Relawan dan kegiatan YSKC
Karena telah resmi, tentu Olla dan Jonathan tak bisa bergerak seorang diri. Mereka memerlukan orang-orang yang tergerak untuk menjadi relawan di bidang kemanusiaan. Karena itu, YSKC akhirnya membuka kesempatan buat siapapun untuk memberikan dukungan kepada anak-anak penderita kanker. Penyakit dari anak-anak tersebut beragam. Baik itu, leukemia, tumor mata, dan penyakit lainnya.
Jonathan mengatakan bahwa kegiatan relawan ini akan dibuka selama 3 bulan sekali. Satu kali open recruitment, YSKC bisa menerima 60 orang relawan. Nantinya akan membantu dan membuat berbagai kegiatan yang tentunya menebar bahagia bagi pasien kanker tersebut. Memang sengaja dibuka berkali-kali, tujuannya agar banyak orang yang punya kesempatan untuk memberikan dukungan. Bagi yang masa kerelawanannya telah habis, Olla dan Jonathan masih sangat mempersilakan mereka untuk terus berkontribusi.
“Sampai sekarang masih ada mas. Saya bahkan kaget. Kan kita per batch nih satu, dua, tiga, terus ini ulang lagi ke empat. Kemarin ketemu [relawan batch satu] di acara di Sardjito, ada satu relawan yang masih ngajar anak,” ungkap jonathan
Jonathan berujar, salah satu sumber keuangan agar yayasan ini berjalan adalah dari Kitabisa. Selain itu, untuk kegiatan biasanya bekerja sama dengan pihak-pihak luar. Mereka juga menerima sponsor yang berkeinginan mendukung segala bentuk acara yang direncanakan oleh YSKC.
Kegiatan yang dilakukan oleh YSKC pun beragam, pada intinya adalah memberi semangat kepada anak-anak pejuang kanker. Salah satunya adalah memberikan penyaluran berupa popok, susu dan lain sebagainya kepada pasien baik itu di rumah sakit maupun langsung ke kediamannya (bagi pasien yang menetap di Yogyakarta). Selain itu, mereka juga punya kegiatan hiburan seperti menggambar, fashion show dan event-event lainnya. Biasanya dilakukan beberapa bulan sekali.
Bagi Olla, membuat pasien tersebut gembira dan tertawa adalah salah satu sumber kebahagiaannya. Dia sering mengajak pasien apalagi yang berasal dari luar kota, untuk pergi bermain di luar rumah sakit. Olla menganggap, dia harus membuat pengalaman menyenangkan untuk sang anak ketika berobat di Yogyakarta.
Olla kerap membawa penderita kanker cilik itu jalan-jalan ke mall. Bagi Olla, anak-anak tersebut harus dibawa ke tempat yang tidak ada di kampung halamannya. Jika anak tersebut senang, bisa jadi itu akan membantu membuat keadaannya menjadi lebih baik.
“Dulu waktu aku bikin rumah singgah, pasien selalu ku bawa ke tempat yang ibaratnya mereka nggak bisa nginjak itu tempat kalau di daerahnya. Jadi aku mau pasien ku itu pulang ke rumahnya membawa cerita yang baik. Bukan cuma ke rumah sakit saja,” jelas Olla.
Kemudian, banyak dari pasien tersebut juga yang tidak bisa bersekolah. Mereka harus menjalani pengobatan yang intens. Lewat YSKC ini, mereka juga memberikan pendidikan non formal kepada penderita kanker tersebut. Datang ke rumah pasien dan memberikan pelajaran-pelajaran dasar. Paling tidak mereka mengerti membaca dan menulis.
Saat ini ada sekitar 20 anak yang dibantu oleh YSKC. Sebenarnya angkanya lebih daripada itu. Namun, pasien kanker anak ini silih berganti. Ada yang sudah membaik, ada yang pulang ke kampung halamannya karena proses pengobatan telah selesai. Bahkan ada juga yang sudah meninggal. Jadi angka 20 orang itu bisa saja berubah dalam sekian waktu.
Cerita sedih dan bahagia pendiri YSKC
Jangkauan YSKC ini cukup luas. Selain luar kota, banyak juga pasien yang datang dari luar pulau. Mengingat RS Sardjito mempunyai fasilitas yang lengkap untuk mengobati pasien kanker. Karena itu banyak orang tua yang membawa anaknya ke rumah sakit itu. Bahkan Jonathan mengatakan, ada pasien yang berasal dari Merauke, Papua.
“Makanya sampai Merauke ke sini. Saya juga kaget dari Merauke,” ujar Jonathan.
Jonathan juga membeberkan hal yang menyenangkan baginya. Menurut Jonathan banyak anak penderita kanker yang terhambat untuk bersekolah. Penyebabnya tentu karena anak tersebut tidak boleh merasakan kelelahan. Selain itu, mereka setiap hari harus berobat yang menggerus waktunya untuk bersekolah.
Belum lagi kata Jonathan, obat yang setiap hari dikonsumsi punya pengaruh yang kuat dan dapat menghambat beberapa bagian tubuh. Jadi banyak anak yang terlambat untuk bisa membaca dan tulis. Sementara, orang tua di rumah tidak punya kemampuan untuk mengajarkan di rumah. Sehingga sekolah bagi anak penderita kanker adalah penderitaan yang tiada duanya.
