Brilio.net - Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) kini telah menginjak usia 30 tahun. Acara yang digelar setiap tahun tersebut pun selalu membuat penasaran. Mulai dari muatan, program, pengisi acara hingga konsep dan pesan yang terkandung di dalamnya.

Pada tahun 2019 ini, FKY 30 mengangkat tema 'Mulanira' yang berarti asal muasal. Tema tersebut sesuai dengan lokasi utama FKY 30 yani Desa Panggungharjo. Desa tersebut merupakan asal muasal dari kehidupan kerajaan Mataram.

fky 2019 ramah lingkungan  2019 brilio.net

foto: brilio.net/Faris Faizul Aziz

FKY 2019 Mulanira berbeda dengan FKY tahun-tahun sebelumnya. Jika edisi sebelumnya, FKY adalah kependekan dari Festival Kesenian Yogyakarta, tahun ini berubah menjadi Festival Kebudayaan Yogyakarta. Gagasan ini bertujuan FKY jadi ajang melestarikan budaya Yogyakarta.

Paksi Raras Alit, Ketua Umum Festival Kebudayaan Yogyakarta 2019 menerapkan gerakan pengurangan penggunaaan plastik. Hal ini dilakukan dengan cara mengubah bahan dasar spanduk dan baliho menjadi bahan ramah lingkungan. Hampir semua alat publikasi terbuat dari kain.

fky 2019 ramah lingkungan  2019 brilio.net

foto: brilio.net/Faris Faizul Aziz

"Konsep pasar kuliner, pasar seninya juga ada konsep-konsep, temanya tentang upcycling barang-barang ramah lingkungan. Kemudian baliho dan sebagainya, kita meminimalisir penggunaan Vinyl MMT gitu, jadi banyak pakai kain-kainnya," kata Paksi Raras Alit saat jumpa pers FKY 2019 di Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (26/6).

Meskipun belum bisa maksimal, ia mengungkapkan bahwa panitia berusaha untuk menerapkan FKY 2019 'Mulanira' ramah lingkungan. Panitia memberikan syarat pembukaan stan pasar kuliner dan pasar seni, dengan tidak menggunakan sedotan dan kemasan plastik.

"Kita berupaya sekali untuk ekogreen atau konsep ramah lingkungan. Memang tidak bisa 100% kita mengomongkan (mengklaim) zero plastic, karena memang salah satu syarat pengisi pasar seni dan pasar kuliner kalau bisa sedotan dan kemasan plastik dihilangkan. tapi kan kita juga harus zero plastic nggak bisa, karena trash bag pembuangan, akhirnya masih plastik tapi kita mengoptimalkan itu," lanjut Paksi.

Paksi juga menjelaskan bahwa semua sampah bekas alat publikasi, akan dirupakan menjadi barang daur ulang. "Salah satu cita-citanya, panji-panji atau baliho-baliho yang akan tersebar itu akan kita upcylcling lagi untuk menjadi tote bag, pasti akan melibatkan masyakarat, " ujar alumnus Jurusan Sastra Jawa Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.