Brilio.net - Saat ini marak tren bisnis jasa di tengah masyarakat. Salah satunya adalah bisnis jasa titip atau biasa disingkat dengan nama jastip. Awalnya usaha ini dilakukan hanya untuk penitipan pembelian barang dari luar negeri karena banyak barang yang harganya lebih murah jika dibeli di luar negeri. Namun saat ini, pelaku layanan jastip bisa menjadi solusi dari masyarakat yang kesulitan mendapatkan suatu produk karena mereka tinggal di kota kecil, jarak yang jauh, atau sibuk sehingga tidak bisa membeli sendiri.

Bisnis jastip ini termasuk bisnis yang menggiurkan, sebab tidak memerlukan modal besar, bahkan bisa juga dimulai tanpa modal lho. Terlebih jika para jastipers atau orang yang dititipi ini juga suka berbelanja, berburu diskon, dan liburan ke luar negeri.

Peluang inilah yang kemudian diambil oleh Ashifa. Perempuan pemilik usaha @nitipduluyuk ini sempat menceritakan kisahnya menekuni usaha jastip. Tepat di tahun 2018, Ashifa yang ingin pulang kampung mencoba menambah pemasukan untuk mengganti uang membeli tiket kereta.

"Awalnya aku mau pulkam ke Blitar sekitar november 2018-an. Karena tiket kereta Kahuripannya habis. Terpaksa naik Malioboro Express yg haganya 120 keatas, PP aja udah 250an sendiri kan. Lalu aku punya ide jastip biar paling gak bisa ganti tiket ku PP." kenangnya, seperti dikutip brilio.net dalam keterangan tertulisnya via WhatsApp pada Senin (21/12).

Diakui oleh Ashifa, masa merintis jastip ini tidak langsung mendapat keuntungan yang besar. Ia bahkan sempat kecewa karena sepi pemesan dan memutuskan untuk berhenti.

"Pertama itu yg pesen gak sampe 15 slot. Mungkin karena waktu itu jastip blm begitu marak yaa. Terus aku sempat menyerah karena slotnya gak sampai 20 dan off gak jastip lagi," ujarnya.

Namun karena dukungan dari temannya, Ashifa pun mencoba lagi untuk telaten menjalankan jastip. Berbagai produk seperti skincare, parfum, dan baju-baju branded pernah ia tawarkan. Ia juga melakukan evaluasi dan mencari sebab mengapa jastipnya masih sepi peminat.

Setelah banyak mengamati, perempuan yang akrab disapa Shifa ini pada akhirnya melihat kondisi pasar. Ia fokus untuk menjalankan bisnis jastip dari Jogja-Blitar. Dua kota tersebut dipilih karena Blitar merupakan daerah asalnya, sehingga ada teman-teman dan keluarga yang membantunya di sana. Sementara Jogja merupakan tempat tinggalnya saat ini dari mulai kuliah sampai diterima sebagai karyawan swasta.

Ia juga mengganti produk jastip yang awalnya produk fashion menjadi produk makanan. Untuk lebih segmented, produk makanan yang dipilih adalah makanan tradisional dan oleh-oleh khas Jogja dan Blitar. Usaha Shifa ini kemudian mengalami kemajuan. Sejumlah permintaan demi permintaan barang jastip terus hadir. Shifa yang dulunya hanya bisa mendapatkan 15 slot, kini bisa menangani lebih dari 70 slot.

"Dulu sempet jastip nya skincare, parfum dan baju bermerk yang nggak ada di Blitar tapi kurang begitu minat customer nya. Mungkin karena harganya ya, kalau merk2 seperti BBW, TBS, H&M dan P&B kan pasti mahal di atas Rp 100 ribuan. Nah akhirnya kita fokus untuk oleh-oleh makanan khas dari dua kota itu," tambahnya.

Jastip dianggap menguntungkan karena fee yang diberikan oleh calon pembeli diberikan per item. Keuntungan setiap barang pun berbeda-beda, sejumlah jastiper ada yang langsung memberikan harga baru, yang didalamnya sudah harga jasa titip. Sementara jastip milik Shifa ini mengedepankan transparansi soal harga barang dan tarif jasa.

