Brilio.net - Di saat aktivitas warga Yogyakarta mayoritas dimulai pada 07.00 WIB pagi, salah satu lorong sempit di Jalan Brigjen Katamso, Mergangsan, Yogyakarta justru sudah ramai dikunjungi banyak orang sejak pukul 06.00 WIB. Rupanya, mereka saling bergantian untuk memesan jamu sesuai dengan keluhan masing-masing.
Tempat yang terkenal dengan racikan jamunya tersebut dikenal dengan nama 'Jampi Asli' yang sudah berdiri sejak 1875 silam. Berada di tempat yang tidak terlalu luas dan dihimpit oleh toko-toko, warung jamu di jalan Brigjen Katamso nomor 132 ini merupakan salah satu yang tertua dan melegenda di Yogyakarta.
Menurut pengelola saat ini, Joni Wijanarko (58), mengungkapkan bahwa dirinya adalah generasi kelima sejak warung jamu ini didirikan. Awalnya pendiri dari warung jamu cekok 'Jampi Asli' adalah Kertowiryo Raharjo. Sepeninggal Kertowiryo Raharjo, usaha jamu ini diteruskan oleh putranya Karsowijoyo, lalu Abdul Rosid.
"Diteruskan bapak Saya Zaelali dan sekarang Saya. Turun temurun, sekarang ini Saya generasi kelima," ucapnya pada brilio.net saat ditemui, Senin (28/8) lalu.
foto: brilio.net/Anindya Kurnia
Joni mengatakan bahwa sejak 1875, warung jamu 'Jampi Asli' tidak pernah pindah tempat. Meski kini dunia kuliner semakin berkembang dengan segala kemudahannya dalam meracik jamu, namun sang penerus memilih mempertahankan cara pengolahannya dengan cara tradisional dan menggunakan bahan-bahan pilihan berkualitas.
"Saya sendiri yang cari bahan-bahannya di pasar Beringharjo, cari yang berkualitas," ungkapnya.
"Dulu warung ini cuma pakai tenda dari blarak (daun kelapa kering) terus pakai tungku besar dan masaknya dengan kayu, tapi sekarang sudah berganti pakai arang karena tempatnya tidak memungkinkan," lanjutnya.
Berawal dari jamu untuk anak dan cucunya yang sakit.
foto: brilio.net/Anindya Kurnia
Lahirnya racikan jamu cekok ini rupanya berawal dari ketidak sengajaan, lho. Joni mengungkapkan, jika sang kakek buyut sebenarnya awalnya meracik jamu bukan untuk dijual, melaikan untuk anak dan cucunya yang sakit.
"Kata bapak Saya, dulu kakek buyut racik jamu untuk anak cucu, terus sembuh. Tetangga jadi ikut minta dibikinin jamu, dan malah jadi usaha keluarga," cerita Joni.
Hal itulah yang membuat jamu cekok 'Jampi Asli' jadi melegenda. Bahkan Joni berkata jika tak ada resep khusus yang diberikan oleh sang kakek maupun ayahnya. Hanya saja ia belajar otodidak dan sering melihat sang ayah meracik jamu sejak kecil. Sampai saat ini, jamu yang dikelolanya sudah banyak membantu banyak orang yang memiliki keluhan sakit.
foto: brilio.net/Anindya Kurnia
Dalam kesempatan tersebut, brilio.net diberi kesempatan untuk melihat proses pembuatan jamu cekok ini. Di ruang produksi yang tidak terlalu luas itu, terdapat empon-empon yang merupakan bahan pembuatan jamu. Ada temulawak, temu hitam, temu giring, puyang, kunyit, jahe, kencur, dan sejumlah empon-empon lainnya.
Selain bahan-bahan pembuatan jamu, di tempat produksi itu juga terdapat beberapa peralatan produksi. Peralatan utama yang digunakan adalah lumpang berbahan batu kali dan alu yang digunakan untuk menumbuk bahan jamu. Ada tiga alat penumbuk, yakni lumpang penumbuk bahan basah, penumbuk bahan kering, serta sebuah alat semacam penggiling dari batu dan parutan yang juga untuk menghaluskan hasil tumbukan.
