Kisah inspiratif datang dari seorang penjual kopi yang berasal dari Desa Lumban Suhi Suhi, Samosir, Sumatera Utara. Setelah sukses bekerja di sejumlah perusahaan di luar negeri, ia justru memilih pulang kampung untuk merealisasikan cita-citanya. Sariaman namanya.
Namun kepulangannya ke kampung halaman sempat ditolak orang tuanya dan dianggap bodoh. Sebab dia dianggap sudah sekolah tinggi dan sukses, tapi malah memilih jualan kopi dengan becak.
-
Unik! Jualan kopi pilih pakai becak motor
Dilansir brilio.net dari sebuah video di akun YouTube CapCapung, Senin (28/6), pria bernama lengkap Sariaman Malik kini tengah mengembangkan bisnis barunya. Ia memilih jadi penjual kopi keliling atau kopling dengan becak motor yang telah dimodifikasi.
foto: YouTube/CapCapung
"Saya pemilik Kopling atau kopi keliling, yang saya buat di becak atau di bentor (becak motor)," kata Sariaman seperti dikutip dari kanal YouTube CapCapung.
-
Bukan penyuka kopi tapi akhirnya jadi bartender berprestasi
Memilih menjadi penjual kopi, lantaran Sariaman pernah bekerja sebagai bartender. Bahkan ia kerap kali mendapatkan juara satu dalam berbagai kompetisi bartender di Indonesia.
Sebelumnya, Sariaman mengaku tidak menyukai kopi, hingga pada akhirnya ia harus menjadi seorang bartender dan belajar ke sejumlah teman yang sudah lebih senior dalam urusan kopi.
"Sebelum saya jualan di kopling, tahun 1999 saya banyak pengalaman kerja sebagai bartender. Sewaktu itu, saya sering mengikuti kompetisi di Indonesia. Beberapa kali jadi juara 1 dan mendirikan himpunan bartender di Sumatera Utara," ujarnya.
Atas prestasinya sebagai bartender profesional, ia pun sempat bekerja di sejumlah perusahaan besar, seperti hotel bintang lima. Namun keputusannya untuk pulang ke Indonesia sempat ditentang oleh pihak keluarga, lantaran mereka menilai Sariaman telah sukses di luar negeri. Jika pulang maka harus memulai dari nol kembali.
"Pertama saya pulang ke kampung halaman, keluarga sangat-sangat tidak setuju. Karena orang tua menganggap saya sudah sekolah tinggi, punya pengalaman di luar negeri, sudah bekerja secara profesional. Tapi kok malah tinggal di kampung dan menganggap saya sangat bodoh. Saya ingin membuktikan, bisa berkarya untuk masyarakat," ungkap Sariaman.
foto: YouTube/CapCapung
Ingin membuktikan bahwa kopi Samosir adalah kopi terbaik
Salah satu alasan Sariaman memilih usaha yang digelutinya saat ini karena cita-citanya untuk membudidayakan kopi asli Batak. Penggiat kopi seperti Sariaman, ternyata memberi dampak baik bagi para petani sekitar. Ia dan temannya membeli dengan harga yang tinggi.
"Biasanya petani hanya menjual ke tengkulak, kalau di sini namanya toke. Saya langsung membeli ke petani dengan harga tanpa potongan. Jadi mereka bisa menikmati harga. Nilai jual dari proses ini sangat tinggi. Jadi saya bisa menciptakan harga spesial ke petani. Kemudian saya roasting sendiri dan racik di dalam becak," terangnya.
Kemudian Sariaman memilik keunikan dalam usahanya, yakni dengan becak yang dikendarainya berkeliling berjualan kopi.
Tidak hanya itu saja, berkat usahanya ini Sariaman senang karena dapat merangkul masyarakat menengah ke bawah untuk dapat menikmati kopi seperti yang ada di coffeshop mahal. Terlebih dengan transportasi becak yang digunakannya dapat menjangkau para pembeli yang sedang dalam perjalanan.
"Karena mereka juga layak menikmati kopi yang ada di coffeshop yang mahal. Becak ini jadi salah satu cara mengedukasi masyarakat, bagaimana cara kopi bisa seperti di coffeshop, hotel, maupun caffe. Sambil di perjalanan, bisa sambil menikmati pemandangan alam," jelasnya.
foto: YouTube/CapCapung
Edukasi masyarakat: Kopi enak tak harus mahal dan bisa diminum di mana saja
Tantangan besar dalam usaha yang digelutinya kini, ia harus mengedukasi masyarakat bahwa kopi asli Samosir sejatinya dapat dinikmati karena memiliki cita rasa yang sangat baik.
"Dulunya masyarakat menganggap kopi Arabica itu bukan untuk diminum, misal buat mesiu, cat," tukas Sariaman.
Di balik perjuangan Sariaman memulai bisnis koplingnya itu, ia merasa lebih tenang. Ada kebebasan dalam mengatur tanpa tekanan dari atasan.
"Kita menuju ke kebebasan waktu, kebebasan finansial dan kita bisa lebih banyak berekspresi atau berkarya tanpa ada tekanan dari atasan atau bos. Jadi kita bebas untuk menghasilkan produk dari usaha kita sendiri. Saya pun juga pernah mengalami jatuh bangun," pungkasnya.
Recommended By Editor
- TKW ini asuh anak sultan di Hong Kong, ungkap gaji dan fasilitasnya
- Minim akses internet, guru ini gunakan perahu untuk tempat mengajar
- Inspiratif, anak kuli bangunan berhasil masuk UGM
- 10 Potret Afifah, anak petani yang viral jadi kepala sekolah usia 23
- 10 Kisah Favian anak satpam 8 kali gagal masuk TNI, bikin salut