Brilio.net - Jurusan kuliah kadang tidak bisa berjalan linear dengan pekerjaan seseorang di masa depan. Mengingat persaingan, dan ketersediaan lapangan kerja yang terbatas, membuat para mahasiswa harus rela bekerja apapun sesuai apa yang ada setelah lulus dari kampusnya.
Selain itu, bisa disebabkan oleh kondisi profesi yang tak lagi dianggap sebagai karier yang menjanjikan. Di ranah pendidikan misalnya, banyak mahasiswa dengan latar belakang jurusan pendidikan justru ogah menjadi guru dan lebih memilih pekerjaan di bidang lain meski serabutan.
Kondisi inilah yang dialami oleh beberapa mahasiswa keguruan yang banting setir bekerja dengan bidang yang berbeda dengan jurusannya di kampus. Mereka menjadi pekerja serabutan dan menggantungkan penghasilan dari menjadi volunteer event.
Pada brilio.net, mereka menceritakan kondisi dan alasan mengapa akhirnya memilih bekerja serabutan ketimbang menjadi tenaga pendidik sesuai jurusannya.
foto: Meira Artamevia
Meira Artamevia, mengaku telah menjadi volunteer sejak semester 3. Ketimbang mencari sampingan jadi guru, mahasiswa angkatan 2021 ini memilih menjadi kru pada event-event perbukuan yang ada di Yogyakarta.
Alasannya, ia mengungkapkan beberapa keresahan. Meira yang sejak awal terlibat aktif di banyak kegiatan kampus merasa lebih tertarik menjadi volunteer event daripada guru. Ia mengatakan, menjadi kru event lebih fleksibel secara waktu ketimbang menjadi guru yang jadwalnya terkesan padat.
"Karena aku juga aktif di kegiatan kampus, jadinya aku lebih pilih volunteer event daripada guru (ngeles). Karena waktunya lebih fleksibel, kalau ngeles setauku padat bgt. Aku pernah mau coba, pas liat waktunya hampir setiap hari dengan gaji yang ngga nentu, ngga dulu deh," ungkap Meira pada brilio.net, Selasa (17/9).
Pekerjaan ini terus Meira geluti sampai menjelang dirinya lulus. Di masa akhir studinya, ia pun mengaku tak akan menjadi guru meski jurusannya pendidikan. Persoalan gaji dan kesejahteraan yang jadi alasan utama. Menurut Meira, kebijakan pemerintah yang tak berpihak pada nasib guru membuatnya ogah menjajal profesi ini.
"Kalau ngelihat kondisi pemerintahannya masih kaya gini (tak berpihak pada guru), ya tetep anjlok. Gajinya tetap kecil, yang gede gaji PNS bukan guru haha. Jadi lebih mending cari kerja yang lain," kata mahasiswi Pendidikan Non Formal UNY itu, Selasa (17/9).
foto: Instagram/@sarinningrum
Senada dengan Meira, Miftahul Ilmy mahasiswa Pendidikan Akuntansi UNY, mengaku bekerja menjadi volunteer event sangat fleksibel secara waktu. Ilmy yang sedang melanjutkan kuliah di tingkat S2 jurusan Akuntansi Murni ini mengaku enggan menjadi guru. Ia beralasan takut jika cara mengajarnya tak mampu dipahami oleh murid-muridnya.
"Karena aku pribadi (nggak jadi guru) takut ilmu yang diajarin ke murid-murid tuh ilmunya salah gitu. Terus karena aku lagi nerusin kuliah, pekerjaan volunteer lumayan fleksibel waktunya. Buat mahasiswa begitu menjanjikan. Kamu bisa belajar manajemen waktu," kata Ilmy saat dihubungi brilio.net, Selasa (17/9).
Sebagai mahasiswa, Ilmy sebenarnya telah menjalani program praktik mengajar. Namun saat menjalani program inilah dirinya justru sadar ia tak mau menjadi guru.
"Pas aku PPL kan ngajar gitu kan. Aku ngajar Akuntansi. Nah aku tuh sebenarnya senang. Tapi pas ngajar itu aku mikir ini bener nggak ya (yang diajarkan)," lanjut Ilmy.
Hal yang sama juga disampaikan Arip Pardhana. Kepada brilio, dirinya mengeluhkan karier guru sudah tidak lagi dianggap menarik. Dirinya merasa, profesi ini kalah populer dibanding konten kreator.
"Kalau menurutku ya, karier guru tuh udah nggak 'seksi' di zaman sekarang. Jadi guru tuh udah nggak wah lagi. Pekerjaan yang 'seksi' zaman sekarang tuh konten kreator. Coba aja kalau kamu punya teman guru dan konten kreator dengan follower ribuan. Pasti konten kreator yang dianggap keren gitu," kata Arip, mahasiswa Pendidikan Teknik Mekatronika UNY.
Lebih lanjut, ia memutuskan tak akan menjadi guru dan lebih senang membidangi dunia event. Alasannya, guru kini sudah semakin sulit untuk berstatus PNS. Dan lagi, statusnya kini diganti menjadi PPPK yang kabarnya tak menyediakan dana pensiun layaknya PNS.
"Alasan saya lebih milih volunter dibanding guru adalah, guru sekarang bukan PNS, dan itu juga kurang menarik menurutku. Sekarang kan guru PPPK ya, jadi nggak dapat uang pensiun," Kata Arip.
foto: Instagram/@sarinningrum
Lebih lanjut, Arip Pardhana memandang mahasiswa pendidikan sudah tidak diuntungkan lagi oleh kondisi zaman sekarang. Dirinya menyesalkan kondisi mahasiswa pendidikan yang harus mengikuti PPG (Pendidikan Profesi Guru) agar bisa menjadi guru. Padahal basis pendidikannya di kuliah sudah keguruan.
"Terus kalo kita mau jadi guru itu kita tuh harus PPG dulu. Kita nih mahasiswa pendidikan nih tapi harus PPG lagi buat jadi guru. Dan orang yang bukan jurusan pendidikan juga kalau mau jadi guru harus PPG. Terus apa istimewanya kita di jurusan pendidikan?! Sedangkan di sisi lain kalau industri (dunia kerja umum) ya, jurusan pendidikan tuh bakal kalah sama yang non-pendidikan gitu. Jadi jurusan pendidikan ini sangat tidak diuntungkan di dunia pekerjaan kalau menurutku ya," tandas Arip, Selasa (17/9).
Recommended By Editor
- Ulasan buku Untamed oleh Glennon Doyle: Menggali kebebasan dan keberanian diri
- Ulasan Buku Caste: The Origins of Our Discontents oleh Isabel Wilkerson, kasta yang tersembunyi
- 7 Alasan mengapa mahasiswa jurusan Pendidikan harus mengikuti kegiatan volunteer buat kesehatan mental
- 10 Kegiatan volunteer untuk mahasiswa, persiapkan diri memasuki dunia kerja
- Jangan diabaikan, kenali apa itu polusi cahaya dan dampaknya bagi kehidupan manusia
- 7 Bentuk kolaborasi guru dan siswa dalam kurikulum merdeka, bantu pembelajaran lebih efektif
- Mengenal istilah gamifikasi dalam pendidikan, bantu tingkatkan motivasi belajar