Brilio.net - Minggu siang (18/2), matahari begitu sombongnya menyinari sebagian besar wilayah Jogja. Tepat saat azan Zuhur berkumandang, brilio.net mengunjungi salah satu makam yang dikeramatkan di Kota Gudeg ini.
Pintu masuk kompleks makam Pangeran Purbaya atau Wotgaleh dan Masjid Sulthoni Wotgaleh/rizky mandasari - brilio.net - 2018
Lokasi makam ini tak jauh dari Bandara atau Lanud Adi Sucipto yang terletak di Jalan Raya Berbah, Sendangtirto, Berbah, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Makam keramat ini merupakan makam Pangeran Purbaya atau Wotgaleh.
Masjid Sulthoni Wotgaleh/rizky mandasari - brilio.net - 2018
Kebetulan, di dalam kompleks pemakaman ini ternyata ada cagar budaya Masjid Sulthoni Wotgaleh. Ya, di siang sangat terik itu kami pun memutuskan untuk mampir sambil menunaikan ibadah.
Bagian dalam dari Masjid Sulthoni Wotgaleh yang merupakan masjid tertua kedua di Jogja/rizky mandasari - brilio.net - 2018
Masjid Sulthoni Wotgaleh ini merupakan masjid tertua di Jogja, sama seperti masjid yang berada di Kotagede. Suasana sejuk dan menenangkan ini pun lantas membuat kami betah berlama-lama. Ada beberapa pohon beringin tua di sini, tak heran bila banyak pengunjung suka duduk-duduk di bawahnya.
Saat kami datang, masjid ini sedang digunakan untuk acara Islami. Lalu kami pun langsung beranjak menemui juru kunci untuk bertanya-tanya tentang makam keramat peninggalan Kerajaan Mataram Islam dan mitos yang menyertainya. Kompleks pemakaman ini usianya sudah tua dan rupanya cukup terkenal bagi para pelaku budaya Spiritual Jawa.
Abdi dalem Keraton Yogyakarta sekaligus juru kunci bernama Surakso Slamet/rizky mandasari - brilio.net - 2018
Kami pun segera menemui juru kunci sekaligus abdi dalem Keraton Yogyakarta bernama Surakso Slamet (61).
"Makam ini merupakan makam Pangeran Purbaya yang juga memiliki nama saat kecil Raden Damar. Beliau ini merupakan putra dari raja Mataram Islam pertama dari garwoselir (selir) bernama Niken Purwosari atau Roro Lembayung bisa disebut Ratu Giring," ungkapnya.
Menurut pria paruh baya ini, sejak kecil Pangeran Purbaya tak tahu siapa ayahnya. Ia memang tinggal di gunung dan dirawat oleh kakeknya, Ki Ageng Giring yang merupakan ayah dari Roro Lembayung. Sang kakek pun memberikan nama untuknya yakni Jaka Umbaran karena ia suka mengembara. Dari kecil hingga dewasa, Pangeran Purbaya ini selalu ditemani oleh gurunya yang bernama Ki Wirosobo.
"Setelah dewasa, Pangeran Purbaya lantas menanyakan siapa ayahnya. Ia pun disuruh ke kota nyari rumah yang paling besar di depannya ada pohon beringin dua. Itulah ayahmu," tandasnya.
Dikarenakan anak dari garwoselir, dikhawatirkan pula Pangeran Purbaya akan merebut tahta. Untuk itu, Raja Mataram yakni Panembahan Senopati pun mengakui bahwa ia putranya dan baru diberi gelar Pangeran Purbaya.
Kerap melakukan semedi saat mengembara, membuat Pangeran Purbaya pun sakti. Tak heran jika ia ditunjuk menjadi senopati untuk melindungi Mataram.
Pintu masuk pertama menuju area pemakaman Pangeran Purbaya/rizky mandasari - brilio.net - 2018
Pangeran Purbaya pun menjadi senopati perang saat pemerintahan Sultan Agung hingga Amangkurat I. Tugasnya kemudian dilanjutkan oleh putranya bernama Pangeran Purbaya II yang dijuluki sebagai Banteng Mataram karena sama saktinya.
Sebelum masuk ke area utama pemakaman, ada ruang berisi barang-barang serta gambar dari Pangeran Purbaya serta Panembahan Senopati/rizky mandasari - brilio.net - 2018
Di dalam makam ini tak cuma makam Pangeran Purbaya. Di dalam area pemakaman juga ada makam Ratu Giring atau Roro Lembayung, istri dari Pangeran Purbaya, Pangeran Purbaya II atau Banteng Mataram, Ki Wirosobo dan keluarga keraton.
Gerbang menuju area pemakaman utama yang berisi makam Pangeran Purbaya, istrinya, ibunya Ratu Giring, Banteng Mataram, Ki Wirosobo dan keluarga keraton/rizky mandasari - brilio.net - 2018
Kami pun lantas menyinggung soal mitos yang berkembang di masyarakat. Ya, mitosnya jika ada pesawat yang melintas di atas makam ini akan jatuh.
"Tempat ini juga sakral karena terus terang saja, pesawat saja nggak berani lewat sini. Kebanyakan orang yang nggak tahu kenapa kok pesawat aja nggak berani lewat. Sudah banyak kejadian. Maka dari itu kalau pergantian Danlanud, itu pada ziarah ke sini," tambahnya.
Jadi kalau pesawat jatuh dekat dengan daerah makam, abdi dalem ini menyebutkan karena ketidaktahuan ada makam yang disakralkan. Ada peraturan tak tertulis bagi penerbang dilarang melintas di atas makam keramat ini. Memang dianggap tak rasional, namun aturan tak tertulis ini pun dipatuhi oleh TNI AU di Lanud Adi Sucipto.
Sekadar diketahui, pada 20 Desember 2015 pesawat TNI T50i Golden Eagle dilaporkan jatuh pada pukul 09.40 WIB saat tengah melakukan akrobatik udara. Diduga sang pilot tak sengaja melintas di atas makam ini. Tak cuma itu, sebelumnya pada tanggal 29 Desember 2011, pesawat latih jenis Gilder 611 juga jatuh di daerah dekat makam yang tak lepas dari mitos yang diyakini.
Pada 6 Januari 2012 lalu, media turut memberitakan kejadian serupa. Pesawat latih T-34 Mentor Charlie terbang dari Lanud Adi Sucipto Yogyakarta dan jatuh di Magelang, Jawa Tengah. Sang pilot Ali Mustofa pun turut menjadi korban jiwa. Saat itu juga diketahui Danlanud Marsma TNI AU Purnomosidi langsung berziarah ke makam Wotgaleh.
Recommended By Editor
- Merawat Jemparingan, panahan tradisional khas Mataram berbusana Jawa
- Kisah Sriyanto, korban letusan Merapi 2010 yang memuseumkan hartanya
- Cerita Koko Mariko, pemburu kuis yang sukses liburan gratis ke Eropa
- 10 Potret Fa'i, jomblo akut inspirasi lagu 'Film Favorit' Sheila On 7
- Bakso tusuk Bu Sainah, digilai banyak orang meski puluhan km dari kota