Brilio.net - Di tengah hiruk-pikuk kota Yogyakarta, berdiri megah sebuah bangunan bersejarah yang menjadi saksi bisu perjalanan panjang Indonesia, Museum Benteng Vredeburg. Dibangun pada abad ke-18, benteng ini awalnya didirikan sebagai tempat peristirahatan bagi para serdadu Belanda, sebuah simbol kekuatan kolonial di Tanah Jawa.

Dio Pratama sebagai edukator museum menjelaskan kepada brilio.net tentang sejarah berdirinya Benteng Vredeburg. Pria asal Malang ini mengatakan bahwa benteng Vredeburg dibangun pada 1760. Pembangunan Benteng Vredeburg dibangun atas dasar permintaan dari pihak Belanda kepada Sultan Hamengkubuwono I. Permintaan ini bukan tanpa sebab, pihak Belanda khawatir akan perkembangan keraton Jogja yang terbilang sangat pesat.

"Jadi dulu Belanda tuh sebenarnya khawatir dengan perkembangan Keraton Jogja yang terbilang sangat pesat," ucapnya sambil menggerakkan tangan.

Akhirnya pihak Belanda ingin membuat sesuatu yang bisa digunakan untuk memantau aktivitas sekitar Keraton Jogja dan berdirilah benteng Vredeburg. Dio menjelaskan bangunan Vredeburg tidak langsung semegah ini. Dulunya hanya dibuat dari kayu dan tanah yang ditumpuk.

Revitalisasi Benteng Vredeburg

Setelah 240 tahun, Benteng Vredeburg berubah menjadi museum yang menarik untuk dikunjungi, bukan hanya pegiat sejarah tetapi merambah ke anak-anak. Dio salah satu petugas tetap yang ada di Benteng Vredeburg menjelaskan tentang revitalisasi vredeburg. Bangunan yang ada di dalam yang biasa disebut dengan diorama 1, 2, 3, 4 menjadi spot untuk menarik wisatawan dengan koleksi-koleksi sejarah yang disimpan Vredeburg.

Diorama 1 dan 2 dulunya berfungsi untuk rumah tinggal bagi perwira Belanda. Diorama ini mampu menampung hingga ratusan pasukan yang ada. Sekarang, gedung ini berfungsi menjadi museum dan koleksi sejarah di Indonesia. Dikatakan bahwa total benda yang ada di Vredeburg sekitar 7000 benda lebih. Akan tetapi, Dio menjelaskan bahwa hanya beberapa koleksi saja yang dikeluarkan khususnya temporer saja karena kerentanan barang.

"Koleksi kita ada 7000 benda lebih, tapi memang nggak semuanya kita pasang, kita pajang ya, Karena kan setiap koleksi punya kerentanan masing-masing jadi ada beberapa koleksi yang kita keluarkan cuma temporer saja," ucap Dio.

Diorama 1 menggambarkan peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi di Jogja. Didalamnya, menggambarkan peristiwa dari perang Diponegoro hingga kedatangan pasukan Jepang ke Indonesia. Ada banyak replika yang dipajang di dalam diorama 1, termasuk bajuk penjara Ki Hajar Dewantara.

 

Benteng Vredeburg brilio.net/Niko Sulpriyono

foto: Brilio.net/Niko Sulpriyono

Di ruangan diorama 2 yang dahulunya difungsikan sebagai rumah. Dahulunya bernama perumahan Perwira Utara. Di dalam ruangan diorama 2 menceritakan tentang awal-awal kemerdekaan Indonesia hingga agresi militer Belanda. Ketika masuk kedalam, langsung disuguhkan dengan mesin cetak koran yang dahulu digunakan koran Kedaulatan Rakyat hingga saat ini koran tersebut masih ada di Yogyakarta. Mesin cetak ini digunakan pada 1914 yang dibuat dari Jerman. Mesin cetak ini dibilang cukup canggih karena dalam 1 jam mampu mencetak seribu koran.

Benteng Vredeburg brilio.net/Niko Sulpriyono

foto: Brilio.net/Niko Sulpriyono

Suasana di dalam diorama 2 cukup gelap. Bukan tanpa alasan, dibuat lebih gelap supaya para pengunjung lebih fokus akan koleksi-koleksi yang di pajang. Selain itu, ada mata uang yang digunakan dari zaman VOC yang beredar di Indonesia. Dahulu disebut dengan De Jawa Shop Bank dan sekarang beralih dengan nama Bank Indonesia.

Tidak hanya menampilkan barang-barang yang bersejarah, di dalam gedung diorama 2 terdapat motion comic. Motion comic digunakan untuk wahana interaktif bagi pengunjung supaya tidak bosan. Motion comic dilengkapi dengan bahasa Indonesia dan Inggris untuk pengunjung dari luar negeri dan mancanegara.

Ruangan selanjutnya yang bisa dikunjungi para pelancong adalah ruang diorama 3 yang memiliki suguhan digital. Diorama ini dahulunya ditinggali oleh prajurit penjajah. Diorama 3 lebih banyak menceritakan tentang peristiwa saat agresi militer Belanda hingga pengakuan negara Republik Indonesia Serikat (RIS).

Selanjutnya ada diorama 4 yang cukup sempit dibandingkan dengan gedung sebelumnya. Ruangan diorama 4 ini disebut dengan Societeit Militer. Societeit Militer adalah gedung yang berfungsi sebagai tempat hiburan para prajurit pasukan belanda. Bangunan ini terdiri dari 2 lantai yang berfungsi sebagai cafe dan di lantai 2 terdapat billiard.

