Brilio.net - Mbah Wahadi terlihat semangat mengayuh gerobak sepedanya meski kini usianya sudah tidak lagi muda. Meski sudah berusia 81 tahun, sosok pria yang kerap dipanggil Mbah Dinar ini masih gigih berjualan sebagai penjual burger sejak 2004 hingga sekarang.
Hari-hari dilalui Mbah Dinar dengan menempuh jarak 12 kilometer lebih untuk sekali pulang pergi dari kediamannya yang terletak di Jalan Kaliurang (Jakal) KM 12 hingga posko jualannya di depan toko Superindo Jakal KM 6. Setiap hari, dari pukul 10.00 WIB hingga menjelang pukul 17.00 WIB, Wahadi dan gerobak burgernya bisa dijumpai di area Jakal KM 6. Pada pukul 17.00 WIB, ia akan kembali ke arah utara, berjalan pelan menyusuri Jakal KM 6 hingga sampai ke rumahnya.
Burger yang dijual Mbah Wahadi hanya satu macam. Pilihannya ada dua, pakai telur atau tanpa telur. Mbah Wahadi langsung menawarkan dua pilihan itu kepada pembeli yang menghampiri gerobaknya. Burger tanpa telur harganya Rp 9.000. Sedangkan jika ditambah telur, harganya Rp 12 ribu.
foto: brilio.net/Putri Deri
Meski usianya sudah senja, tangan keriput Mbah Wahadi masih begitu cekatan meracik burger pesanan pelanggan. Dalam burger olahannya, berisi dua iris ketimun, bawang bombay, tomat, telur, dan selembar daging sapi tipis yang dibumbui saus dan mayones. Tak lupa juga Mbah Wahadi memasukkan sebutir telur sesuai pesanan. Rotinya cukup tebal, namun lembut di mulut.
Sebetulnya, Mbah Wahadi adalah satu satu mitra dari Burger Dinar yang berasal dari Kota Solo. Ia bercerita, dulu sebenarnya banyak mitra yang jualan Burger Dinar, tetapi seiring berjalannya waktu, kini tinggal Mbah Dinar seorang.
"Dulu itu banyak mitranya, tetapi sekarang tinggal saya saja. Oh ya, Dinar itu nama yang punya Dian Nirmalasari," ceritanya saat diwawancarai brilio.net, Jumat (19/5).
foto: brilio.net/Putri Deri
Mgg: Putri Deri
Bahkan pemilik Burger Dinar sempat ingin menutup usahanya karena tidak begitu menghasilkan. Tetapi pada 2011, ia tidak jadi menutup usaha burgernya karena melihat semangat Mbah Dinar dalam mencari nafkah.
Ketika ditanya alasan semangat berjualan meski sudah memasuki usia yang terbilang tak lagi muda, Mbah Wahadi punya jawaban yang menarik. Diakui Mbah Wahadi, ia lebih senang berjualan karena senang bertemu banyak orang dan jadi lebih sering gerak sehingga otot sarafnya nggak kaku.
"La wong saya ini seneng jualan. Kalau disuruh di rumah aja malah stres, pegel linu. Kan sekalian olahraga," ceritanya sambil tersenyum.
foto: brilio.net/Putri Deri
"Saya itu pengen maju, kalau di rumah diam saja malah tidak bermanfaat, ngelamun tok. Juga jangan mengandalkan anak walaupun usia saya sudah tua gini," lanjutnya sambil bercerita.
Burger yang dibawa Mbah Wahadi tak sebanyak dulu, sekarang ia hanya membawa 80-100 roti burger saja. Jumlah itu juga selalu dibatasi karena faktor usia yang semakin tua dan sepi pembeli.
"Ya sehari mungkin bisa 80-100. Tapi selalu mbah batasi, karena juga sudah makin sepuh dan sepi," ujarnya.
foto: brilio.net/Putri Deri
Kegigihan dan ketulusan hati Mbah Wahidi seakan memperlihatkan bahwa usaha kecil juga bisa mendatangkan hasil yang baik. Walau di tengah ketimpangan yang ada, keinginan untuk melangkah maju tetaplah menjadi salah satu bentuk usaha.
"Kita itu harus melangkah maju sekecil apapun. Karena kalau nggak melangkah sama sekali kan nggak bakal maju. Kalau punya usaha kecil tapi nggak mau melangkah, ya gimana maju dan suksesnya," tutur Mbah Wahadi.
Recommended By Editor
- Dulunya miskin wanita ini buktikan hidup butuh perjuangan, intip 9 potret hunian gedongnya sekarang
- Ditolak pesan makan di restoran karena tampilannya gembel, balasan Jusuf Hamka ini menohok tapi elegan
- Fanza Fauzan, difabel tuna netra inspiratif: Dulu otodidak tilawatil Alquran, kini sering juara lomba
- Kisah Hastu Wijayasri, aktivis yang perjuangkan hak Tuli lewat media sosial
- Perkenalkan musik jedag jedug ke Youtube, nama Yassdi makin moncer di dunia maya