempersiapkan konser Sirkus Barock dalam rangka ulang tahun ke-40 di Jogja yang rencananya digelar Kamis (27/10) malam.
Sawung Jabo sangat bersyukur grup musik yang ia dirikan mampu menginjak usia yang ke-40. Apa yang membuatnya tetap bermusik sampai sekarang? Bagaimana ia melihat dunia musik? Berikut petikan wawancara brilio.net dengan Sawung Jabo saat hadir di konferensi pers di Taman Budaya, Yogyakarta, Selasa (25/10):
Menurut Anda, bagaimana perkembangan musik Indonesia sekarang?
Ada yang bagus dan ada yang nggak bagus. Tapi arus derasnya selalu musik pop. Perkembangan musik sekarang sebenarnya sama kayak dulu. Namun musik yang bagus harus terus diperjuangkan tanpa henti.
Lagu Anda banyak yang berisi lirik-lirik serupa puisi yang bertema kritik sosial, kenapa ya?
Memang kenyataan hidup seperti itu. Saya kadang tidak sedang mengkritisi, namun bersaksi. Apalah gunanya berkesenian kalau nggak ada kaitannya dengan kenyataan hidup sehari-hari. Masa tetangga kita sakit perut karena nggak makan dalam satu hari, kita bisa ngomongin terang bulan yang indah? Jadi di mana letak kepedulian kita?
Saya bersaksi saja, tidak mengkritisi. Apakah saya mampu menyelamatkan hidup tetangga saya? Belum tentu. Tapi siapa tahu dengan bersaksi itu ada orang yang bisa menolongnya. Jadi ya bersaksi.
Menurut Anda, apa hubungan musik dengan masyarakat?
Sangat erat. Sangat erat hubungannya. Kenyataan hidup masyarakat kan ada iramanya.
Baru saja Bob Dylan dinobatkan sebagai peraih nobel sastra. Ada komentar tentang itu?
Luar biasa. Bahwa karya dia itu juga sastra dan berguna untuk memperjuangkan hidup yang lebih baik lagi. Dia kan sedang bersaksi dan berstatement. Dia tidak sedang bernyanyi, melainkan bersaksi. Seperti kita ini tidak sedang bermusik, namun sedang bersaksi.
Anda dekat dengan Iwan Fals dan mendiang WS Rendra. Apa yang spesial dari mereka?
Kalau Rendra jelas salah satu guru saya. Iwan (Fals) itu ibarat saudara kembar, tapi lain ibu lain bapak. (tersenyum). Jadi kadang-kadang ada pikiran kangen. Tiga hari lalu kita telponan. Terbesit pengen telpon, eh dia sudah telpon duluan. Kami itu berjodoh. Jadi alam yang mempertemukan saya dengan Rendra. Alam yang mempertemukan dengan Iwan.
Apa rencana Anda ke depan selain Sirkus Barock?
Kalau kegiatan saya ya banyak. Memberikan workshop di Bali, Surabaya, Jember, dan Bandung. Berbagi pengetahuan. Selama masih bisa berbagi, kenapa tidak berbagi? Secara grup musik, ambil napas boleh dong? Dan secara individu (masing-masing personel) bisa mengembangkan diri mereka menjadi jauh lebih baik. Nanti ada call (panggilan), ngumpul lagi.
Kalau kita ini tidak mau terjebak pada rutinitas mekanik. Terjebak rutinitas yang organik, harus iya. Namun kalau kita sekadar pentas, kita akan terjebak rutinitas yang bersifat mekanik itu. Kita bukan mesin, kita makhluk hidup yang bersaksi. Kita jalan masing-masing. Aku jalan dengan keinginanku yang belum tercapai, berbagi pengetahun ke wilayah-wilayah terpencil yang cuma dengar namaku. Mereka pengen ketemu tapi belum kesampaian. Selama hayat masih di kandung badan, aku akan jalan.
Apa pesan bagi anak muda yang terjun di dunia musik?
Tidak ada kata lain selain kerja keras dan yakin memperjuangkan keyakinannya itu sendiri. Tidak ada yang ajaib. Bermimpi boleh, tapi jangan jadi pemimpi. Berkhayal boleh tapi jangan jadi pengkhayal. Yang penting kerja keras, itu saja.