Brilio.net - Tas jadi salah satu item fashion yang penting buat menunjang penampilan setiap wanita. Kini, ratusan merek tas bisa ditemukan di pasaran dari berbagai produsen. Di antaranya tas buatan lokal yang kualitasnya nggak kalah oke dibanding buatan produsen asing. Pemilik Gotosovie, Ewindha Sari (30), melihat prospek bisnis tas yang cukup bagus sehingga memutuskan untuk membuat tas lokal dengan sistem produksi, branding dan kontrol kualitas yang baik.

Memulai bisnis tas sejak tahun 2009, awalnya Ewindha mengaku tak punya modal. Dia menjualkan tas orang lain dan membayarnya ketika telah laku. Meskipun demikian, tak menyurutkan niat Ewindha untuk mulai berbisnis. Apalagi, ia memang pada dasarnya gemar berjualan dan suka barang yang berbau fashion. Sang suami, Dwisuko Adinugroho (39), yang ahli di bidang TI, turut membantunya berjualan tas via online.

"Suami waktu itu baru saja bangkrut dari pekerjaannya dan saya baru saja lulus kuliah. Sama-sama nggak punya uang bahkan saat masih merintis bisnis ini, buat jajan di luar aja nggak bisa, rumah kontrakan kami berdua aja isinya cuma satu kasur busa hasil minjem sama satu lemari kecil. Awal-awal pengantin baru malah sempat sedih karena tidur di atas tikar aja. Tapi kami berdua punya visi dan semangat untuk merintis bisnis bersama," ungkap Ewindha mengawali ceritanya kepeda brilio.net beberapa hari lalu.

Ewindha Sari  2016 brilio.net

Jauh sebelum ada nama Gotosovie, mereka memulai bisnis dengan berjualan laci multifungsi dan frame yang terbuat dari karton. Laci dan frame yang laku keras membuat mereka melirik tas untuk jadi produk jualan selanjutnya. Apalagi prospek tas lokal cukup bagus kala itu.

"Aku lem dan desain sendiri lalu aku jual di Kaskus dan Multiply. Setiap hari harus turun tangan dengan suami, bangun pukul 03.00 WIB buat ngiklan sama respond pengunjung website sampai tidur dini hari. Eh, ternyata laku banget sampai 1000/pc setiap bulannya. Baru kemudian merambah jualan ke Facebook," terangnya.

Bahkan, tanpa sungkan mereka menawarkan diri untuk membantu menjualkan tas lokal milik orang lain serta mencari tas lokal di pasaran yang menurut keduanya berkualitas. Di tangan sang suami yang jago fotografi, tas-tas tersebut difoto cantik agar terlihat menarik lalu dijual dengan konsep online yang mudah diakses para pelanggan. Mereka juga kembali memanfaatkan Facebook untuk memasarkan tas.

"Ternyata penggemar tas terus bertambah dan jauh lebih banyak dibandingkan laci. Dari hasil berjualan tas milik orang lain, sedikit demi sedikit uang pun terkumpul terus kami berpikir untuk fokus pada produk tas saja dan mulai berani memproduksi tas sendiri kemudian diberi merek," kenang Ewindha.

Ewindha Sari  2016 brilio.net

Memilih nama Gotosovie, Ewindha menceritakan merek tersebut menggambarkan sosok perempuan muda bernama Sovie yang mandiri, pintar dan aktif. Sosok itulah yang akhirnya menjadi benang merah untuk setiap tas yang diproduksi dengan mengusung desain yang chic dan stylish.

"Sejak awal saling berbagi tugas dengan suami. Dia bertugas di bagian kreatif dan saya di bagian pemasaran. Tapi urusan desain, tren dan taste wanita soal tas, suami kadang menyerahkan ke saya," ujarnya.

Bisnis tas yang menyasar segmen perempuan usia 24 hingga 35 tahun ini menggunakan bahan kulit sintetis dan dijual dengan harga mulai dari Rp 200 ribu hingga Rp 600 ribu.

"Takutnya kemahalan kalau pakai kulit asli, soalnya kan tas Gotosovie memang ditujukan untuk perempuan yang baru meniti karier seperti sosok bayangan yang kami buat sendiri, ya si Sovie tadi," tambahnya.

Ewindha Sari  2016 brilio.net

Hingga kini, Gotosovie sudah memproduksi dan mendesain tas serta dompet sendiri. Tercatat 90 persen pemasaran dilakukan melalui online, mulai dari Website, Facebook sampai Instagram. Tak hanya itu, Gotosovie juga mempunyai toko offline yang tergabung dengan kantor manajemennya di daerah Godean, Yogyakarta. Per bulan Gotosovie bisa menjual hampir 800 tas. Jumlah ini bisa diraih Gotosovie karena selain memanfaatkan media sosial, Gotosovie juga bekerja sama dengan beberapa e-commerce. Tak heran kalau di usianya yang sudah menginjak enam tahun, Gotosovie telah memiliki omset sekitar ratusan juta rupiah per bulan.

"Ya cukup kalau buat beli mobil Jazz per bulan," kata Ewindha sambil tersenyum.

Bersama 25 karyawan yang turut menjalankan roda bisnis Gotosovie, Ewindha dan sang suami kini sudah bisa menikmati jerih payahnya. Keduanya yakin akan mampu bersaing di tengah banyaknya kompetitor tas dari dalam maupun luar negeri. Bagi ibu satu anak ini, tas yang memiliki ciri khas dan selalu sesuai dengan visi akan bertahan di tengah persaingan.