Brilio.net - Setiap manusia tentunya tak menginginkan dirinya terjun dalam dosa. Kendati demikian, manusia perlu mentaati dan mematuhi perintah Allah SWT yang telah tertera dalam Alquran atau hadits. Namun, tanpa disadari pada akhirnya manusia sering berbuat dosa, seperti halnya membicarakan orang lain atau ghibah.

Ghibah adalah ketika seseorang menceritakan orang lain tentang apa yang dibenci atau tidak disukai olehnya, baik fisik, agama, keduniaannya, kejiwaan, gerakan, harta, dan lain sebagainya yang berhubungan dengannya, baik penyebutannya melalui ucapan atau surat, isyarat, penglihatan, dan lainnya.

Terkadang seseorang tak menyadari bahwa lisan jauh lebih menyakiti perasaan seseorang. Maka dari itu, membicarakan orang lain sangatlah dilarang dalam ajaran agama Islam.

Allah berfirman dalam Alquran, yang berbunyi:

"Dan janganlah sebagian dari kamu menggunjing sebagian yang lain". (QS Al-Hujurat ayat 12).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ghibah merupakan suatu kegiatan membicarakan keburukan atau aib orang lain. Bahkan, ghibah dapat berisiko menimbulkan fitnah. Seseorang yang berghibah sering diibaratkan seperti memakan bangkai saudaranya sendiri.

Lebih lanjut, untuk mengetahui penjelasan lengkapnya terkait ghibah, berikut brilio.net rangkum dari berbagai sumber pada Minggu (17/4).

 

Ghibah adalah membicarakan orang lain © 2022 berbagai sumber

foto: freepik.com

Berdasarkan buku yang berjudul "Misteri Lisan" yang ditulis oleh Ahmad Anwar, ghibah secara etimologi berarti tidak kelihatan atau ghaib. Sedangkan, menurut terminologi syariat, ghibah adalah kamu menyebut saudaramu dengan sesuatu yang tidak disenanginya.

Selain itu, ada definisi ghibah yang disebutkan oleh Rasulullah, sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:

"Tahukah engkau apa itu ghibah?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu." Ia berkata, "Engkau menyebutkan kejelekan saudaramu yang ia tidak suka untuk didengarkan orang lain." Beliau ditanya, "Bagaimana jika yang disebutkan sesuai kenyataan?" Jawab Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Jika sesuai kenyataan berarti engkau telah mengghibahnya. Jika tidak sesuai, berarti engkau telah memfitnahnya." (HR. Muslim).

Imam Nawawi juga ikut menjelaskan bahwa ghibah adalah menyebutkan kejelekan oeang lain di saar ia tak ada saat pembicaraan. (Syarh Shahih Muslim, 16:129).

Dalam Al Adzkar, Imam Nawawi menyebutkan, "Ghibah adalah sesuatu yang amat jelek, namun tersebar di khalayak ramai. Yang bisa selamat dari tergelincirnya lisan seperti ini hanyalah sedikit. Ghibah memang membicarakan sesuatu yang ada pada orang lain, namun yang diceritakan adalah sesuatu yang ia tidak suka untuk diperdengarkan pada orang lain.

Sesuatu yang diceritakan bisa jadi pada badan, agama, dunia, diri, akhlak, bentuk fisik, harta, anak, orang tua, istri, pembantu, budak, pakaian, cara jalan, gerak-gerik, wajah berseri, kebodohan, wajah cemberutnya, kefasihan lidah, atau segala hal yang berkaitan dengannya. Cara ghibah bisa jadi melalui lisan, tulisan, isyarat, atau bermain isyarat dengan mata, tangan, kepala atau semisal itu."

 

Ghibah adalah membicarakan orang lain © 2022 berbagai sumber

foto: freepik.com

Dalam buku yang berjudul "Biografi dan Akidah Imam Al-Muzani" yang ditulis oleh Abu Utsman, berikut hal-hal yang tidak termasuk ke dalam ghibah dan caranya jika terlanjur ghibah.

a. Jika orang yang dibicarakan bukanlah seorang muslim. Karena Nabi menyatakan bahwa ghibah adalah dzikruka akhoka (engkau menyebut tentang saudaramu). Sedangkan orang non muslim tidaklah terhitung sebagai saudara (seagama). Ini adalah pendapat Ibnul Mundzir sebagaimana dikutip oleh as-Shon'aany dalam Sulubus Salam.

b. Jika yang dibicarakan adalah orang yang hanya dikenal atau dilihat oleh pembicara, namun nggak dikenal oleh orang lain (para pendengar).

c. Jika yang dibicarakan adalah hal-hal yang disenangi, bukan hal yang dibenci oleh orang yang dibicarakan. Seandainya orang yang dibicarakan mengetahui hal itu, ia tidak akan membencinya, namun justru senang. Karena Nabi mendefinisikan ghibah dengan 'bimaa yakroh' (sesuatu yang dia benci).

d. Jika yang menjadi objek pembicaraan tidak akan paham dengan materi pembicaraan, karena ia adalah orang yang tidak berakal. Karena itu mereka tidak akan membenci apa yang dibicarakan. Hal ini diisyaratkan seperti orang gila, bisa juga seseorang yang masih bayi dan belum tahu apa-apa.

Apa yang harus dilakukan jika terlanjur ghibah? Jika seseorang terlanjur berbuah ghibah, maka yang perlu dilakukan adalah:

- Meminta dan memohon ampunan kepada Allah atas perbuatan dosa ghibah yang telah dilakukan.

- Mendoakan dan memohonkan ampunan kepada Allah untuk orang yang dighibahi.

- Memiliki tekad untuk tidak melakukan ghibah lagi.

 

Ghibah adalah membicarakan orang lain © 2022 berbagai sumber

foto: freepik.com

a. Menjaga mulut atau lidah.

Dalam Al Adzkar, Imam Nawawi menyebutkan, "Ghibah adalah sesuatu yang amat jelek, namun tersebar di khalayak ramai. Yang bisa selamat dari tergelincirnya lisan seperti ini hanyalah sedikit. Ghibah memang membicarakan sesuatu yang ada pada orang lain, namun yang diceritakan adalah sesuatu yang ia tidak suka untuk diperdengarkan pada orang lain. Sesuatu yang diceritakan bisa jadi pada badan, agama, dunia, diri, akhlak, bentuk fisik, harta, anak, orang tua, istri, pembantu, budak, pakaian, cara jalan, gerak-gerik, wajah berseri, kebodohan, wajah cemberutnya, kefasihan lidah, atau segala hal yang berkaitan dengannya. Cara ghibah bisa jadi melalui lisan, tulisan, isyarat, atau bermain isyarat dengan mata, tangan, kepala atau semisal itu."

b. Berkumpul dengan orang-orang sholeh.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda:

"Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap." (HR. Bukhari dan Muslim).

c. Diam atau tidak menanggapi.

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam." (Muttafaq 'alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47)

d. Menasehati pelaku ghibah.

Dengan menasehati pelaku ghibah, kamu juga dapat mencegah seseorang itu untuk melakukan perbuatan yang dosa. Bahkan Rasulullah pernah bersabda:

"Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran, rubahlah dengan tangannya. Jika dia tidak mampu, rubahlah dengan lidahnya. Jika dia tidak mampu, rubahlah dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemah iman" (HR Muslim 70).