Brilio.net - Dalam ajaran agama Islam, ada banyak amalan yang dapat dilakukan setiap hari ataupun dilakukan pada waktu-waktu tertentu, salah satunya yakni iktikaf.
Iktikaf merupakan suatu ibadah yang dilakukan dengan cara berdiam di dalam masjid untuk tujuan mendekatkan diri kepada Allah. Iktikaf yang disyariatkan ada dua macam, yaitu iktikaf sunah dan wajib.
Iktikaf berasal dari kata 'akafa' yang bermakna 'memenjarakan'. Sedangkan secara istilah fikih, iktikaf berarti berdiam di dalam masjid dengan tata cara tertentu dan disertai niat.
Waktu terbaik untuk melakukan iktikaf adalah ketika 10 hari akhir Ramadhan sebagai bentuk ungkapan ketundukan dan kepatuhan seorang hamba pada Rabb-nya.
Dalam 10 hari terakhir bulan Ramadhan, terdapat beberapa keutamaan yang sayang untuk dilewatkan. Keutamaan ini, semakin memperkuat keistimewaan dari bulan suci.
Dalam momen ini memang sebaiknya umat Islam semakin mengencangkan ibadah untuk meraih keberkahan-Nya. Salah satunya dengan melakukan iktikaf.
Namun, tak hanya di 10 hari akhir Ramadhan saja, ibadah iktikaf juga dapat dilakukan setiap saat, termasuk pada waktu-waktu yang diharamkan sholat.
Hukum asalnya adalah sunah, tapi bisa menjadi wajib apabila dinazarkan. Iktikaf harus dilaksanakan di masjid sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 187 yang berbunyi:
Uhilla lakum lailatas-siyaamir-rafasu ilaa nisaa'ikum, hunna libaasul lakum wa antum libaasul lahunn, 'alimallaahu annakum kuntum takhtaanuna anfusakum fa taaba 'alaikum wa 'afaa 'angkum, fal-aana baasyiruhunna wabtagu maa kataballaahu lakum, wa kulu wasyrabu hatta yatabayyana lakumul-khaitul-abyadu minal-khaitil-aswadi minal-fajr, summa atimmus-siyaama ilal-laiil, wa laa tubaasyiruhunna wa antum 'aakifuna fil-masaajid, tilka hududullaahi fa laa taqrabuhaa, kazaalika yubayyinullaahu aayaatihii lin-naasi la'allahum yattaqun
Artinya:
"Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beriktikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa."
Melakukan iktikaf pada 10 malam terakhir di bulan Ramadhan lebih diutamakan dibanding pada waktu-waktu yang lain, demi menggapai keutamaan lailatul qadar.
- Tata cara dan syarat Iktikaf.
foto: freepik.com
Seperti ibadah yang lain, terdapat ruku, syarat dan tata cara dalam melakukan iktikaf supaya ibadah iktikaf dapat mendatangkan banyak kebaikan.
Rukun iktikaf terdiri dari niat, bersuci dan berdiam diri di masjid. Berdiam diri di dalam masjid bukan berarti seorang muslim tak melakukan apa-apa.
Saat beriktikaf seorang muslim bisa mengisi dengan melakukan beberapa amal ibadah. Adapun tata cara dan syarat beriktikaf yakni sebagai berikut.
1. Beragama Islam.
Syarat beriktikaf yaitu beragama Islam. Seperti terdapat dalam surat At-Taubah ayat 54.
Wa maa mana'ahum an tuqbala min-hum nafaqaatuhum illaa annahum kafaru billaahi wa birasulihii wa laa ya'tunas-salaata illaa wa hum kusaalaa wa laa yunfiquna illaa wa hum kaarihun
Artinya:
"Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan."
2. Niat, berakal, dan tamyiz.
Dengan niat, berakal dan tamyiz menunjukkan bahwa seorang yang gila, mabuk, dan pingsan tidaklah sah karena mereka tidak mampu berniat, tidak pula berakal.
Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda,
"Sesungguhnya seluruh amalan itu bergantung pada niatnya."
Maksud dari hadits tersebut adalah keabsahan dan diterimanya suatu amalan adalah karena niat yang melandasinya, sehingga sabda Nabi ini berkaitan dengan keabsahan suatu amalan.
Seorang yang masuk ke dalam masjid memiliki beraneka ragam tujuan. Dengan demikian, seorang yang hendak beriktikaf membutuhkan niat untuk membedakan tujuan dari ibadah selainnya yang juga turut dikerjakan di masjid. Dan niat tersebut hanya mampu dilakukan oleh seorang yang berakal.
3. Suci.
Para ulama mengemukakan dalil yang menyatakan bahwa suci dari haid, nifas, dan junub merupakan syarat iktikaf. Hal tersebut menunjukkan bahwa orang yang sedang haid, nifas, dan junub dilarang untuk melakukan iktikaf, seperti firman Allah pada surat An-Nisa ayat 43:
Yaa ayyuhallaziina aamanu laa taqrabus-salaata wa antum sukaaraa hattaa ta'lamu maa taquluna wa laa junuban illaa 'aabirii sabiilin hattaa tagtasilu, wa ing kuntum mardaa au 'alaa safarin au jaa'a ahadum mingkum minal-gaa'iti au laamastumun-nisaa'a fa lam tajidu maa'an fa tayammamu sa'iidan tayyiban famsahu biwujuhikum wa aidiikum, innallaaha kaana 'afuwwan gafuraa
Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu sholat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekadar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun."
4. Bagi wanita, boleh beriktikaf apabila memperoleh izin dari suami.
Aisyah radhiallahu anha. Dia mengatakan, "Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam senantiasa beriktikaf di bulan Ramadhan. Apabila beliau selesai melaksanakan sholat Subuh, beliau masuk ke dalam tempat iktikaf. (Salah seorang perawi hadits ini mengatakan), Maka Aisyah pun meminta izin kepada nabi untuk beriktikaf. Beliau pun mengizinkannya dan Aisyah pun membuat kemah di dalam masjid."
5. Dilakukan di masjid dengan membaca niat.
Iktikaf tidaklah sah kecuali dikerjakan di dalam masjid. Saat masuk ke masjid untuk beriktikaf, hendaknya seseorang membaca niat iktikaf berikut ini:
Nawaitu an a'takifa fii haadzal masjidi maa dumtu fiih.
Artinya:
"Saya berniat itikaf di masjid ini selama saya berada di dalamnya."
- Amalan saat melakukan Iktikaf.
foto: freepik.com
Dalam beriktikaf dimakruhkan menyibukkan diri dengan perkataan dan perbuatan yang tidak bermanfaat. Selama beriktikaf, ibadah-ibadah sunah dapat dilakukan.
Hendaknya ketika beriktikaf, kita menyibukkan diri dengan melakukan ketaatan beribadah. Adapun amalan-amalan yang dapat dilakukan saat iktikaf yakni sebagai berikut.
1. Mengerjakan sholat.
Seperti dengan tujuannya, iktikaf merupakan ibadah untuk mencari ridho Allah. Maka sholat menjadi salah satu amalan yang sangat dianjurkan untuk dilakukan selama iktikaf.
Seorang muslim bisa mendirikan sholat wajib maupun sunah baik secara jemaah maupun sendiri. Sedangkan untuk sholat sunah yang bisa lakukan seperti sholat tarawih, sholat malam, sholat witir, sholat sunnah sebelum sholat subuh, sholat dhuha, sholat sunah rawatib dan lainnya.
2. Membaca Alquran.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda:
"Bacalah oleh kalian Alquran. Karena sesungguhnya Alquran itu akan datang menghampiri kalian di hari kiamat sebagai syafaat." (HR Muslim).
Lewat hadits tersebut, Rasulullah memerintah umatnya untuk senantiasa membaca Alquran setiap hari atau setiap saat. Sehingga Alquran juga menjadi salah satu amalan yang bisa dikerjakan saat beriktikaf.
