Singapura dulunya adalah koloni Inggris sejak 6 Februari 1819. Sir Thomas Stamford Raffles dari EIC (perusahaan hindia timur milik Inggris) mendarat di pulau yang sebelumnya dikenal Tumasik ini dan mendirikan pelabuhan dagang baru. Selama bertahun-tahun pelabuhan dagang tersebut menjadi ramai bahkan mampu menyaingi pelabuhan lainnya di Asia Tenggara seperti di Palembang, Jakarta, maupun Surabaya tempo itu.

Pada tahun 1826, Singapura masuk ke dalam Negeri-negeri Selat, sebuah daerah bekas wilayah perusahaan EIC yang dibentuk pemerintahannya sebagai koloni dari negara Inggris. Status itu bertahan hingga Perang Dunia II pecah. Singapura sempat direbut oleh Jepang yang saat itu melakukan pendudukan di Asia Tenggara. Setelah Jepang kalah oleh Sekutu, status Singapura pun kembali diserahkan kepada Inggris sebagai wilayah koloninya.

Pada 1963, Inggris memberikan hak kemerdekaan kepada wilayah Malaya untuk mendirikan pemerintahan sendiri dibawah pemerintahan Britania Raya. Federasi Malaya pun dibentuk dengan penggabungan seluruh wilayah semenanjung Malaya, wilayah Kalimantan Utara, Sarawak, juga Singapura.

Singapura pun menjadi negara bagian dengan wilayah terkecil di Malaysia. Lee Kuan Yew menjadi pemimpinnya. Namun, pada perjalanannya Singapura seringkali bertolak belakang dengan berbagai kebijakan dengan pemerintah pusat di Kuala Lumpur.

Dari mulai kebijakan ekonomi, sosial, sampai ideologi politik, Singapura seperti sulit sekali diajak nyambung oleh Malaysia. Ketika di tataran elit seringkali kisruh dan terjadi perdebatan keras, di kalangan masyarakat konflik sosial pun terjadi bahkan sampai menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit.

Pada tanggal 7 Agustus 1965, Perdana Menteri Malaysia, Tunku Abdul Rahman melihat tidak ada alternatif untuk menghindari pertumpahan darah lebih lanjut. Dirinya kemudian menyarankan Parlemen Malaysia bahwa mereka harus memilih untuk mengusir Singapura dari Malaysia.

Pemimpin Singapura, Lee Kuan Yew, sebenarnya tetap punya keinginan untuk mempertahankan Singapura sebagai negara serikat bersama Malaysia.

Namun, dalam sidang parlemen Malaysia pada 9 Agustus 1965 memberikan suara 126–0 mendukung pengusiran Singapura. Adapun perwakilan dari Singapura tidak hadir kala itu. Pada hari itu, Lee dengan air mata mengumumkan bahwa Singapura adalah negara yang berdaulat dan merdeka dan berperan sebagai Perdana Menteri negara baru tersebut.

Dirinya pun kemudian menjadi perdana menteri pertama bagi Negara Singapura yang baru terbentuk. Dirinya menyampaikan pidato dengan menyampaikan rasa sedihnya karena harus berpisah dengan Malaysia akibat konflik.

"Bagi saya ini adalah saat kesedihan karena sepanjang hidup saya. Anda melihat seluruh kehidupan dewasa saya. Saya percaya pada penggabungan dan kesatuan dari dua wilayah ini. Anda tahu ini adalah orang-orang yang terhubung oleh geografi, ekonomi, dan ikatan kekerabatan, semuanya telah berakhir," kata Lee Kuan Yew.

Akibat dari dikeluarkannya Singapura dari Malaysia, mereka harus terputus dari segala macam skema ekonomi bersama, politik, dan program lainnya bersama Malaysia. Singapura harus mengurusnya sendiri.

Namun, kegigihan Lee Kwan Yew dan rakyat Singapuran menjadi negara dengan simbol Singa tersebut menjadi salah satu negara kuat di Asia Tenggara.