Brilio.net - Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah momok yang mengancam keharmonisan dan keutuhan keluarga. Tindakan ini, baik dilakukan oleh suami maupun istri, tidak bisa dibenarkan dalam kehidupan berumah tangga. KDRT bukan hanya merusak hubungan antar pasangan, tetapi juga berdampak serius pada kesejahteraan mental dan fisik seluruh anggota keluarga, termasuk anak-anak.
Belakangan, kasus KDRT kembali menjadi sorotan setelah terungkapnya pengalaman pahit yang dirasakan atlet anggar nasional, Cut Intan Nabila. Kisahnya menjadi pengingat bahwa KDRT bisa menimpa siapa saja, tanpa memandang status sosial atau prestasi. Kasus ini juga membuka mata masyarakat bahwa masih banyak korban KDRT yang belum berani bersuara atau tidak tahu harus berbuat apa.
Menghadapi situasi KDRT memang tidak mudah. Banyak korban yang merasa takut, malu, atau bahkan tidak yakin apakah yang mereka alami termasuk KDRT. Namun, penting untuk diingat bahwa kamu tidak sendirian. Ada bantuan dan dukungan yang tersedia. Dalam artikel ini, kamu akan menemukan informasi penting tentang KDRT dan panduan lengkap cara melaporkannya ke polisi. Dilansir brilio.net dari berbagai sumber, Selasa (13/8), simak selengkapnya!
Pengertian KDRT
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan KDRT? Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, KDRT didefinisikan sebagai setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
KDRT tidak terbatas pada kekerasan fisik saja. Hal ini bisa mencakup kekerasan psikis, seperti intimidasi atau ancaman; kekerasan seksual, termasuk pemaksaan hubungan seksual; dan bahkan kekerasan ekonomi, seperti tidak memberikan nafkah atau membatasi akses terhadap keuangan keluarga. Semua bentuk kekerasan ini sama-sama berbahaya dan dapat meninggalkan luka mendalam pada korban.
Yang perlu kamu pahami, KDRT bukan hanya masalah "urusan rumah tangga" yang harus diselesaikan di balik pintu tertutup. Ini adalah pelanggaran hak asasi manusia dan tindak pidana yang diatur dalam hukum Indonesia. Korban KDRT berhak mendapatkan perlindungan hukum dan bantuan, terlepas dari status pernikahan atau hubungan dengan pelaku.
Sayangnya, masih banyak mitos dan stigma seputar KDRT yang membuat korban enggan melaporkan. Ada anggapan bahwa KDRT hanya terjadi pada keluarga miskin atau tidak berpendidikan, padahal kenyataannya KDRT bisa menimpa siapa saja dari berbagai latar belakang. Menurut data dari Komnas Perempuan, jumlah kasus KDRT yang dilaporkan terus meningkat dari tahun ke tahun, menunjukkan bahwa masalah ini masih menjadi ancaman serius bagi masyarakat Indonesia.
Efek dari KDRT sangat luas dan mendalam. Bagi korban langsung, KDRT dapat menyebabkan cedera fisik, mulai dari memar hingga luka serius yang mengancam jiwa. Namun, dampaknya tidak berhenti di situ. Korban KDRT sering mengalami trauma psikologis yang berkepanjangan, termasuk depresi, kecemasan, dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Menurut sebuah studi yang dipublikasikan dalam Journal of Interpersonal Violence, korban KDRT memiliki risiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan mental jangka panjang.
KDRT juga berdampak signifikan pada anak-anak dalam keluarga, bahkan jika mereka tidak menjadi target langsung kekerasan. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan KDRT berisiko mengalami gangguan emosional dan perilaku, kesulitan belajar, dan bahkan bisa meniru pola kekerasan tersebut di masa depan. Penelitian yang dilakukan oleh UNICEF menunjukkan bahwa paparan terhadap KDRT pada masa kanak-kanak dapat memengaruhi perkembangan otak dan meningkatkan risiko masalah kesehatan di kemudian hari.
Selain itu, KDRT juga memiliki dampak sosial dan ekonomi yang luas. Korban sering kali mengalami isolasi sosial, kesulitan dalam pekerjaan atau studi, dan masalah keuangan akibat biaya pengobatan atau kehilangan pendapatan. Menurut laporan dari Badan PBB untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women), KDRT juga berkontribusi pada kerugian ekonomi negara melalui biaya perawatan kesehatan, penegakan hukum, dan penurunan produktivitas.
Panduan cara melaporkan KDRT ke polisi
Jika kamu atau seseorang yang kamu kenal mengalami KDRT, penting untuk segera mencari bantuan dan melaporkannya ke pihak berwenang. Berikut adalah panduan lengkap cara melaporkan KDRT ke polisi:
1. Kumpulkan bukti
Sebelum melapor, usahakan untuk mengumpulkan bukti-bukti seperti foto luka, rekaman suara, pesan ancaman, atau kesaksian saksi mata. Bukti-bukti ini akan sangat membantu dalam proses hukum.
