Brilio.net - Gelar pahlawan tak hanya untuk mereka yang memperjuangkan kemerdekaan. Makna pahlawan berlaku untuk semua yang mengorbankan kepentingannya sendiri demi kebaikan orang lain atau lingkungan.
Jika kita membuka mata dan mulai mendengar, cerita pahlawan hebat sebenarnya dekat dengan kita. Ya, siapa lagi kalau bukan pahlawan keluarga? Pahlawan yang benar-benar tanpa tanda jasa ini terus berkarya, terlepas dari kondisi mereka. Demi orang terkasih, pengorbanan apa pun mereka lakukan.
Rintangan sulit tak membuat semangat pahlawan keluarga menciut. Pepatah 'Sudah jatuh tertimpa tangga' seakan tak berlaku bagi mereka. Malah 'tangga' yang jatuh itu bisa diubah jadi kesempatan emas dan bisa mengubah derajat hidup lebih baik lagi.
Di luar sana, tak sedikit kisah pahlawan keluarga yang menginspirasi. Brilio.net merangkum beberapa kisah inspiratif pahlawan keluarga yang bangkit dari nol. Yuk, kita simak bersama-sama.
1. Tamsil, pemadam kebakaran yang kerja di dua tempat.
foto: Grab Indonesia
Kerja keras Tamsil, pemadam kebakaran di Kota Makassar ini patut diacungi jempol. Pria ini melakoni dua pekerjaan demi dua putrinya. Sebelumnya, Tamsil pernah mendapatkan pengalaman pahit. Dirinya pernah merantau ke Jawa Timur tapi tertipu dan tidak mendapat bayaran. Stres, akhirnya Tamsil kembali ke kampung halaman.
Rutinitas Tamsil sehari-hari sangat berat. Shift pemadam kebakaran bisa berlangsung selama 24 jam dalam satu waktu. Setelahnya, Tamsil mendapat jatah libur dua hari. Pada waktu luang ini, Tamsil menjadi mitra GrabBike.
"Selagi kita giat dan rajin, penghasilan pun akan menjanjikan. Dan saya juga akan tetap menjadi petugas pemadam kebakaran karena ini adalah salah satu pekerjaan mulia bagi saya,” ucapnya.
2. Elvira Damayanti M. Noer, ibu yang rela banting tulang demi keluarga.
foto: Grab Indonesia
Sebutan bidadari pantas disematkan pada Elvira Damayanti. Wanita berparas cantik ini menghidupi keluarga dengan menjadi mitra pengemudi GrabCar. Suaminya jatuh sakit karena stroke sejak dua tahun lalu.
Elvira tetap bisa menyeimbangkan perannya sebagai ibu dari satu anak dan mitra GrabCar. Dirinya memulai pekerjaan sejak pukul 6 pagi saat mengantar sang anak sekolah dan berakhir pukul 6 sore. Di sela-selanya, Elvira bahkan masih sempat menyiapkan makan siang untuk suaminya.
"Setelah bergabung ternyata kok menyenangkan. Penghasilannya juga alhamdulillah, bisa untuk asap dapur juga,” ujarnya.
3. Bonar, teman tuli yang pantang menyerah.
foto: Grab Indonesia
Menjadi tuli bukan halangan Bonar untuk menghidupi keluarganya. Bapak dari anak yang baru berumur 5 tahun ini menggunakan bahasa isyarat dan pesan singkat untuk berkomunikasi dengan penumpang.
“Saya chat customer, terus saya konfirmasi. Setelah itu saya kasih helm dan jalan seperti biasa. Kalau mau jalan pintas, mereka bisa tepuk pundak saya,” bebernya. Kegigihan Bonar di atas berhasil membuat penumpang nyaman dan aman sepanjang perjalanan.
Bonar merupakan 1 dari ratusan mitra pengemudi Tuli Grab di Indonesia. Untuk memberikan kesempatan yang sama bagi setiap orang, termasuk Teman Tuli, Grab meluncurkan program #MendobrakSunyi yang bekerja sama dengan GERKATIN (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia) dan PPDI (Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia) sejak September 2019. Aksi nyata ini meliputi fitur-fitur khusus seperti materi pelatihan menggunakan subtitle dan juga alat bantu komunikasi di dalam mobil dan di atas motor.
Grab juga telah melatih tim layanan pelanggan Grab dengan kemampuan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) dasar untuk bisa memberikan pelayanan terbaik bagi siapa pun, termasuk teman Tuli. Ingin tahu lebih lengkap mengenai inisiasi #MendobrakSunyi ini? Yuk kunjungi laman ini.
4. Fajar Shiddiq, mitra Tuli GrabCar yang ingin bekerja layaknya orang biasa.
foto: Grab Indonesia
Fajar sempat bingung mencari pekerjaan setelah keluar dari sebuah butik setahun lalu. Teman Tuli ini selalu ditolak saat melamar di berbagai perusahaan. Nasibnya berubah ketika bekerja menjadi mitra pengemudi GrabCar.
“Saya dapat info dari GERKATIN soal kesempatan kerja di Grab. Mereka tahu kemampuan menyetir saya sangat baik,” ujarnya.
Sejak menjadi pengemudi GrabCar, Fajar berhasil mendapat nafkah untuk keluarganya. Bahkan, dia sekarang sedang mencicil untuk membangun mimpinya membuat kedai kopi bernama Kopi Tuli.
"Kebetulan di Bandung belum ada Kopi Tuli. Saya juga sedang mencari tempatnya. Di sana, orang-orang juga bisa belajar bahasa isyarat. Saya ingin membuat kesadaran bahwa Teman Tuli juga bisa mengemudi dengan aman,” tutupnya.
5. Syahrul Hakim, guru SLB sukarelawan yang tak gengsi jadi pengemudi ojek.
foto: Grab Indonesia
Pemuda 26 tahun ini berprofesi sebagai guru Sekolah Luar Biasa (SLB) secara sukarelawan sejak 2015 di Kelurahan Bulurokeng, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Meski gajinya hanya Rp 300.000 per bulan, Syahrul tetap bersyukur menekuni pekerjaan yang sesuai latar belakang pendidikannya, Strata Satu (S1) jurusan Pendidikan Luar Biasa.
Namun Syahrul nggak mengabaikan peluang lebih baik. Atas ajakan sang kawan, ia menjadi mitra GrabBike sejak 2017. Jika pukul 08.00-12.00 ia mengajar, selepas itu Syahrul open trip.
“Jadi tak ada yang saya tinggalkan, antara passion sebagai guru maupun kesempatan untuk mendapatkan penghasilan yang cukup,” ujar Syahrul bersemangat.
Syahrul mengaku tak peduli cibiran orang atas dirinya yang lulusan sarjana tapi menekuni tukang ojek. Kenyataannya, pekerjaan ini halal dan membuatnya bisa meraup penghasilan mencapai Rp 3 juta sebulan hingga mempersunting wanita pujaan pada Agustus 2019 lalu. Baginya, Grab telah membuka peluang berpenghasilan lebih layak.
Grab berkomitmen untuk terus menghadirkan dampak positif teknologi bagi setiap orang di Indonesia. Berdasarkan temuan riset, Tenggara Strategics dan CSIS mengestimasi bahwa Grab berkontribusi sebesar Rp 48,9 triliun ke perekonomian Indonesia pada tahun 2018 melalui empat lini usahanya: GrabCar, GrabBike, GrabFood dan GrabKios.