Brilio.net - Deretan kayu rotan membentuk rumah panggung yang indah, menggambarkan sebuah masyarakat yang tinggal di bantaran sungai. Sementara itu, detail boneka-boneka kertas layaknya menampilkan kehidupan manusia di rumah panggung pada bantaran sungai. Berbagai ekspresi dan kegiatan terpahat pada boneka yang terpasang pada instalasi rumah panggung tersebut.
Sementara itu, sebuah boneka besar terlihat duduk di ujung instalasi, mulutnya sedikit terbuka dan tersenyum, seperti memandangi deretan rumah panggung dari ujung hulu ke hilir. Instalasi yang terletak di depan pintu masuk ruang teater menjadi sambutan yang magis sekaligus indah sebelum menonton pertunjukkan. Instalasi menunjukkan keragaman kehidupan manusia yang hidup di bantaran sungai.
Pertunjukkan dibuka dengan para penari memasuki panggung dengan topeng serta peralatan memancingnya. Layaknya memancing di sungai, para penari mulai menyusuri area penonton. Para penonton yang duduk di area panggung, tampak terlibat dalam teatrikalnya.
Penonton dibuat bertindak sebagai ikan yang tertangkap pancing, maupun pemancing yang membantu temannya menangkap ikan. Suguhan teatrikal yang interaktif antara penari dan penonton menjadi pembuka yang berkesan.
foto: brilio.net/Khansa Nabilah
Panggung berubah menjadi latar bantaran sungai dengan rumah dan jembatan. Suasana riang semakin terasa dengan hadirnya sosok dan Sang dan Jun. Sosok Sang dan Jun diperkenalkan sebagai anak-anak periang yang suka bermain. Sang adalah gadis cilik yang lincah dan pemberani, bersama Jun anak laki-laki yang sedikit penakut, bermain-main di sungai sambil membawa kolongan merpati.
Sang dan Jun digerakkan oleh para dalang. Gerakan melompat, berjalan, menoleh, dan detail gerak lainnya digerakkan dengan luwes oleh dalang Meski raut wajah tak berubah, ekspresi boneka ditunjukkan melalui intonasi suara sang dalang. Meski tanpa kata-kata, intonasi suara dalang mampu menyalurkan makna dan emosi kepada penonton. Selain itu, latar musik juga sukses menyalurkan emosi pada setiap adegannya.
Momen bersenang-senang dengan bermain sungai dan merpati berubah horor. Fragmen pertunjukkan yang begitu magis semakin terasa ketika para penari menampilkan rentetan adegan Sang yang terombang-ambing karena badai.
Perkenalan Kali dan Sang tampak begitu magis. Kali adalah raksasa berwajah murung penuh duka, layaknya sosok tua yang terlupakan. Dengan tangannya yang besar, Kali menyelamatkan Sang dari yang tenggelam.
foto: brilio.net/Khansa Nabilah
Kemunculan para roh yang bergerak mirip ikan yang menyala terlihat bersinar hingar bingar di panggung. Boneka-boneka tersebut berenang dan terbang, mengeliling para penonton dengan cahaya yang indah. Lalu muncullah sosok Kali, roh-rok tersebut terlihat seperti mengiringi kehadiran si raksasa. Tubuh besar tambunnya membuat gerak-geriknya lambat dan lembut. Namun, Kali bukan sosok yang jahat; ia hanya terlupakan.
Adegan berganti, roh-roh berbentuk lembaran-lembaran plastik putih memasuki panggung dengan menari-nari marah. Roh tersebut terlihat mengekang Kali dan Sang. Kehadirannya menjadi simbol menyedihkan tentang kondisi sungai yang penuh dengan sampah plastik. Lagi-lagi, Kali menyelamatkan Sang. Sosoknya yang besar dan tampak menyeramkan untuk anak-anak, membuat Sang takut.
Saat momen hangat baru tercipta, di mana Sang dan Kali mulai berteman, Sang kembali memasuki babak antah berantah. Kali terjebak bersama anak gajah yang muncul dengan kaki dirantai. Sang menyelamatkan anak gajah dengan melepas rantainya.
Recommended By Editor
- Ratusan penari dan musisi Pagelaran Sabang Merauke mulai berlatih
- Sambut hari wayang nasional, kisah Sang Sukrasana bakal dipentaskan
- Jadi pembuka di Sore Hore Vol II, Tuan Tigabelas hipnotis penonton
- Aksi Ine Febriyanti bawakan monolog Cut Nyak Dhien bikin merinding
- 7 Fakta ajang pensi terbesar di Indonesia ini bakal menggoyang Bandung