Asal nama jamu cekok.
foto: brilio.net/Anindya Kurnia
Lantas, kenapa disebut jamu cekok? Karena proses pemberian jamu kepada anak-anak dengan cara dicekokkan. Ramuan jamu dimasukkan ke dalam kain yang bersih, kemudian dicekokkan kepada anak-anak. Istilah cekok bermakna meminumkan jamu dengan cara diperas langsung ke dalam mulut.
Tidak asal memasukkan racikan jamu ke dalam mulut anak, ada trik tersendiri saat melakukan proses tersebut. Pegawai cekok melakukan aksinya dari belakang sang anak. Pasalnya, jika dari depan sang anak langsung menangis.
"Maksimal anak umur 2 tahun saja, kalau lebih dari itu biasanya sudah mau minum sendiri," kata Joni.
Tak hanya terkenal sebagai jamu cekok yang dapat membantu mengatasi batuk, pilek, tidak mau makan, dan lainnya pada anak, warung jamu yang sudah berusia 150 tahun ini juga menyediakan jamu untuk orang dewasa.
Bahkan ada kurang lebih 29 jenis jamu yang bisa dipesan sesuai dengan keluhan setiap orang. Seperti gatal-gatal, pegal linu, datang bulan terlambat, hingga masuk angin. Harganya pun cukup terjangkau, yakni mulai dari Rp 6.000 hingga Rp 8.000 saja.
"Saya sudah dari kecil dibawa kesini sama ibu, sampai sekarang saya punya cucu lagi masih minum jamu ini. Biasanya Saya minum karena pegal-pegal sama napasnya sesak," kata salah seorang pengunjung.
Sudah berdiri hampir 1,5 abad, tak hanya pemilik warungnya saja yang turun temurun, namun karyawan yang berkerja di sini juga merupakan penerus dari generasi sebelumnya. Sebut saja ibu Denok, Jirah, Asih, dan Purwanti yang sudah sekitar 30 tahun bekerja di warung jamu ini.
foto: brilio.net/Anindya Kurnia
"Dulu ada yang ibunya kerja disini terus dilanjutkan anaknya, ada juga yang kakak adik dan ipar semua bekerja disini," ucap Joni.
Menurut Joni, meski telah ada obat-obat modern, namun peminat jamu masih dikatakan cukup banyak. Terbukti setiap hari apalagi pada hari Minggu, pelanggan sampai harus mengantre untuk bisa meminum jamu cekok 'Jampi Asli'. Setiap hari, warung jamu cekok ini buka mulai pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 19.30 WIB.
Tidak hanya dari Jogja saja, pelanggan jamu cekok 'Jampi Asli' ternyata juga datang dari luar kota seperti dari Jawa Tengah sampai Jakarta. Mereka rela datang dari luar kota ke Yogyakarta untuk minum jamu olahan 'Jampi Asli'. Sebab jamu 'Jampi Asli' memang tidak melayani pengiriman.
Joni juga mengaku pihaknya tidak pernah melakukan promosi. Masyarakat tahu warungnya berdasarkan cerita orang. Kebanyakan juga karena turun-temurun.
"Jadi dulu kakeknya kesini, terus nurun ke anaknya, dan sekarang cucunya. Banyak yang manjur jadi selalu kembali kesini," lanjut Joni.
foto: brilio.net/Anindya Kurnia
Karena eksistensinya itu, warung jamu cekok 'Jampi Asli' ini mendapatkan penghargaan dari Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai Pelestari dan Penggiat Budaya Bidang Pelestari Adat dan Tradisi pada tahun 2014.
"Saya tidak mengajukan dan tidak tahu kalau dijadikan nominasi, tetapi mungkin ada pengamat dan kita disurvei. Dari beberapa nominasi kita terpilih dan mendapat piagam penghargaan, karena sudah lama sejak 1875 dan sampai saat ini masih eksis," pungkasnya.
Recommended By Editor
- Mencicipi kesegaran es kacang hijau legendaris Jogja, tempat jajannya Rano Karno
- Legendaris! Mie kopyok Mbah Wahji, kuliner mie yang yang sudah mulai langka
- Roti kembang waru, kudapan Raja Mataram Islam yang tetap eksis
- 8 Resep minuman khas Jogja, dijamin nikmat dan bikin ketagihan
- 9 Tanaman obat ampuh turunkan gula darah, tanpa efek samping
- 10 Cara mudah membuat jamu sendiri di rumah, nggak pakai ribet