3. Membaca dzikir dan berdoa.
Selain membaca Alquran, amalan yang bisa dikerjakan yakni berdzikir dan berdoa kepada Allah. Berdzikir seperti bertasbih, bertahmid dan tahlil, istighfar, bisa kamu lafalkan ketika berdiam diri di masjid.
Semua bentuk dzikir sangat dianjurkan untuk dibaca pada saat iktikaf. Namun lebih diutamakan dzikir yang lafaznya dari Alquran atau diriwayatkan dari sunnah Rasulullah SAW secara shahih.
4. Bersholawat.
Bersholawat menjadi salah satu sebab turunnya rahmat Allah tak terkecuali saat bulan Ramadan. Rasulullah Saw. bersabda,
Siapa saja yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah memberinya rahmat sepuluh. (HR Muslim)
Berikut beberapa contoh shalawat yang bisa lafalkan yakni sebagai berikut:
"Wa shallallhu al sayyidin Muhammadin wa al lih wa shahbih wa sallama."
"Allhumma shalli wa sallim wa brik al sayyidin Muhammadin wa al lih wa shahbih."
- Keutamaan Iktikaf.
foto: freepik.com
1. Keutamaan lailatul qodar.
Apabila kita beriktikaf pada sepuluh malam terakhir di bulan suci Ramadhan, kita akan mendapatkan keutamaan lailatul qodar atau malam seribu bulan yang mengandung banyak keistimewaan.
2. Dihapuskan dosa-dosanya dan ditulis kebaikannya.
Dalam hadits Ibnu Majah diriwayatkan, "Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah menjelaskan berkaitan dengan orang yang beriktikaf: "Ia berdiam diri dari dosa-dosa dan dialirkan baginya kebaikan seperti orang yang melakukan semua kebaikan."
3. Seperti pahala haji dan umroh.
Dalam hadits Baihaqi diriwayatkan, "Rasulullah bersabda, "Barang siapa itikaf 10 hari di dalam bulan Ramadan maka (dapat pahala) seperti orang yg dua kali haji dan dua kali umroh.
- Jenis-jenis iktikaf.
foto: freepik.com
1. Iktikaf wajib.
Iktikaf bisa dihukumi wajib untuk ditunaikan jika dinazarkan. Hukum ini berlaku bagi seseorang yang bernazar pada dirinya sendiri.
Artinya dia mewajibkan iktikaf pada dirinya sendiri. Batas minimalnya adalah satu hari menurut Mazhab Hanafi.
Hal ini berdasarkan pada hadits Nabi yang diriwayatkan Umar, "Wahai Rasulullah, pada zaman jahiliyah dulu saya bernazar untuk beriktikaf semalam di Masjidil Haram," Rasul menjawab, "Penuhilah nazarmu." (HR Bukhari).
2. Iktikaf sunah.
Iktikaf yang dimaksud adalah yang selalu dilaksanakan Rasulullah SAW pada 10 malam terakhir di bulan Ramadan. Ibadah ini dimulai sejak Nabi hijrah ke Madinah.
Batas minimal iktikaf sunah menemui perbedaan pendapat pada masing-masing mazhab, bahkan dalam satu mazhab pun terdapat perbedaan pendapat.
Dalam Mazhab Hanafi ada yang menyebut sehari (Hasan ibnu Ziyad), ada pula sehari ke atas (Muhammad ibnu Hasan). Dalam Mazhab Syafi'i, ada pendapat yaitu paling tidak bisa melakukan ruku' dan sujud, pendapat lain mengatakan yang penting hadir ke masjid disertai niat iktikaf tanpa perlu menetap, yang lain lagi menyebut minimal satu hari mendekati, yang lain lagi menyatakan separuh hari atau separuh malam.
3. Iktikaf nafil.
Iktikaf ini lebih fleksibel, karena tanpa disertai batasan waktu dan hari. Kapan saja seseorang berniat iktikaf, dia dapat melakukannya.