Dasar hukum hiwalah
foto: Unsplash/Ali Burhan
Hukum hiwalah adalah boleh atau mubah dengan syarat tidak terdapat unsur penipuan dan tidak saling merugikan salah satu pihak. Syariat dan kebolehan hiwalah berlandaskan pada hadits yang berbunyi, "Dari Abi Hurairah R.A menunda-nunda pembayaran oleh orang kaya adalah penganiayaan dan apabila salah seorang di antara kamu diikutkan (dipindahkan) kepada orang yang mampu, maka ikutilah," (HR. Bukhari).
Dalam hadits tersebut, Rasulullah memerintahkan kepada orang yang mengutangkan jika orang yang berhutang menghiwalahkan kepada orang yang kaya dan berkemampuan, hendaklah ia menerima hiwalah tersebut, dan hendaklah ia mengikuti (menagih) kepada orang yang dihiwalahkannya, dengan demikian haknya dapat terpenuhi (dibayar).
Di samping itu dasar hukum hiwalah juga berasal dari ijma'. Semua ulama sepakat tentang dibolehkannya hiwalah dalam utang bukan pada barang karena hiwalah adalah perpindahan utang, oleh karena itu harus pada utang atau kewajiban finansial. Sebagian orang menganggap bahwa hiwalah tidak sejalan dengan qiyas karena akad hiwalah adalah menjual utang dengan utang, sedangkan menjual utang dengan utang sebenarnya tidak diperbolehkan.
Rukun dan syarat hiwalah
foto: Unsplash/Sebastian Herrmann
Hiwalah memiliki rukun-rukun yang menjadi landasannya. Setiap rukun tersebut tentunya memiliki syarat-syarat yang terkait. Berikut adalah rukun hiwalah:
1. Muhil (orang yang berutang dan berpiutang)
Muhil adalah orang yang berutang dan memindahkan utangnya kepada orang lain. Muhil haruslah orang yang mampu berakad, yaitu orang yang sudah baligh. Hiwalah tidak sah jika berasal dari orang gila atau anak kecil yang belum berpikir. Mazhab Hanafi memperbolehkan hiwalah dilakukan oleh anak kecil yang sudah bisa berpikir jika diizinkan oleh walinya.
2. Muhal (orang yang berpiutang kepada muhil)
Muhal adalah orang yang memberi pinjaman yang utangnya dipindahkan untuk dilunasi oleh orang lain yang bukan peminjamnya atau orang yang memberi pinjaman kepada muhil yang memindahkan utangnya untuk dilunasi oleh orang lain. Mural harus dilakukan oleh orang yang sudah cakap untuk berakad.
3. Muhal 'Alaih (orang yang berutang kepada muhil dan wajib membayar utang kepada muhal)
Muhal 'alaih adalah orang yang harus melunasi utang kepada muhal. Muhal 'alaih adalah orang yang sudah baligh. Hiwalah tidak sah jika dilakukan oleh orang gila dan anak kecil, sekalipun ia sudah bisa berpikir.
4. Muhal Bih (utang muhil kepada muhal)
Muhal bih adalah hak muhal yang harus dilunasi oleh muhil.
5. Sighat (ijab qabul)
Ijab adalah ucapan muhil, misalnya "saya alihkan kepadamu kewajiban (untuk membayar utang) kepada si fulan". Sedang qabul adalah ucapan muhal yang biasanya diawali dengan kalimat "saya terima"
Recommended By Editor
- Pengertian hadits dalam bahasa, ketahui unsur-unsur dan fungsinya
- Arti Al Quddus beserta dalil dan cara meneladaninya dalam kehidupan
- Arti Al Khaliq dalam Asmaul Husna beserta makna dan dalilnya
- Arti lailahaillallah sebagai kalimat tauhid, ini makna dan keutamaan
- Arti Al Muqtadir, pahami dalil, keutamaan, dan cara meneladaninya