Brilio.net - Ujian Nasional (UN) telah menjadi bagian dari perjalanan panjang sistem pendidikan di Indonesia. Sejak pertama kali diadakan, UN telah mengalami berbagai perubahan dan kritik. Sering dianggap sebagai tolok ukur kemampuan siswa di seluruh Indonesia, ujian ini sempat menjadi momok bagi banyak siswa. Namun, pada tahun 2020, pemerintah akhirnya memutuskan untuk menghapus UN setelah banyaknya kritik mengenai relevansinya sebagai penentu kelulusan. Namun, wacana diadakannya kembali UN beberapa waktu belakangan ini memancing berbagai respons dari masyarakat, baik yang pro maupun kontra.

Sejarah Ujian Nasional sendiri mencatat berbagai perubahan besar, tidak hanya dalam nama, tetapi juga dalam format dan tujuan pelaksanaannya. Ujian ini telah berganti nama hingga enam kali sebelum akhirnya dihapus. Setiap perubahan tersebut menandai adanya upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan serta mengukur secara lebih akurat prestasi siswa di seluruh Indonesia. Menariknya, meskipun UN dihapus, diskusi tentang pentingnya evaluasi standar nasional tetap berlanjut, sehingga rencana pengembaliannya menjadi perdebatan yang sengit.

Dirangkum brilio.net dari berbagai sumber, Jumat (25/10), kita akan membahas bagaimana Ujian Nasional berevolusi sejak awal hingga menjadi bagian penting dari sejarah pendidikan Indonesia. Selain itu, kita juga akan melihat apa saja yang memicu perubahan nama, serta faktor-faktor yang menyebabkan akhirnya ujian ini dihentikan dan kini diwacanakan untuk diadakan kembali.

Sejarah Ujian Nasional dari masa ke masa

Sejarah UN dari masa ke masa Berbagai sumber

foto: X/@Kemdikbud_RI

1. Ujian Penghabisan (1965-1971)

Ujian Nasional pertama kali dikenal dengan nama Ujian Penghabisan, yang diadakan pada tahun 1965. Pada masa ini, ujian tersebut hanya digunakan sebagai penilaian akhir siswa setelah menyelesaikan pendidikan di jenjang tertentu, khususnya di sekolah dasar dan menengah. Ujian ini dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia dengan materi yang sama. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui pencapaian belajar siswa di akhir masa studi. Namun, Ujian Penghabisan masih dianggap kurang efektif karena pelaksanaannya yang tidak terstandarisasi dan hasilnya tidak selalu bisa menggambarkan kemampuan siswa yang sebenarnya.

2. Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (1972-1980)

Pada tahun 1972, Ujian Penghabisan berubah nama menjadi Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas). Pergantian nama ini dilakukan sebagai bagian dari upaya untuk memberikan evaluasi yang lebih terarah pada tahap akhir belajar siswa. Ebtanas dirancang lebih sistematis dengan soal yang lebih bervariasi. Tujuan utama dari perubahan ini adalah untuk menyeimbangkan antara kemampuan akademik dan non-akademik siswa. Di masa Ebtanas, siswa mulai diperkenalkan dengan standar penilaian yang lebih ketat, dan hasil ujian mulai menjadi salah satu faktor penting dalam penentuan kelulusan .

3. Evaluasi Belajar Tahap Akhir (1981-2002)

Pada tahun 1981, Ebtanas kembali mengalami perubahan. Kali ini namanya disederhanakan menjadi Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA), yang tidak lagi bersifat nasional tetapi tetap digunakan untuk menilai pencapaian siswa di tingkat sekolah. Pada masa EBTA ini, setiap sekolah diberikan otonomi untuk menyusun soal ujian sendiri, meski tetap harus mengacu pada kurikulum nasional. Keputusan ini bertujuan untuk memberikan fleksibilitas kepada sekolah dalam menilai siswa berdasarkan konteks lokal mereka. Namun, kelemahannya adalah tidak adanya keseragaman standar penilaian di seluruh Indonesia .

4. Ujian Akhir Nasional (2003-2004)

Di awal tahun 2000-an, pemerintah kembali mengubah sistem ujian menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN). Ujian ini dimaksudkan untuk mengembalikan standarisasi penilaian siswa di seluruh Indonesia. Pada periode UAN ini, pemerintah mulai memperkenalkan peran penting ujian sebagai syarat kelulusan siswa di jenjang pendidikan tertentu. Ini menandakan awal dari ketergantungan sistem pendidikan terhadap hasil ujian nasional .

5. Ujian Nasional (2005-2020)

Pada tahun 2005, UAN berubah nama menjadi Ujian Nasional (UN), yang lebih dikenal oleh generasi saat ini. Pada masa ini, UN menjadi salah satu ujian paling penting di dunia pendidikan Indonesia, karena hasilnya digunakan sebagai syarat kelulusan dan penilaian mutu pendidikan di berbagai sekolah di Indonesia. UN mencakup berbagai mata pelajaran seperti matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan mata pelajaran lain yang disesuaikan dengan jurusan . Meski demikian, sistem UN banyak dikritik karena dianggap terlalu fokus pada hasil ujian dan mengabaikan aspek proses pembelajaran.

6. Asesmen Kompetensi Minimum (2021-sekarang)

Setelah UN dihapus pada tahun 2020, pemerintah memperkenalkan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) sebagai pengganti. AKM lebih menekankan pada penilaian kemampuan dasar seperti literasi dan numerasi, bukan hanya pada hasil ujian akhir yang menentukan kelulusan. AKM ini diharapkan bisa memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang kemampuan siswa di bidang-bidang penting yang akan membantu mereka dalam kehidupan nyata .

Rencana pengembalian Ujian Nasional

Sejarah UN dari masa ke masa Berbagai sumber

foto: Instagram/@nadiemmakarim

Meskipun UN sempat dihapus, kini ada wacana untuk mengadakannya kembali. Hal ini muncul sebagai respons terhadap kekhawatiran bahwa tanpa ujian standar nasional, sulit untuk mengetahui secara pasti kemampuan siswa di seluruh Indonesia. Para pendukung kebijakan ini berpendapat bahwa evaluasi berskala nasional masih penting untuk memastikan kualitas pendidikan tetap merata di seluruh wilayah.

Di sisi lain, pihak yang menentang rencana ini berargumen bahwa pengembalian UN hanya akan mengulang masalah lama, seperti tekanan yang berlebihan pada siswa dan guru, serta ketidakadilan dalam sistem pendidikan. Diskusi tentang rencana pengembalian UN ini masih berlangsung, dan tampaknya akan menjadi topik yang terus menarik perhatian di masa mendatang.