Mengulik resep hanya dari YouTube.

Sebelum berjualan, Dedy dan Kurnia mengulik resep terlebih dahulu sampai menemukan cita rasa wingko yang enak dan punya ciri khas. Jika kebanyakan orang mempelajari resep lewat kursus atau sekolah khusus kuliner, Dedy dan Kurnia memilih "sekolah" di YouTube.

Selain modalnya jadi lebih murah, mengulik resep lewat YouTube juga memudahkan Dedy dan Kurnia mendapat banyak alternatif resep wingko kekinian dari kreator konten berusia muda. Namun, proses Dedy dan Kurnia menggodok resep wingko nggak langsung berjalan mulus, lho.

Di masa-masa menggarap resep wingko, Dedy, Kurnia, dan anak-anaknya sempat mengalami diare usai mengonsumsi wingko buatan sendiri. Tetapi, mereka nggak berhenti begitu saja, melainkan tetap mencoba dan mengombinasi sejumlah resep wingko. Setelah beberapa kali percobaan, baru mereka berhasil mendapatkan resep wingko kekinian yang enak dan tak mengganggu kesehatan.

Jadi, sebetulnya Dedy dan Kurnia nggak mengambil resep wingko 100 persen mirip dengan satu resep di YouTube, melainkan mengkreasikannya dari beberapa resep juga kreasi sendiri agar sesuai dengan ciri khas wingko yang mereka inginkan.

Kisah mantan apoteker sukses buka toko oleh-oleh © Berbagai sumber

foto: Instagram/@wingko.o

Arti di balik nama bisnis dan lika-liku jadi pebisnis pemula.

Bisnis wingko yang dibangun oleh Dedy dan Kurnia ini mereka beri nama Wingko "O". Ternyata, ada filosofi menarik di balik pemilihan nama bisnis ini, lho.

"Kenapa dikasih nama Wingko "O"? Supaya lebih mudah diingat oleh orang-orang, filosofi dari huruf O sendiri kan (maksudnya) kontinuitas, jadi harapannya bisnis ini juga bisa terus berkembang dan berjalan dalam waktu lama," jelas Dedy.

Kisah mantan apoteker sukses buka toko oleh-oleh © Berbagai sumber

foto: brilio.net/shahfara

Usai produk sampai nama bisnisnya siap, sampailah Dedy dan Kurnia pada momen menjual wingkonya. Saat permulaan, mereka menjual 20 porsi wingko dengan harga satuannya Rp15.000. Dedy dan Kurnia menitipkan dagangannya di toko milik tetangga yang terletak di Lawang Sewu. Lokasi ini dianggap cocok untuk menjual wingko, karena terdapat banyak sasaran pelanggan, yaitu turis dari luar kota sampai mancanegara.

Namun, penjualan wingko milik Dedy dan Kurnia nggak melulu laku. Bahkan, kadang-kadang wingkonya tak habis terjual dan harus dibagikan secara gratis ke orang-orang di sekitar.

Titik balik perjalanan bisnis Wingko "O".

Sering mendapati dagangannya nggak melulu laku, Dedy dan Kurnia harus memutar otak agar bisa meraup lebih banyak pelanggan. Akhirnya, mereka memutuskan untuk menawarkan wingko ke orang-orang yang bekerja di gedung-gedung kedinasan di kawasan Semarang.

"Kita market offline atau datang langsung ke dinas dinas untuk menawarkan produk kita," timpal Kurnia.

Kisah mantan apoteker sukses buka toko oleh-oleh © Berbagai sumber

foto: Instagram/@wingko.o

Cara ini membuahkan hasil, bisnis Wingko "O" akhirnya mulai dikenal dan dicari lebih banyak pelanggan. Dedy dan Kurnia menjelaskan, ada banyak pegawai dari luar daerah yang melakukan perjalanan dinas ke Semarang, alhasil produknya sering dijadikan rekomendasi dari mulut ke mulut.

Keberhasilan Dedy dan Kurnia mendapatkan banyak pelanggan dan mengumpulkan puing-puing rupiah membuat Wingko "O" semakin berkembang. Kini, Wingko "O" sudah memiliki dua gerai, yang pertama terletak di Jalan Pekunden Barat Nomor 870, sementara yang kedua di Jalan Pandanaran 2 Nomor 2.

