Adegan Sang dan Jun yang bermain burung merpati ternyata terinspirasi dari anak-anak Gajah Wong. Permainan burung merpati merupakan hal yang awam bagi masyarakat Gajah Wong. Mulai dari anak-anak hingga dewasa, masyarakat Gajah Wong memainkan balapan burung Dara. Menariknya lagi, Ria menggambarkan Sang merupakan sosok anak perempuan pemberani yang tak seperti anak-anak biasanya.
foto: brilio.net/Khansa Nabilah
"Sebenarnya yang jadi menarik, Sang kan perempuan, nggak ada anak perempuan yang mainin balapan burung dara. Tapi di sini kami menggunakan twisted itu lagi, bahwa di sini kami menggambarkan Sang sebagai anak perempuan yang bisa melakukan banyak hal yang tidak biasa dilakukan oleh anak perempuan," ungkapnya lebih lanjut.
Pengemasan cerita melalui karakter boneka Papermoon jadi proses yang penuh eksperimen. Papermoon memiliki ciri karakter boneka dengan raut wajah yang melamun, dibentuk dengan kerutan-kerutan yang khas sebagai bagian dari ekspresinya. Biasa tampil dengan boneka yang berukuran lebih kecil, Kali merupakan boneka terbesar yang pernah diproduksi oleh Papermoon. Boneka Kali sendiri memiliki ukuran 3,5 meter, serta terbuat dari rotan, kain stocking, kayu, dan paralon.
Tak ingin membuat teaternya terasa menggurui, Ria membuat karakter Kali sebagai personifikasi dari sungai. Bahkan, produksinya merupakan penyempurnaan dari berbagai metode pembuatannya. Maka dari itu, Kali dapat digerakkan oleh manusia di dalamnya dengan gerak yang lebih luwes karena bahannya yang ringan.
foto: brilio.net/Khansa Nabilah
"Sebenarnya dia personifikasi dari sungai yang tua dan dilupakan. Papermoon sudah beberapa kali bikin boneka raksasa. Pertama kami pernah bikin yang seperti ini untuk konser Monokrom Tulus, di Jakarta. Kedua, kami sempat bikin pentas di Belanda, tapi nggak jadi berangkat karena pandemi. Jadi ini adalah penyempurnaan dari semua metode itu. Jadi (Kali) lebih ringan, makanya kita bisa melihat dia bisa jongkok, bisa menari, bisa melakukan gerak yang sangat cepat," jelas Ria.
"Komitmen kami sejak dulu adalah menggunakan material yang memang sangat mudah. Makanya kenapa rotan, kayu, paralon, stocking, kenapa material lainnya, karena bisa kita pakai terus," lanjutnya.
Dalam proses pembuatan bonekanya, Ria menggunakan bahan-bahan daur ulang. Roh-roh yang menari-menari tersebut terbuat dari kantong plastik bekas yang didaur ulang. Bahkan, mereka sempat membuka donasi untuk mengumpulkan kantong plastik yang sesuai sebagai material pembuatan bonekanya.
"Terus ada lagi spirit-spirit warna putih-putih menyala tadi. Itu dibuat dari kantong plastik bekas yang kita open donation waktu itu. Kita buka di media sosial, kita bilang kalau teman-teman ada yang ingin buang sampah plastik warna putih kasih kita pokoknya akan kita jadiin sesuatu. Dan itu kemudian jadi material," ungkapnya.
foto: brilio.net/Khansa Nabilah
Buat Ria, Papermoon sejak dulu berkomitmen untuk menggunakan material yang mudah digunakan kembali. Seperti penggunaan rotan yang bisa digunakan kembali untuk membuat boneka lain. Sebelumnya, Papermoon menggunakan material yang sulit untuk didaur ulang. Maka dari itu, mereka memutuskan berhenti dan memilih material lain yang lebih ramah lingkungan.
"Kalau material yang lain sebenarnya Papermoon awal-awal dulu pakai busa, kami ngerasa ini kita nggak mampu untuk mendaur ulangnya. Makanya kami berhenti, kami (ganti) pakai kertas untuk papermasi wajahnya. Jadi pilihan material itu salah satu sikap yang kami ambil untuk merespons isu sampah," katanya.
Berbicara mengenai munculnya gajah dalam pertunjukan teater bonekanya, Ria menjelaskan hal tersebut ada keterkaitannya dengan sungai. Menurutnya, saat membicarakan sungai sebagai pementasan, ia tidak bisa melepaskan hewan-hewan yang hidup di sekelilingnya. Ia terinspirasi dari gajah yang pernah hidup alun-alun di Yogyakarta.
"Gajah itu sebenarnya makhluk yang nggak bisa jauh dari sungai. Dan ketika ngomongin sungai seharusnya, kita juga ngomongin hewan-hewan yang hidup di sekelilingnya. Gajah adalah salah satunya begitu. Terus tiba-tiba jadi inget, saya sekarang tinggal di alun-alun, dulu ada gajah alun alun yang sangat tercerabut dari sungai. Jadi itu kemudian yang kami ambil. Potongannya, kisahnya tentang gajah," papar Ria.
Papermoon Puppet Theatre: Stream of Memory" telah digelar pada tanggal 15-17 Desember 2023 lalu di Laboratorium Seni ISI Yogyakarta. Papermoon bekerja dalam tim yang cukup besar untuk mementaskan pertunjukan ini. Terdiri dari 68 orang, Papermoon juga berkolaborasi dengan empat penari dari Singapura. Dalam pertunjukan kali ini, mereka juga menggaet lighting designer dan koreografer Singapura, James Tan dan Dapheny Chen.
Recommended By Editor
- Ratusan penari dan musisi Pagelaran Sabang Merauke mulai berlatih
- Sambut hari wayang nasional, kisah Sang Sukrasana bakal dipentaskan
- Jadi pembuka di Sore Hore Vol II, Tuan Tigabelas hipnotis penonton
- Aksi Ine Febriyanti bawakan monolog Cut Nyak Dhien bikin merinding
- 7 Fakta ajang pensi terbesar di Indonesia ini bakal menggoyang Bandung