Brilio.net - Di hari Minggu kali ini, cuaca begitu panas terik di Stadion Kridosono, Yogyakarta. Selain lalu lintas ramai, parkiran di sekitar stadion turut panas seolah tanahnya bisa mengeluarkan asap. Hal itu juga tampak pada mimik para petugas parkir, wajah mereka memerah tersengat sinar matahari siang itu.
Hari itu tepat tanggal 11 Februari 2018, ada banyak orang berlalu lalang mengenakan busana khas Jawa. Para kaum laki-laki, tampak begitu gagah ketika mengenakan busana yang dilengkapi dengan kain batik, surjan dan juga blankon. Tak jauh berbeda, kaum perempuan turut cantik saat mengenakan kebaya serta kain batik.
Seketika, orang yang sedang melintas di area stadion akan bertanya-tanya ada acara apa. Sama penasarannya, brilio.net pun lantas masuk ke dalam area stadion. Parkiran memang begitu terasa panas, namun saat memasuki area stadion atmosfernya sudah berubah.
Setelah berputar-putar melihat kondisi sekitar, kami pun berhenti sejenak untuk memperhatikan orang yang berlalu lalang. Kami begitu terpukau dengan orang-orang yang mengenakan busana tradisional Jawa. Seolah-olah berada di dimensi lain kembali ke zaman Kerajaan Mataram.
Beberapa peserta yang tengah berfoto di depan spanduk lomba jemparingan - rizky mandasari/brilio.net 2018
Apalagi ditambah orang-orang yang mengenakan busana tradisional ini dilengkapi dengan alat panah, busur, dan berbagai perlengkapan lainnya. Lengkap sudah suasana di Stadion Kridosono layaknya zaman kerajaan.
Di hari Minggu yang makin terik itu, ternyata sedang diadakan lomba Jemparingan atau panahan tradisional Mataraman tingkat nasional. Rupanya mengenakan busana tradisional Jawa merupakan syarat penting bagi peserta. Lomba ini digelar dalam rangka peringatan Hadeging Kadipaten Pakualaman yang ke-212 tahun (Jawa).
Beberapa peserta yang tengah bersiap-siap lomba - rizky mandasari/brilio.net 2018
Menurut beberapa sumber, tradisi jemparingan telah ada zaman kerajaan ratusan tahun silam. Di Kerajaan Mataram sendiri, tradisi jemparingan dilombakan untuk para prajurit dengan tujuan melatih ketajaman serta konsentrasi.
Dari keterangan panitia, para peserta tak cuma dari orang dewasa saja. Ya, hal itu terlihat jelas saat berada di stadion. Anak-anak kecil nan menggemaskan turut mengenakan busana tradisional Jawa lalu lalang melewati kami. Kaki-kaki kecil itu terlihat agak sulit berjalan, namun anak-anak itu tetap menunjukkan kebanggaan saat mengenakan busana tersebut.
Bisma, salah satu peserta anak-anak yang kini kelas 3 SD - rizky mandasari/brilio.net 2018
Saat itu, panitia sedang mengumumkan para juaranya. Namun yang menarik kami hanya satu juara, yakni bocah kecil yang ramah bernama Farid. Usai menerima hadiah, Farid pun lantas kembali ke arah para peserta. Wajah malu sekaligus raut bangga muncul di wajahnya. Kami pun menyapa bocah lucu ini dan menanyakan beberapa pertanyaan.
Bocah kecil ini lalu dengan malu-malu menceritakan tentang dirinya. Ia baru berusia 6 tahun dan masih TK. Kami pun lantas menanyakan bagaimana perasaannya usai dinobatkan sebagai Juara 3 kategori anak-anak.
"Seneng, seneng banget dapet juara tiga," ungkapnya sambil meringis malu-malu kepada brilio.net, Minggu (11/2).
Farid bocah 6 tahun juara 3 lomba jemparingan kategori anak-anak - rizky mandasari/brilio.net 2018
Ketika ditanya brilio.net sejak kapan menekuni panahan, ia pun menceritakan dengan mimik yang lucu. "Udah dari dulu, pas PAUD diajari panahan sama bapak," ujarnya.
Tiba-tiba, ibu dari Farid pun turut nimbrung menceritakan putranya itu bersama kami.
"Farid sudah sejak umur 3 tahun mulai belajar panahan. Sekarang usia 6 tahun ini dia atlet, bahkan sudah pernah menang panahan tingkat nasional," ujar ibunya Farid dengan mimik bangga.
Usai berbincang-bincang dengan Farid dan ibunya, tiba-tiba perlombaan kategori dewasa pun dimulai. Kami lantas berjalan cepat demi melihat perlombaan itu dari jarak yang lebih dekat. Tampak ibu-ibu dan para wanita remaja yang begitu cantik mengenakan busana tradisional Jawa tengah bersiap-siap. Dengan tenang, mereka mulai duduk bersila dan mulai ancang-ancang dengan busur serta anak panah.
Para srikandi siap-siap memanah sasaran - rizky mandasari/brilio.net 2018
Gong pun dibunyikan tanda dimulainya lomba. Tampak para wanita bak srikandi ini tengah berkonsentrasi agar panah tepat menancap sasaran. Ya, saat melihat perlombaan ini serasa menatap srikandi yang perkasa namun berhati lembut.
Recommended By Editor
- Jadi pantomimer sukses, Hary buktikan seniman jalanan bukan rendahan
- Kisah Sriyanto, korban letusan Merapi 2010 yang memuseumkan hartanya
- 10 Potret Fa'i, jomblo akut inspirasi lagu 'Film Favorit' Sheila On 7
- Bakso tusuk Bu Sainah, digilai banyak orang meski puluhan km dari kota
- 6 Band top Jogja ini jarang masuk TV tapi off-airnya kenceng banget