Brilio.net - Tak banyak toko tembakau yang bertahan di era industri rokok seperti sekarang. Namun, di Yogyakarta, ada satu toko tembakau yang bertahan selama 99 tahun atau hampir seabad. Tak cuma bertahan, tapi toko yang berada di Jalan Pangeran Diponegoro ini masih mempunyai pelanggan setia.
Toko Wiwoho, nama toko tersebut, berupa bangunan tua yang tak banyak direnovasi sejak didirikan pada tahun 1919 silam. Di toko kecil itu penuh dengan toples berisi tembakau dan cengkeh beserta nama-namanya. Ada tembakau Paiton, tembakau Boyolali, dan tembakau lainnya. Tembakau sendiri lebih sering disebut dengan nama mbako, sebagaimana lazimnya masyarakat Jawa mengucapkannya.
ME Setyowati adalah pengelola toko tersebut. Usianya kini sudah 78 tahun. Ia mengelola Toko Wiwoho dibantu anaknya. Setyowati adalah generasi kedua penerus bisnis keluarga tersebut. Usaha ini awalnya dirintis oleh Tan Kwi Wa dan suaminya Hyiap Ho Tiek pada tahun 1919. Hingga kini Toko Wiwoho tetap mempertahankan keotentikannya yang dapat dilihat dari bentuk bangunan yang tidak berubah, kecuali renovasi pintu rolling menjadi pintu geser. Alat yang digunakan pun juga peninggalan dari generasi pertama. Salah satunya toples bejana kaca untuk wadah tembakau.
Hampir satu abad, tepatnya 99 tahun, toko ini menyediakan kebutuhan tembakau warga Yogyakarta dan sekitar. Di toko ini tersedia berbagai macam tembakau lokal yang kebanyakan berasal dari wilayah Jawa Tengah, seperti Boyolali dan Temanggung, hingga tembakau pabrikan seperti tembakau Djarum dan Sampoerna.
Usaha ini memang sudah tua, namun menurut cucu pemilik toko yang membantu berjualan, Yohanes Steven Nugroho, peminat tembakau di toko keluarganya tidak pernah sepi, bahkan pembeli juga ada yang berasal dari kalangan millenial.
Ya kira-kira umur 20-30 tahunan. Kalau mereka biasanya lebih suka tembakau yang sudah diramu dengan bumbu lainnya. Kalau tembakau murni lebih disenangi kalangan tua, ujar Steven kepada brilio.net.
Toko Wiwoho buka pukul 08:00 - 14:00 dan dilanjutkan pada sore hari yaitu jam 17:00-20:30. Menurut Steven, biasanya pengunjung paling banyak datang di sore hingga malam hari. Selain warga Yogyakarta, wisatawan domestik hingga mancanegara berkunjung ke tokonya.
Sementara itu, Setyowati mengatakan bahwa ia dan keluarganya tetap mempertahankan toko hingga saat ini. Selain karena warisan keluarga juga karena keterbatasan modal maupun kemamapuan untuk beralih pada usaha lainnya. Ia juga menuturkan bahwa berjualan tembakau saat ini lebih mudah dari pada dahulu, mengingat tidak banyak saingan penjual tembakau. Meski pembeli tembakau tidak sebanyak dulu karena banyaknya rokok pabrikan.
Recommended By Editor
- Pasangan ini dapatkan kado pernikahan nyeleneh tapi penuh makna
- Unik dan keren abis, begini 10 tato 2-in-1 saat ditekuk vs direntang
- 9 Potret alun-alun Kota Bandung ini bak hamparan karpet warna-warni
- Mahasiswa difabel ini ciptakan alat fisioterapi, keren banget
- 10 Sneakers bermerek ini diubah jadi patung, hasilnya bikin takjub