2. Catat kronologi kejadian
Tuliskan secara detail kejadian KDRT yang dialami, termasuk tanggal, waktu, dan tempat kejadian. Informasi ini akan membantu polisi dalam membuat laporan yang akurat.
3. Cari pendamping
Jika memungkinkan, mintalah bantuan dari keluarga, teman, atau lembaga pendamping korban KDRT untuk menemani kamu melapor. Kehadiran mereka bisa memberikan dukungan moral dan membantu kamu merasa lebih aman.
4. Kunjungi kantor polisi terdekat
Datanglah ke kantor polisi terdekat, lebih baik jika ada Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA). Jika kondisimu tidak memungkinkan untuk datang langsung, kamu bisa menghubungi nomor darurat polisi 110.
5. Buat laporan polisi
Sampaikan kepada petugas bahwa kamu ingin membuat laporan KDRT. Petugas akan membantumu mengisi formulir laporan polisi (LP) dan mencatat keteranganmu secara detail.
6. Minta surat visum
Jika ada luka fisik, mintalah surat pengantar untuk visum et repertum ke rumah sakit. Hasil visum ini akan menjadi bukti penting dalam proses hukum.
7. Ikuti proses hukum
Setelah laporan diterima, polisi akan melakukan penyelidikan dan penyidikan. Kamu mungkin akan diminta untuk memberikan keterangan tambahan atau menghadiri sidang di pengadilan.
8. Minta perlindungan
Jika kamu merasa terancam, kamu berhak meminta perlindungan dari polisi atau lembaga perlindungan saksi dan korban.
Penting untuk diingat bahwa proses hukum mungkin memakan waktu, tetapi jangan ragu untuk terus menindaklanjuti kasusmu dan meminta bantuan jika diperlukan.
Setelah melaporkan KDRT, langkah selanjutnya yang tak kalah penting adalah menangani trauma pasca KDRT. Proses pemulihan ini bisa memakan waktu, tetapi dengan dukungan yang tepat, kamu bisa melewatinya.
Penanganan trauma pasca KDRT
Langkah pertama adalah mencari bantuan profesional. Konsultasi dengan psikolog atau konselor yang berpengalaman dalam menangani kasus KDRT sangat dianjurkan. Mereka dapat membantumu mengolah emosi, mengatasi rasa takut dan cemas, serta membangun kembali rasa percaya diri. Menurut Ikatan Psikolog Klinis Indonesia, terapi kognitif perilaku (CBT) dan terapi EMDR (Eye Movement Desensitization and Reprocessing) terbukti efektif dalam menangani trauma KDRT.
Bergabung dengan kelompok dukungan juga bisa sangat membantu. Berbagi pengalaman dengan sesama penyintas KDRT dapat memberikan rasa kebersamaan dan harapan. Banyak lembaga swadaya masyarakat dan pusat krisis yang menyediakan layanan kelompok dukungan ini. Misalnya, Yayasan Pulih di Jakarta dan Women's Crisis Center di berbagai kota besar Indonesia.
Selain itu, penting untuk merawat diri sendiri secara holistik. Ini termasuk menjaga pola makan yang sehat, berolahraga teratur, dan mencari kegiatan yang membuatmu merasa nyaman dan aman. Teknik relaksasi seperti meditasi atau yoga juga bisa membantu mengurangi stres dan kecemasan. Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Clinical Psychology menunjukkan bahwa praktik mindfulness dapat membantu mengurangi gejala PTSD pada penyintas kekerasan.
Terakhir, ingatlah bahwa pemulihan adalah proses yang berbeda-beda untuk setiap orang. Bersabarlah dengan dirimu sendiri dan jangan ragu untuk mencari bantuan tambahan jika diperlukan. Ada banyak sumber daya dan dukungan yang tersedia, termasuk hotline KDRT nasional yang bisa dihubungi 24 jam di nomor 0821-3939-3939.
Mengalami KDRT bukanlah kesalahanmu, dan kamu tidak sendirian dalam menghadapinya. Dengan melaporkan dan mencari bantuan, kamu tidak hanya melindungi dirimu sendiri, tetapi juga memberi contoh dan harapan bagi korban lain yang mungkin masih takut bersuara. Ingatlah selalu bahwa kamu berhak atas kehidupan yang aman dan bahagia, bebas dari segala bentuk kekerasan.
Recommended By Editor
- Disentil Alvin Faiz, selain isu selingkuh dan KDRT, suami Cut Intan Nabila juga miliki utang miliaran
- Heboh mantan atlet Anggar bongkar rekaman CCTV korban KDRT, ungkap dipukul hingga ditendang
- Suarakan isu KDRT lewat film Sehidup Semati, Starvision gandeng aktor Laura Basuki dan Ario Bayu
- Jadi korban KDRT, wanita asal Depok ini curhat malah jadi tersangka dan ditahan polisi
- Bersyukur Ferry Irawan divonis 1 tahun penjara atas kasus KDRT, Venna Melinda akui ingin segera cerai
- Rizal Djibran 'Angling Dharma' gugat cerai Sarah, istri laporkan si aktor laga ke polisi karena KDRT