"Kita infokan ke customer untuk tarifnya. Tarif jastip kita mulai dari Rp 7000 - Rp 10.000 tergantung harga barang," jelasnya.

Prosedur layanan jastip.

<img style=

foto: freepik.com

Setiap orang tentu memiliki prosedur dalam melayani konsumen. Untuk jasa titip ini, biasanya langkah pertama yang dilakukan tentu saja mengunggah produk-produk di media sosial. Shifa sendiri lebih aktif memposting lewat Instagram dan status WhatsApp. Selanjutnya customer bisa memesan produk yang diinginkan via DM atau menghubungi CP yang tertera. Kehadiran marketplace yang memadai semakin membuat bisnis ini terus berkembang.

Menanggapi soal jastip yang merupakan bisnis kepercayaan serta risiko batal beli oleh customer, Shifa mengatakan bahwa jastipnya ini memperbolehkan costumer membayar saat barang siap jika sudah pernah order minimal 3 kali. Selain itu, jastip ini mengharuskan pembeli untuk membayar minimal 50 persen untuk pesanan yang harganya lebih dari Rp 300 ribu. Namun lewat penuturannya, mayoritas customer selalu membayar lunas saat memesan.

"Transaksi dibawah 300 boleh bayar ketika barang datang dengan syarat customer nya pernah order minimal 3x di kita. Lebih dr 300 wajib DP 50 persen atau lunas sekalian, berlaku untuk siapapun tanpa pengecualian," paparnya.

Lebih lanjut, Shifa menceritakan bagaimana sistem kerja dan koordinasinya sesama tim. H-3 pengiriman, sudah ada batas order atau lebih dikenal dengan istilah close PO. Pada hari itu juga, Shifa sudah merekap data customer serta memesan makanan dan oleh-oleh ke toko. Hari H pengiriman, ia sudah harus siap mem-packing semua produk. Jika sudah sampai di Blitar, salah seorang temannya akan mengambil produk tersebut dan menunggu para costumer untuk mengambilnya di rumah. Biasanya ada jam pengambilan yakni mulai pukul 9 pagi sampai 8 malam. Kadang kala, ada juga pembeli yang meminta dikirimkan via GoSend dan COD.

Kenaikan omzet saat masa pandemi Covid-19.

<img style=

foto: Instagram/@nitipduluyuk

Selama masa pandemi, Shifa mengatakan bahwa banyak customer baru yang memesan di layanan jastipnya. Kala itu, Blitar dan daerah Jawa Timur masih masuk zona merah, Shifa sadar betul bahwa masyarakat di sana pasti masih khawatir untuk bepergian apalagi belanja.

Namun melalui jasa titip, mereka bisa tetap mendapatkan barang incaran atau produk tertentu yang diinginkan. Termasuk untuk mengobati rasa rindu dengan makanan dari daerah tertentu, seperti yang dirasakan oleh Rahma, mahasiswa di Yogyakarta yang kini pulang ke kampung halamannya di Blitar dan menggunakan jasa titip.

"Aku kuliah di Jogja dan kangen aja sama jajanan di sana. Mau kasih oleh-oleh juga buat keluarga di Blitar karena kan pas masa pandemi harus buru-buru pulang gak sempet beli," ujar Rahma.

Ia juga melihat bahwa makanan bisa menjadi produk yang laris manis saat pandemi.

"Peluang jastip di masa pandemi menurutku malah naik pesat, apalagi makanan. Mereka akan beli makanan karena yg bisa dinikmati saat ini hanya makanan. Produk fashion, make up, skincare kan jarang ya karena nggak kemana-mana," ungkap Shifa.

Melihat peluang ini, Shifa pun mencoba memaksimalkan slot untuk sekali pengiriman. Usahanya ini juga mengalami kenaikan omzet.

"Kita biasanya sebelum pandemi ini bisa sampai 80 slot. Pas pandemi naik jadi 150 slot per kirim. Terakhir kirim itu beratnya sekitar 49 kg dan sudah empat kali kirim sejak pandemi. Omset yang kita dapat sekali jastip sekitar Rp 1.200.000 bersih," pungkasnya.