Benteng Vredeburg brilio.net/Niko Sulpriyono

foto: brilio.net/Niko Sulpriyono

"Jadi diorama 4 ini disebut dengan Societeit Militer adalah gedung yang berfungsi sebagai tempat hiburan para prajurit pasukan belanda, di bawah digunakan untuk cafe di atasnya untuk main billiard," jelasnya.

Gedung ini masih dijaga keasliannya karena terbuat dari pohon jati. Sehingga di lantai 2 hanya cukup menampung seratus orang saja. Setelah revitalisasi, gedung diorama ke-4 ini disulap menjadi museum yang menceritakan pemilu hingga orde baru.

"Gedung ini cukup sempit sehingga tidak banyak menggambarkan peristiwa dan hanya menceritakan pemilu hingga orde baru," tampungnya.

Taman anak hingga perpustakaan

Selain menjadi tempat yang kaya akan sejarah dan budaya, Museum Benteng Vredeburg juga menyediakan layanan peminjaman buku melalui perpustakaannya. Perpustakaan ini menawarkan koleksi buku yang beragam, mulai dari buku-buku tentang sejarah hingga ilmu pengetahuan. Dengan begitu, pengunjung tidak hanya bisa menikmati pameran yang ada, tetapi juga memperdalam pengetahuan mereka melalui buku-buku yang tersedia.

Koleksi buku di perpustakaan Museum Benteng Vredeburg dapat menjadi referensi berharga bagi pembaca dari berbagai kalangan. Baik bagi pelajar, peneliti, maupun wisatawan yang ingin mengetahui lebih dalam tentang sejarah dan ilmu pengetahuan. Layanan ini menjadikan museum sebagai pusat edukasi yang lengkap, dimana pengunjung bisa menggali informasi lebih lanjut tentang topik-topik yang diminati.

Benteng Vredeburg brilio.net/Niko Sulpriyono

foto: Brilio.net/Niko Sulpriyono

Di beberapa sudut museum, terdapat area yang dirancang khusus sebagai taman bermain untuk anak-anak, yang membuat tempat ini semakin menarik bagi pengunjung keluarga. Area bermain ini tidak hanya memberikan hiburan bagi anak-anak, tetapi juga menciptakan suasana yang lebih ramah dan menyenangkan, sehingga pengalaman berkunjung ke museum menjadi lebih berkesan bagi semua usia.

Benteng Vredeburg brilio.net/Niko Sulpriyono

foto: Brilio.net/Niko Sulpriyono

Wajah baru Museum Benteng Vredeburg

Keindahan dari revitalisasi juga berdampak kepada salah satu pengunjung yang berasal dari Belitung. Yainuri memaparkan bukan kali pertama dirinya mengunjungi vredeburg. Yainuri menyatakan bahwa ia terkesan akan perubahan vredeburg. Dia mengatakan bahwa pertama kali ia mengunjungi belum semenarik ini dan dilengkapi dengan teknologi digital. Yainuri juga menuturkan bahwa museum vredeburg mampu menceritakan alur sejarah yang ada di Yogyakarta. Museum Vredeburg memberikan pengalaman yang terasa bagi Yainuri bak masuk zaman lampau.

"Ya rasanya sangat luar biasa karena pada saat pertama kali ia mengunjungi belum semenarik ini dan dilengkapi dengan teknologi digital, lalu museum vredeburg mampu menceritakan alur sejarah yang ada di Yogyakarta seperti mengalami secara langsung," ungkap Yainuri.

Yainuri merasa tertarik dengan bangunan depan yang sangat membekas di hatinya. Lalu dirinya merasa tertarik dengan ornamen kolonial yang ada di dalam gedung yang sangat jarang ditemui.

"Ya pastinya bangunan yang ada di depan dan juga bangunan di dalam yang dipenuhi dengan ornamen-ornamen peninggalan kolonial yang sangat jarang ditemui," tampungnya.

Yainuri juga mengatakan bahwa dirinya tak masalah dengan tarif yang diberlakukan oleh vredeburg. Sebab, dirinya turut mendukung untuk kemajuan sejarah bangsa Indonesia.

"Untuk biaya masuk atau tiket sangat tidak memberatkan karena sebagai bentuk kecintaan terhadap sejarah dan perjuangan Indonesia," tutupnya.

Selain Yainuri, Wati (Jakarta) menuturkan ini adalah pengalaman pertama dirinya masuk ke dalam benteng vredeburg. Dia cukup merasakan keindahan sekaligus aura yang cukup menantang karena di beberapa tempat terasa lebih gelap.

"Salah satu gedung saya rasakan lebih gelap dan lebih menantang serta disuguhi sejarah jaman dahulu," ucap Wati.

Diketahui harga masuk benteng Vredeburg pada hari Senin-Kamis, membayar Rp 15 ribu untuk dewasa, Rp 10 ribu untuk anak-anak, dan Rp 30 ribu untuk warga negara asing (WNA). Sedangkan di hari Jumat-Minggu, dibagi dalam dua sesi yaitu pagi dan sore. Sesi pagi HTM untuk anak-anak Rp 15 ribu, sedangkan dewasa Rp 20 ribu, dan WNA Rp 40 ribu. Selanjutnya untuk sesi sore Rp 20 ribu untuk anak-anak, Rp 25 ribu tarif orang dewasa, dan untuk WNA yakni Rp 50 ribu.