Brilio.net - Flatulensi adalah keluarnya gas melalui anus atau dubur akibat akumulasi gas di dalam perut (terutama dari usus besar atau kolon). Peristiwa keluarnya gas ini biasa disebut kentut atau biasa disebut buang angin. Kentut biasanya ditandai dengan rasa mulas di perut. Nah, ada satu kondisi seseorang bisa saja kelepasan buang angin atau kentut di tempat umum.
Hal tersebut biasanya akan diikuti gelak tawa atau ejekan dari orang-orang di sekitarnya. Sepintas, tindakan itu terlihat lumrah dan biasa saja. Namun, ternyata dalam Islam menertawakan orang yang kentut menjadi salah satu perhatian Rasul. Selain membuat mereka malu, tindakan menertawakan orang yang kelepasan kentut merupakan perilaku kaum jahiliyah terdahulu.
Kentut merupakan bagian dari rangkaian metabolisme tubuh dan semua manusia normal mengalaminya. Lantas mengapa tertawa terhadap hal yang bisa saja juga terjadi pada diri sendiri. Islam dengan tegas mengatur hal ini. Seperti apa hukumnya? Berikut ulasannya seperti brilio.net rangkum dari laman NU Online.
Meski terkesan agak jorok, namun tidak ada orang yang mau mempermalukan dirinya karena kentut. Pastinya jika kondisi kelepasan ini terjadi, hal ini merupakan tindakan tidak sengaja dan tidak diinginkan. Kecuali, di hadapan mereka yang sudah dikenal dekat.
Ini merupakan adab bersosial dalam Islam. Melalui Rasulullah SAW, Allah SWT memperingatkan kita untuk tidak mencela kondisi yang dialami oleh orang lain, sementara kita juga mengalaminya. Seperti halnya kentut, dimana kita sendiri juga berpotensi mengalami hal serupa.
Dari sahabat Abdullah bin Zam’ah RA menceritakan bahwa pada suatu hari Rasulullah SAW menyampaikan khutbah. Beliau menceritakan tentang kisah unta Nabi Sholeh yang disembelih kaumnya yang membangkang. Beliau menafsirkan firman Allah dalam surat Asy-Syams. Setelah menerangkan tentang kisah tersebut, Rasullah menceritakan tentang adab dalam Islam.
Rasulullah SAW menasehati agar bersikap lembut dengan wanita, dan tidak boleh memukulnya. Dalam khutbah itu pula Rasullah SAW menasehati sikap sahabat yang tertawa ketika mendengar ada yang kentut.
"Mengapa kalian mentertawakan kentut yang kalian juga biasa mengalaminya." (HR. Bukhari 4942 dan Muslim 2855).
Dalam Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan Turmudzi, Al-Mubarokfuri mengatakan, bahwa ketika zaman Jahiliyah, jika dalam suatu majelis ada yang kentut, maka mereka beramai-ramai menertawakannya. Ternyata, menertawakan orang yang kentut merupakan tindakan jahiliyah. Maka Rasulullah melarangnya.
Imam Ibnu Utsaimin dalam Syarh Riyadhus Sholihin menjelaskan: "Umumnya, orang akan menertawakan dan terheran dengan sesuatu yang tidak pernah terjadi pada dirinya. Sementara sesuatu yang juga dialami dirinya, tidak selayaknya dia menertawakannya. Karena itulah, Nabi Muhammad mencela orang yang menertawakan kentut. Karena kentut juga mereka alami. Dan semacam ini (menertawakan kentut) termasuk adat banyak masyarakat."
Kemudian Imam Ibnu Utsaimin melanjutkan: "Ini merupakan isyarat bahwa tidak sepantasnya bagi manusia untuk mencela orang lain dengan sesuatu yang kita juga biasa mengalaminya."
Hal tersebut menjadi salah satu adab dalam menjalankan keseharian. Bagi yang kelepasan kentut, bisa meminta maaf kepada orang lain karena tidak mampu menahan diri. Jika bisa menahan, sebaiknya menjauh dari keramaian. Sementara bagi yang mendengar, cukup diam saja karena hal itu juga bisa terjadi pada diri sendiri.