Kisah mantan apoteker sukses buka toko oleh-oleh © Berbagai sumber

foto: Instagram/@wingko.o

Sukses meluncurkan produk oleh-oleh lain.

Selama 6 tahun berjalan, bisnis Wingko "O" berhasil meluncurkan produk oleh-oleh lainnya. Dedy dan Kurnia juga nggak sembarangan memilih produk lho, mereka memastikan produk kuliner yang dijual bisa bertahan lama serta memang disukai dan dicari banyak orang.

Jadi, selain wingko, Dedy dan Kurnia juga menjual bandeng presto, lumpia, bolu pisang, basreng, keripik usus, tahu bakso, dan masih banyak lagi. Harganya juga relatif terjangkau, mulai dari Rp3.500 sampai Rp235.000 tergantung jenis dan porsinya.

Untuk harga wingkonya, memang beberapa kali terjadi kenaikan lantaran harga material di pasaran terus naik. Jadi, yang semula Rp15.000 naik menjadi Rp17.000 usai bisnis berjalan 1 tahun. Setahun kemudian, Dedy dan Kurnia memutuskan menaikkan harganya lagi jadi Rp20.000 yang tak berubah sampai sekarang.

Kisah mantan apoteker sukses buka toko oleh-oleh © Berbagai sumber

foto: brilio.net/shahfara

Merencanakan penjualan wingko secara ekspor.

Dedy dan Kurnia punya impian menjual wingko dan semua produk oleh-oleh kulinernya ke luar negeri. Tetapi, terdapat kendala di masa simpan wingko yang cenderung singkat, yakni hanya 6 hari. Dedy dan Kurnia menceritakan sudah banyak cara pengemasan yang mereka coba, seperti pengalengan, pengemasan plastik vakum, dan lain-lain. Tapi semua cara tersebut belum cukup ampuh untuk menjaga wingko lebih tahan lama.

Pasangan suami-istri ini kini tengah berdiskusi seputar teknik pengemasan paling cocok untuk wingko dengan pihak BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional). Mereka menyebutkan pihak BRIN akan melakukan penelitian terkait hal tersebut, sehingga saat berhasil menemukan kemasan terbaik, bisa langsung diaplikasikan untuk pengemasan wingko yang lebih tahan lama dan dijual ke luar negeri.

"Awal percobaan baru dimulai pertengahan bulan Mei 2024," kata Dedy.

Kisah mantan apoteker sukses buka toko oleh-oleh © Berbagai sumber

foto: brilio.net/shahfara

Kilas balik alasan resign dari pekerjaan sebelumnya.

Seperti disebutkan sebelumnya, Dedy dan Kurnia merupakan mantan pegawai di bidang ekspor-impor yang resign untuk membangun bisnis. Tak hanya itu saja, Dedy dan Kurnia mengaku berani untuk resign juga didukung keinginan mendapatkan pendapatan yang lebih baik. Di sisi lain, Dedy dan Kurnia juga ingin memberdayakan warga sekitar yang belum memiliki pekerjaan untuk bekerja dengan mereka.

Dedy dan Kurnia juga membagikan trik buat calon-calon pebisnis muda yang ingin mengikuti jejak pasangan satu ini. Menurut mereka, kamu harus memastikan terlebih dahulu ide bisnis yang ingin dijalani sebelum memberanikan diri untuk resign.

Selain itu, kesiapan mental juga jadi hal penting disiapkan sebelum resign dan membuka bisnis sendiri. Pasalnya, akan terjadi perubahan besar dari segi pendapatan, karena tak lagi mendapatkan gaji rutin setiap bulannya.

"Yang disiapkan pertama kali pasti mental untuk menjadi penjual. Biasa dapat jumlah pasti dari gajian, terus (saat beralih jadi pebisnis) harus menghadapi situasi yang belum begitu jelas apakah produk jualan kami akan laris atau tidak," timpal Kurnia.

Selesai melakukan proses resign dan mempersiapkan jalannya bisnis, Dedy dan Kurnia mengatakan, sebaiknya jangan lupa untuk menekuni bisnis tersebut secara maksimal, supaya bisnis dapat berjalan dalam waktu lama.