Brilio.net - Sudah jadi pengetahuan umum, kalau mahasiswa tak cuma menjalani perkuliahan di ruang kelas. Berbeda dengan siswa SMP dan SMA, di perguruan tinggi ada berbagai macam pilihan kegiatan yang bisa dilakukan.
Salah satunya adalah gabung ke organisasi kampus. Di sebuah universitas, biasanya akan ada berbagai lembaga berupa Unit Kegiatan Kampus (UKM), komunitas hobi, sampai organisasi pergerakkan mahasiswa yang kerap melakukan demonstrasi menyikapi isu-isu terkini di Indonesia.
Bergabung dengan organisasi kampus seringkali dianggap sebagai langkah penting bagi mahasiswa untuk memperkaya pengalaman selama kuliah. Selain fokus pada akademik, berorganisasi menawarkan banyak manfaat, mulai dari memperluas jaringan sosial, mengasah kemampuan kepemimpinan, hingga memperdalam pemahaman tentang bidang tertentu.
foto: brilio/Ikhlas Alfaridzi
Namun, bagi sebagian mahasiswa, keputusan ini bisa menjadi dilema. Apakah bergabung dengan organisasi benar-benar bermanfaat atau justru menyita waktu dan energi? Brilio.net menelusurinya lebih lanjut dan mengajak beberapa mahasiswa berpendapat tentang seberapa bermanfaat bergabung ke organisasi kampus, sampai memberikan tips agar bisa lulus tepat waktu meski aktif di banyak kegiatan kampus.
Pertama ada Rafael Hira mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Menurutnya gabung organisasi kampus menjadi sangat penting jika bidangnya sesuai dengan jurusan yang ditempuh. Ia mengaku gabung di organisasi film bernama 12,9 AJ Kine Klub di kampusnya. Sejauh ini, ia merasa banyak mendapat manfaat baru yang mampu menunjang perkuliahannya.
"Di organisasi banyak belajar hal-hal baru yang mungkin dapat diimplementasikan di perkuliahan. Misal kayak aku di organisasi film, bisa ngebantu mahasiswa saat diberikan tugas video di kelas," katanya pada brilio.net, Kamis (19/9).
Senada dengan Rafael, Syarif mahasiswa UIN Yogyakarta mengungkapkan jika ingin gabung di organisasi kampus, seorang mahasiswa harus menyesuaikan dengan kebutuhan dan minatnya. Misalnya, untuk memenuhi persyaratan meraih beasiswa.
"Tinggal disesuaikan dengan kebutuhan dan minat. Bisa juga misalnya ada niatan cari beasiswa, soalnya kebanyakan beasiswa sekarang ada kolom (syarat) organisasi yang pernah diikuti di formulir pendaftarannya," kata Syarif yang aktif di organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Meski begitu, Syarif memandang mahasiswa yang sama sekali tak gabung ke organisasi adalah mahasiswa yang merugi. Alasannya, mereka terkesan tak memanfaatkan masa mahasiswa seiring dengan biaya kuliah juga yang mahal.
"Soalnya belajar kalo cuma dari kelas aja rugi. Udah bayar UKT mahal tapi cuma jadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang) aja. Di organisasi bisa nambah relasi yang lintas prodi atau fakultas jadi ilmunya nambah juga. Dapat ilmu softskill juga, sesimple ilmu beramah-tamah ke orang lain, berani buat ketemu orang baru," ujar Syarif.
foto: Instagram/@kmpd_jogja
Berbeda dengan dua mahasiswa di atas, Gilang Andretti, lulusan Ilmu Sejarah UGM, mengaku memilih fokus kuliah dan menghabiskan waktu sesuai kelas di perpustakaan ketimbang gabung ke organisasi kampus. Gilang urung mendaftar di lembaga eksekutif kampus karena merasa minder sebab tak pandai bergaul.
"Dulu aku ngerasa nggak percaya diri sih. Kayaknya lebih banyak orang yang punya keahlian lebih dariku. Kayaknya semua anak FIB (Fakultas Ilmu Budaya) tuh mantap lah kalau srawung-srawung (bergaul). Kalau aku cenderung kaku. Jadi kurasa itu yang buat aku nggak percaya diri. Dahlah fokus ke kuliah aja. Akhirnya jadi mahasiswa kupu-kupu (Kuliah, Perpus, Kuliah, Perpus)," kata Gilang saat ditemui brilio.net, Kamis (19/9).
Manfaat berorganisasi bagi mahasiswa nyatanya dihadapkan oleh tantangan lulus tepat waktu. Dalam beberapa kasus, organisasi justru membuat seorang mahasiswa harus menunda kelulusannya karena tugas yang diembannya di organisasi. Hal itupun perlu disikapi agar mahasiswa tak terkesan membuang-buang waktunya.
Oliv, mahasiswi yang kini menjadi ketua di organisasi pers mahasiswa berpendapat, tugas dan kegiatan di organisasi jangan sampai melalaikan kuliah. Menurutnya mahasiswa haruslah mengerti kewajiban utama yang sedang diembannya.
"Sebenarnya ini tidak bisa jadi pembenaran yah, hingga harus meninggalkan kuliah untuk urusan organisasi, Karena bagaimanapun kuliah tetap yang utama meskipun organisasi mendukung perkuliahan tapi jangan sampai meninggalkan kewajiban kita untuk berkuliah dan selesai (lulus tepat waktu) dengan tepat waktu," kata Oliv pada brilio.net, Kamis (19/9).
foto: Instagram/@kmpd_jogja
Namun begitu, Oliv tak menampik jika setiap mahasiswa punya pilihan masing-masing. Lulus terlambat bisa dijadikan pilihan jika si mahasiswa punya prioritas lain di luar kuliahnya.
"Kembali lagi beberapa orang memiliki pilihan dan skala prioritas masing-masing. Jika orang yang memprioritaskan organisasi daripada kuliah, pasti memiliki alasan tersendiri, entah tanggung jawab dan lain sebagainya," ujar Oliv.
Terakhir ada Naufal, mahasiswa UIN Yogyakarta yang mengaku pernah aktif di tiga organisasi saat masa kuliah ini punya tips yang konkret. Menurutnya, manajemen waktu jadi faktor utama. Dengan siasat mengatur waktu yang baik, seorang mahasiswa akan menjadi lulusan yang unggul dengan berbagai pengalaman organisasi yang didapatnya.
"Tinggal diatur aja. Caranya dengan mastiin semua jadwal kegiatan/aktivitas nggak bertabrakan. Karena bagi saya dua-duanya bisa berjalan bareng kok, Mas. Asal bisa komunikasi kalo jadwalnya bertabrakan, baik di kuliah atau di organisasi," kata Naufal pada brilio.net, Kamis (19/9).
Recommended By Editor
- 7 Faktor yang memengaruhi besaran UKT mahasiswa, pahami sebelum masuk kuliah
- 5 Contoh surat pernyataan cicilan pembayaran UKT pendidikan, mahasiswa wajib tahu
- 7 Cara mengajukan penurunan UKT mahasiswa baru, pahami syarat dan ketentuannya
- 5 Aplikasi keuangan gratis yang wajib dimiliki mahasiswa untuk hemat biaya kuliah
- 10 Manfaat bergabung di organisasi kampus yang nggak boleh kamu lewatkan