Brilio.net - Saat ini, lulusan pendidikan tinggi di Indonesia sering menghadapi kesulitan dalam menjadi pekerjaan. Tingginya angka lulusan tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja di lapangan. Akibatnya, pencari kerja harus berkait ketat dengan kandidat yang lain. Belum lagi jika kota tempatnya tinggal menyediakan peluang kerja yang terbatas.
Hal itulah yang dirasakan oleh pria bernama Akbar ini. Ia merupakan lulusan S2 Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM). Namun, dalam YouTube Pecah Telur, ia menceritakan sulitnya mencari kerja.
Akbar bercerita saat Covid-19 ia masih menempuh pendidikan magister-nya di Yogyakarta. Namun, ketika itu, Akbar teringat orang tuanya yang sudah tak lagi muda di kampung. Diketahui, Akbar berasal dari Tulungagung, Jawa Timur.
foto: YouTube/@Pecah Telur
Berdasarkan pertimbangan tersebut, ia memutuskan untuk pulang ke kampung usia menyelesaikan pendidikannya. Padahal sebelumnya, Akbar mengaku bahwa ia punya mimpi untuk kerja di luar negeri atau kota-kota besar.
"Waktu itu saya merasa kayak ada rasa ketakutan. Mulai dari situ mulai timbul idealisme-idealisme yang dulu pengen kerja di luar negeri, pengen kerja di kota besar. Idealisme saya yang di situ itu mulai luntur," ungkapnya dikutip brilio.net dari YouTube Pecah Telur pada Rabu (21/8).
foto: YouTube/@Pecah Telur
Bukan tanpa alasan, Akbar mengetahui orang tuanya sudah tak lagi muda. Ia cemas bagaimana jika ayahnya sewaktu-waktu butuh bantuan sementara dirinya sedang ada di rantau.
Berangkat dari kondisi itu, ia memutuskan untuk pulang ke Tulungagung. Bagi Akbar jika pun memang dia sukses di kota besar atau luar negeri, itu tidak ada artinya jika tak mampu memberikan pengabdian kepada orang tua.
"Saya memaksa akhirnya untuk pulang. Karena lihat kayak cemas orang tua itu kalau nanti saya jauh dari orang tua. Kalau orang tua membutuhkan siapa yang akan membantu," ucap Akbar.
"Jadi menurut saya dulu kayak percuma ketika saya bisa sukses tapi di kota besar. Tapi ketika orang tua saya membutuhkan saya itu nggak ada di samping mereka," Lanjutnya.
foto: YouTube/@Pecah Telur
Akbar menyadari betul bahwa spesifikasi pendidikannya akan menyulitkannya untuk mencari kerja di Tulungagung. Pasalnya ia merasa, Tulungagung tidak memiliki banyak perusahaan yang menyediakan pekerjaan formal.
"Oh ijazah S2 di Tulungagung itu mau kerja apa sih? Karena kan gitu. Tulungagung itu S2, peluang pekerjaan itu apa? Akhirnya pulang ke Tulungagung setelah saya lulus, saya itu juga mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan," ujarnya.
Saat itulah ia langsung merasakan sulitnya mencari pekerjaan. Karena merupakan lulusan S2 di bidang hukum, Akbar mungkin bisa menjadi pengacara. Tapi sayangnya, ijazahnya terlalu tinggi, sebab untuk bekerja sebagai advokat, S1 saja seharusnya sudah cukup.
"Ijazah S2 itu kan di Tulungagung perusahaan juga nggak ada. Mungkin perusahaan-perusahaan besar kan nggak ada di sini mas. Terus kemudian mungkin bisa advokat, tapi advokat juga kenapa harus S2, S1 saja sudah cukup," tutur Akbar.
foto: YouTube/@Pecah Telur
Namun, ia tidak patah arang. Tujuannya untuk pulang adalah ingin menemani dan membantu orang tua. Benar saja, Akbar langsung menemukan jalannya. Bersama sang ayah yang merupakan pensiunan guru PNS, Akbar membuka bisnis ternak ikan gurame dan patin.
Saat ini, ia dan sang ayah sudah punya tiga kolam. Satu kolamnya bisa menghasilkan 1,5 ton ikan gurame dalam sekali panen per tiga bulan. Sementara Patin itu bisa menghasilkan 6,5 ton yang sekali panennya 6 bulan sekali.
"1 kolamnya sekitar 1,5 ton, kalau 3 kolam berarti sekitar 4,5 ton, itu gurame. kalau patin, panen sekitar 6 bulan. Berarti kalau kita ambil 3 bulan, ini kan ada 20 ribu, berarti kalau dibagi 2, berarti sekitar 10 ribu. kalau patin biasanya sampai sekitar 6,5 ton," ujarnya.
Akbar dan ayahnya tak menjelaskan secara spesifik tentang keuntungan dari kolam-kolam tersebut. Namun, ia mengaku punya 3 kolam saja sudah merasa sangat bahagia. Selain ada pekerjaan, ia juga jadi bisa menemani orang tuanya.
foto: YouTube/@Pecah Telur
"Saya merasa kalau sudah tiga (kolam) ini, saya merasa pasti bisa bahagia. Karena kalau kita selalu iri dengan kepunyaan orang lain, pasti kita akan mengejar sesuatu hal yang fana. Hanya untuk mencari validasi dan lain sebagainya, saya merasa kita akan nggak pernah akan bahagia kalau cuma hidup dengan iri," katanya.
Menurut Akbar, ia bisa saja membuat ikannya menjadi panennya sekali dalam sebulan. Namun, hal tersebut membutuhkan kerja yang menguras sedikit tenaga. Pasalnya tak lama setelah mengurus kolam, Akbar diterima menjadi dosen di salah satu PTN di Tulungagung. Karena itu sulit untuknya membagi waktu,
"Inginnya bibit itu bisa, satu bulan sekali kita bisa panen. Awalnya kayak gitu.Tapi karena sudah dua periode atau tiga periode membuat bibit,saya keterima kerja," jelasnya.
Recommended By Editor
- Remaja suka gambar di kelas kena cibir guru SMA disebut tak punya masa depan, kini sukses jadi dokter
- Pernah jadi pengamen hingga sopir bajaj, kisah pria kini sukses punya pabrik mi ini bikin kagum
- 7 Potret jerih payah TKI Padang hasil menguli di Jepang 7 tahun, rumah gedong hingga peternakan sapi
- Kisah pria resign pilih bertani usai 5 tahun kerja, modal Rp 1,2 juta raup Rp 26 juta dalam 8 bulan
- Remaja ini bungkam cibiran guru yang menyepelekan masa depannya, kini sukses 2 kali juara All England