Jonathan mengaku dibuat senang, ada seorang anak yang tengah berjuang melawan kanker bisa bersekolah. Selain bersekolah, salah seorang anak yang dimaksud Jonathan sudah terbebas dari obat yang mana telah dikonsumsinya sejak kecil. Anak tersebut pun sudah tidak malu mengakui bahwa dia sedang mengidap kanker. Bahkan yang bikin Jonathan terharu adalah anak tersebut bisa meraih rangking 2 di kelasnya.
“Ada satu pasien, itu dari Mbak Ola. Awal pertama kali masih umur adik itu masih umur sekitar 2-3 tahun. Dia itu, aku lupa penyakitnya apa. Leukemia kalau nggak salah. Dari kecil sampai besar, dia kan hitungannya sudah bebas obat. Sekarang, bersyukur juga dia tidak malu karena sakit,” ujar Jonathan.
Namun sebaliknya, Jonathan juga punya pengalaman yang menyedihkan selama mengurus YSKC. Pernah suatu ketika, mereka sedang melakukan gladi resik di RS Sardjito untuk persiapan sebuah event. Namun, kabar duka datang menghampiri. Seorang anak penderita kanker yang sering berkegiatan di YSKC dinyatakan meninggal dunia. Siapa yang tidak sedih ketika mendengar kabar ini.
Jonathan dan relawan lain langsung mendatangi anak tersebut di ruang forensik. Sayangnya, Jonathan cukup menyesal tidak sempat menemui pasien tersebut ketika masih hidup. Apalagi mereka sedang ingin melaksanakan event untuk bersenang-senang.
“Kita nggak sempat datengin padahal kita lagi senang-senang. Ada adek yang lagi kritis kok kita nggak tau. Sedihnya di situ sih,” ungkap Jonathan.
Selain mengurus YSKC, Jonathan dan Olla juga punya kesibukan yang lain. Jonathan merupakan accounting di salah satu rumah sakit di Yogyakarta. Sementara. Olla saat ini bekerja sebagai HRD di salah satu perusahaan retail. Mereka masih menyempatkan diri turut konsisten bergerak memberikan dukungan kepada anak penderita kanker.
Cerita dari relawan
Selain pendiri YSKC, saya juga mewawancarai salah seorang relawan yang tergabung dalam yayasan ini. Di tengah sore yang basah, hujan deras sedang mengguyur Yogyakarta dan sekitarnya. Di rumah singgah, ada Dela Nuraini Safinka seorang mahasiswa jurusan Matematika, UIN Sunan Kalijaga.
Dia merupakan seorang relawan yang sedari awal ikut bersama YSKC bahkan hingga hari ini. Dela menyadari betul stigma masyarakat kepada penderita kanker. Dia pun tergerak untuk berdiri dan memberikan dukungan kepada anak penderita kanker. Bahkan ketika masa relawannya habis, dia masih turut berkontribusi memberikan dukungan.
Sebagai mahasiswa awal, di awal 2023. Dia ingin sekali mencari kegiatan yang bermanfaat. Tidak sengaja melihat poster recruitment tersebut, tanpa ragu Dela memutuskan mendaftar. Atas pilihannya itu, dia jadi punya banyak pengalaman.
Masih terbenam dibenaknya, bagaimana Dela melihat langsung seorang anak kecil berumur 5 tahun tiba-tiba mengalami kejang-kejang. Dela bukan dokter, dia tak biasa melihat kondisi itu. Kepada saya dia mengatakan bahwa itu adalah pengalaman yang cukup sedih bagi dirinya.
Dela juga mengingat betapa tersentuh hatinya melihat anak-anak tersebut yang punya semangat belajar tinggi. Padahal banyak dari mereka yang tidak bisa bersekolah.
Semakin tergerak hati Dela untuk terus mendukung anak-anak penderita kanker tersebut. Dia mengatakan telah mengikuti berbagai macam kegiatan kerelawanan. Mulai dari melukis, belajar bersama dan lain sebagainya. Dia merasa senang, tenaganya dapat berguna untuk membantu pasien-pasien tersebut.
“Bersyukur, senang bisa membantu,” pungkasnya.
Saat ini, Dela diminta untuk tinggal di rumah singgah. Dia yang akan mengurus kedatangan pasien dari luar kota ketika hendak menginap di rumah tersebut. Selain itu, Dela juga mendampingi, relawan-relawan baru dalam berkegiatan. Bagi Dela, ini adalah kegiatan yang menyenangkan.
Recommended By Editor
- Andry Priyanta 'Ngatmombilung': Dari buruh pabrik, mekanik sepeda, barista, sampai jadi musisi
- Kisah hidup Dodok, dari anak jalanan, pengamen, hingga jadi komika di usia senja
- Sejarah di balik Soto Pites Mbah Galak, berawal dari dagangan keliling hingga jadi kuliner legendaris
- Mengenal aktor di balik popularitas wisata Hutan Pinus Mangunan, bermula pertemuan dengan Sri Sultan
- Karnamereka, band pop punk Jogja pinggiran yang sukses dengan single 'Ayah Ibu' dan 'Titik Nadir'